Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
APBN Perubahan 2017 - Rencana Penerbitan Surat Berharga Negara Sebesar Rp467,3 Triliun

Penarikan Utang Naik Hampir 40 %

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Rapat Paripurna DPR yang berlangsung di Jakarta, Kamis (27/7), menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan APBN Tahun Anggaran 2017 untuk disepakati menjadi UU. Dalam APBN Perubahan 2017, pemerintah menaikkan target penarikan utang hampir 40 persen dari anggaran semula untuk membiayai defisit.

Pada APBNP 2017 terjadi beberapa penyesuaian. Dalam postur APBNP 2017 disepakati target pendapatan negara sebesar 1.736,1 triliun rupiah dan pagu belanja negara sebesar 2.133,2 triliun rupiah.

Target pendapatan tersebut dipenuhi dari penerimaan perpajakan sebesar 1.472,7 triliun rupiah, penerimaan bukan pajak sebesar 260,2 triliun rupiah dan hibah 3,1 triliun rupiah, sedangkan belanja negara akan dimanfaatkan untuk belanja pemerintah pusat sebsar 1.366,9 triliun rupiah dan tranfer ke daerah dan dana desa sebesar 766,3 triliun rupiah.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani, menjelaskan kebijakan dan alokasi belanja negara dalam 2017 tetap diarahkan mendukung pembangunan infrastruktur untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, pengentasan kemiskinan dan pengurangan kesenjangan. "Terdapat efisiensi belanja kementerian lembaga yang kemudian direalokasikan untuk program yang mendesak dan prioritas, seperti penyelenggaraan Asian Games 2018, pembangunan infrastruktur, pengembangan tanaman hortikultura, penanganan bencana dan persiapan pemilu atau pilkada," jelas Menkeu.

Dengan postur RAPBNP 2017 itu maka defisit anggaran diproyeksikan mencapai sebesar 397,2 triliun rupiah atau sekitar 2,92 persen terhadap PDB. Untuk menutup pembiayaan tersebut, pemerintah direncanakan akan melakukan pembiayaan utang hingga 461,3 triliun rupiah, dengan rencana penerbitan Surat Berharga Negara sebesar 467,3 triliun rupiah.

Terkait pembiayaan dari utang, Menkeu menegaskan pemerintah tak bisa menghindarinya lantaran belanja yang lebih besar dari penyusunan awal. Selain itu, upaya efisiensi berupa pemangkasan belanja negara sudah tidak memungkinkan lagi. Menurutnya, masalah utang bukan soal suka atau tidak, tetapi political choice, strategical choice, dan possible choice.

Risiko "Bubble Debt"

Sebelumnya, Dosen Fakultas Ekonomi Universitas 17 Agustus 1945 Cirebon, Sumaryono, memperingatkan berbagai risiko atas utang harus diantisipasi dengan baik agar tidak menjadi government debt bubble yang mengakibatkan krisis karena negara tidak mampu membayar utang domestik ataupun asing.

"Jadi, diperlukan tata kelola dan manajemen utang guna mengaji perencanaan utang secara tepat," ujarnya seperti dikutip dalam tulisan artikel yang dimuat Koran Jakarta, beberapa waktu lalu.

ahm/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail

Komentar

Komentar
()

Top