Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemuda Katolik Apresiasi Kebesaran Hati Presiden Jokowi Hadapi Kritikan dan Cacian

Foto : istimewa

Ketua Umum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma mengapresiasi sikap Jokowi dalam menghadapi cacian.

A   A   A   Pengaturan Font

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang tahunan MPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8), menyinggung sejumlah catatan terkait perilaku demokrasi yang semakin keruh menjelang Pemilihan Presiden (pilpres) 2024. Jokowi menunjukkan kebesaran hatinya menghadapi segala caci maki, namun di sisi lain Presiden menyinggung demokrasi yang terlampau kebablasan.

JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam sidang tahunan MPR di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Rabu (16/8), menyinggung sejumlah catatan terkait perilaku demokrasi yang semakin keruh menjelang Pemilihan Presiden (pilpres) 2024. Jokowi menunjukkan kebesaran hatinya menghadapi segala caci maki, namun di sisi lain Presiden menyinggung demokrasi yang terlampau kebablasan.

Ketua Umum Pemuda Katolik Stefanus Asat Gusma mengapresiasi sikap Jokowi dalam menghadapi segala cacian yang tertuju kepada dirinya tersebut.

"Kebesaran hati dalam menghadapi cacian dan kritikan yang terucap dalam pidato kenegaraan Presiden Jokowi patut diapresiasi di tengah ekspresi berbicara yang semakin kebablasan. Itulah sikap bernegara yang patut diacungi jempol, kebesaran hati Jokowi adalah bukti bahwa ia tidak otoriter seperti yang orang tuduhkan akhir-akhir ini," kata Gusma di Jakarta, Rabu (16/8).

Demokrasi yang semakin keruh menjelang pilpres menjadi indikator bahwa iklim politik hari ini belum sehat. "Seperti udara yang akhir-akhir ini kotor, hate speech di ruang publik adalah polusi yang akhirnya bikin banyak orang merasa tidak nyaman. Padahal, kunci dari demokrasi yang sehat adalah diskursus yang sarat argumen daripada sentimen," jelas Gusma.

Baca Juga :
Penuhi Panggilan

Gusma berharap masyarakat semakin cerdas dalam berdemokrasi dan tidak terjebak dalam dikotomi dan trikotomi sosial akibat kandidasi pilpres. "Siapapun yang menjadi pemimpin, ialah yang terbaik bagi bangsa ini untuk memegang nahkoda kepemimpinan. Jangan sampai euforia pesta demokrasi dihiasi sentimen yang kontraproduktif dan menjemukan mata".
Halaman Selanjutnya....


Redaktur : Sriyono
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top