Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Keuangan Negara I Moratorium Obligasi Rekap Penting agar APBN Lebih Sehat

Penagihan Piutang BLBI Harus Dipercepat

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

» Mereka yang membawa lari uang BLBI ke luar negeri harus segera mengembalikan ke dalam negeri.

» Moratorium setidaknya tujuh tahun, agar APBN bisa bernapas dan membuat kualitas anggaran lebih produktif.

JAKARTA - Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Dana Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) diminta mempercepat penagihan tunggakan piutang para penerima agar bisa digunakan untuk menutupi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

Selain itu, percepatan penagihan juga memungkinkan pemerintah tidak menerbitkan utang baru dalam jumlah yang lebih besar karena defisit sebagian sudah dipenuhi dari tunggakan yang dibayarkan para penerima yang mengemplang selama 23 tahun.

Pengamat Ekonomi yang juga Rektor Universitas Airlangga (Unair) Surabaya, Mohammad Nasih, mengatakan dalam kondisi krisis seperti ini, penagihan BLBI layak dipercepat untuk menutupi defisit keuangan negara.

"Dengan demikian, kita berharap upaya pemerintah ini berhasil untuk mengembalikan uang negara dari (kasus) BLBI yang sekian ribuan triliun rupiah itu. Kalau itu berhasil kan bisa menambah vitamin APBN kita," kata Nasih.

Dia juga mengimbau agar semua pihak yang punya kewajiban kepada negara harus dikejar, termasuk mereka yang membawa kabur uangnya ke luar negeri.

"Mereka yang membawa lari uang ke luar negeri segera mengembalikan ke dalam negeri karena Indonesia ini sedang butuh banyak vitamin dan energi dalam bentuk dana yang cukup. Jumlah yang hendak ditagih sekarang sangat bisa, sangat mungkin berkembang," kata pungkas Nasih.

Sebelumnya, Tim Pengarah Satgas BLBI, Mahfud MD, mengatakan dari jumlah piutang yang diidentifikasi sebesar 110,454 triliun rupiah mungkin saja akan meningkat karena Satgas masih terus memverifikasi berkas.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, akhir pekan lalu, mengatakan pemerintah akan menagih piutang BLBI itu kepada penerima atau debitor. "BLBI yang kita sampaikan kepada Satgas jumlahnya 110 triliun rupiah dari 22 debitor dan orang yang meminjam ke bank itu sebanyak 112 ribu berkas," kata Menkeu.

Saat ini, pemerintah bersama satuan tugas tengah berupaya mengumpulkan dokumen agar bisa segera menagih dana BLBI.

"Ini menyangkut kondisi aset 20 tahun lalu, dokumentasinya akan terus kita lakukan koleksi dari berbagai sumber dokumen yang kita dapatkan," kata Menkeu.

Pihaknya akan terus memperbaiki dari sisi informasi dan juga dokumen pendukung sehingga bisa segera dieksekusi.

Mengenai 22 penerima yang mengemplang akan diumumkan kembali setelah Satgas menetapkan langkah-langkah penagihan yang lebih efektif dan efisien.

Presiden Joko Widodo (Jokowi) membentuk Satgas BLBI berdasarkan Keputusan Presiden RI Nomor 6 Tahun 2021 pada 6 April 2021. Satgas tersebut akan melakukan penanganan, penyelesaian, dan pemulihan hak negara yang berasal dari dana BLBI secara efektif dan efisien, berupa upaya hukum dan/atau upaya lainnya di dalam atau di luar negeri, baik terhadap debitur, obligor, pemilik perusahaan, serta ahli warisnya maupun pihak-pihak lain yang bekerja sama dengannya, serta merekomendasikan perlakuan kebijakan terhadap penanganan dana BLBI.

Ketua Satgas akan melaporkan perkembangan pelaksanaan tugasnya kepada pengarah sesuai dengan kebutuhan dan kepada Presiden melalui Menteri Keuangan selaku pengarah paling sedikit sekali setiap enam bulan atau sewaktu-waktu jika diperlukan dan bertugas sampai 31 Desember 2023.

Moratorium Obligasi Rekap

Sementara itu, Manajer Riset Seknas Fitra, Badiul Hadi mendesak pemerintah melakukan moratorium bunga obligasi rekap sembari tetap menagih piutang BLBI. Desakan moratorium agar APBN lebih sehat.

Moratorium setidaknya tujuh tahun akan membuat kualitas anggaran lebih produktif, sehingga memiliki kemampuan untuk membayar utang secara normal pada tahun kedelapan dan selanjutnya hingga berakhir pada 2043 mendatang.

Moratorium selain baik buat APBN, juga akan meningkatkan cadangan devisa dari konversi rupiah ke valas untuk pembayaran bunga utang tersebut. "Dana Moneter Internasional (IMF) harus jadi underwriter moratorium, karena mereka ikut terlibat dari munculnya odious debt (utang najis). Mereka yang mengusulkan dengan bunga yang sangat tinggi dan tidak masuk akal," kata Badiul. n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top