Kawal Pemilu Nasional Mondial Polkam Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Otomotif Rona Telko Properti The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis Liputan Khusus

Penderita TBC Rentan Alami Gangguan Kesehatan Mental dari Lingkungan

Foto : antara
A   A   A   Pengaturan Font

Peneliti tuberkulosis dan akademisi dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia dr. Ahmad Fuady M.Sc PhD mengatakan penderita tuberkulosis atau TBC rentan mengalami gangguan kesehatan mental karena kerap dikucilkan dari lingkungannya.
"Yang kena TBC apalagi yang resistan obat, mereka masih mengalami mental health yang terganggu, gimana kerjaannya, gimana kalau ditinggal teman, dikeluarkan dari kerjaan, ditinggal pasangan. Mereka butuh support psikologis," kata Ahmad dalam konferensi pers Hari Tuberkulosis bersama Stop TB Partnership Indonesia (STPI) di Jakarta, Senin.
Ahmad mengatakan dalam penelitian yang pernah ia lakukan di tujuh provinsi di Indonesia, sebanyak 61 persen orang mengalami stigmatisasi TBC, dan 31 persen di antara mereka mengalami depresi.


Pengukuran tingkat depresi pasien TBC ada pada bagaimana stigmatisasi masyarakat yang dialamatkan pada pasien, adanya depresi atau kecemasan terhadap pekerjaan dan reaksi keluarga, dan bagaimana kualitas hidupnya setelah didiagnosa terkena tuberkolosis.
Ia mengatakan perlu adanya intervensi dari berbagai pihak baik pribadi maupun komunitas penyintas TBC agar bisa membangun sebuah sistem dukungan yang bisa menurunkan masalah kecemasan penderita TBC.
"Yang sedang kami lakukan di dua provinsi Depok dan Padang, kami ukur kalau ada pasien datang pertama kali terdiagnosis TBC baik sensitif maupun kebal ditanya ada nggak masalah mentalnya, kalau ada kita skrining dan di arahkan ke pertemuan kelompok," katanya.
Grup konseling dilakukan dengan memberikan ruang pada penderita TBC mengekspresikan keluh kesahnya dan saling membantu satu sama lain karena memiliki kesamaan yang bisa dibagikan.
Konseling juga bisa dilakukan untuk keluarga yang kerap mengucilkan anggota keluarga lainnya yang terkena TBC, agar mereka tetap bisa diterima di lingkungan keluarganya.
Dukungan juga bisa diwujudkan dari lingkungan pekerjaan dengan memberikan hak-hak bagi penderita TBC jika mereka pergi ke pusat kesehatan. Ahmad mengatakan perusahaan sebaiknya tidak mengeluarkan karyawannya karena TBC, diberikan keleluasaan untuk berobat, dan tidak dipotong gaji saat izin berobat setidaknya 2 bulan atau 2 minggu sampai pasien merasa lebih baik.
Bagi pekerja yang memiliki risiko terpapar silika di pekerjaannya, perusahaan diharapkan memberikan fasilitas skrining agar TBC bisa dicegah lebih awal.

Redaktur : -
Penulis : Antara, Ones

Komentar

Komentar
()

Top