Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Diplomasi Amerika I AS Berlakukan Sanksi Baru Terkait Russia dan Korut

Pemimpin Quad akan Bahas Keamanan Maritim

Foto : AFP/SAUL LOEB

KTT Quad l (Dari kiri) PM Australia, Anthony Albanese, Presiden AS, Joe Biden, PM India, Narendra Modi, dan PM Jepang, Fumio Kishida, saat bertemu pada KTT Pemimpin Quad di Tokyo pada Mei 2022 lalu. Ke-4 pemimpin ini pada Sabtu (21/9) akan menghadiri KTT Quad di Kota Wilmington, Delaware, yang agenda utamanya akan fokus membahas ketegangan dengan Tiongkok.

A   A   A   Pengaturan Font

WASHINGTON DC - Ketegangan yang meningkat di jalur perdagangan maritim Asia akan menjadi agenda utama pembahasan saat Presiden Amerika Serikat (AS), Joe Biden, menyambut kedatangan para pemimpin dari Australia, India, dan Jepang, di Wilmington, Delaware, untuk dorongan upaya diplomatik guna melawan Tiongkok di bulan-bulan terakhir masa jabatan kepresidenannya.

Presiden Biden akan berangkat ke kota asalnya yaitu Wilmington pada Jumat (20/9) menjelang KTT Pemimpin Quad, di mana para pemimpin diperkirakan akan berbicara tentang konflik antara Beijing dan negara-negara tetangganya di Laut Tiongkok Selatan (LTS) yang telah berulang kali bentrok untuk memperebutkan wilayah yang disengketakan.

Selain isu ketegangan, agenda pembahasannya meliputi peningkatan kerjasama keamanan di Samudra Hindia dan kemajuan dalam melacak armada penangkap ikan ilegal yang beroperasi di perairan Indo-Pasifik, yang sebagian besar adalah kuasai Tiongkok.

Presiden Biden sendiri akan menyerahkan jabatan setelah pemilu 5 November kepada Wakil Presiden Kamala Harris atau calon presiden dari Partai Republik, Donald Trump, dimana Trump telah bersumpah untuk mengambil pendekatan konfrontatif dengan Tiongkok dan menyuarakan skeptisisme tentang aliansi tradisional AS.

Selain itu Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, juga akan mengundurkan diri pada September ini.

"Kita akan menyaksikan sejumlah sinyalemen yang berbeda sepanjang KTT ini dan hasil dari pertemuan ini akan menunjukkan bahwa Quad adalah lembaga bipartisan yang akan tetap ada," kata seorang pejabat senior AS.

Sebelum KTT Quad ini, Presiden Biden telah berjanji untuk bersaing dengan Tiongkok tanpa membiarkan perbedaan mereka berubah menjadi konflik, dan ia akan segera melakukan pembicaraan lagi dengan Presiden Xi Jinping, walau keinginannya untuk fokus pada hubungan dengan Tiongkok telah teralihkan oleh terjadinya konflik di Timur Tengah dan perang di Ukraina.

Presiden Xi sendiri telah menolak pengelompokan Quad dan memandang aliansi pertahanan ini sebagai upaya untuk mengepung Tiongkok dan meningkatkan konflik.

"Bukan rahasia lagi bahwa ini adalah kemitraan yang, meskipun tidak melawan Tiongkok, berupaya menawarkan alternatif bagi Tiongkok," ucap seorang pejabat senior pemerintahan Biden.

"Inisiatif keamanan maritim Quad yang baru akan mengirimkan sinyal yang sangat kuat kepada Tiongkok, bahwa intimidasi maritimnya tidak dapat diterima, dan bahwa hal itu akan dihadapi dengan tindakan terkoordinasi oleh koalisi negara-negara yang berpikiran sama ini," kata Lisa Curtis, mantan pejabat pemerintah AS yang juga seorang pakar kebijakan Asia di Centre for a New American Security.

Sanksi Baru

Sementara itu pihak Kementerian Keuangan AS pada Kamis (19/9) menyatakan bahwa AS telah menjatuhkan sanksi baru terhadap jaringan lima kelompok dan satu orang karena telah memfasilitasi transaksi pembayaran antara Russia dan Korea Utara (Korut) untuk mendukung perang Moskwa di Ukraina dan program senjata Pyongyang.

"Sanksi baru ini akan meminta pertanggungjawaban pihak-pihak yang telah membantu Korut dan penghindaran sanksi Russia," kata Kementerian Keuangan AS dalam sebuah pernyataan. "Tindakan ini juga menunjukkan komitmen AS untuk mengganggu jaringan yang memfasilitasi pendanaan senjata pemusnah massal dan program misil balistik ilegal Korut dan mendukung perang ilegal Russia melawan Ukraina," imbuh kementerian itu seraya mengungkap bahwa pemerintah Russia telah n menggunakan skema keuangan ilegal untuk membantu Korut agar bisa mengakses sistem perbankan internasional yang melanggar sanksi Dewan Keamanan PBB.

Sementara itu juru bicara Kementerian Luar Negeri AS, Matthew Miller, dalam sebuah pernyataan mengatakan bahwa meningkatnya kerjasama keuangan antara Russia dan Korut secara langsung telah mengancam keamanan internasional dan sistem keuangan global.

"Russia menjadi semakin bergantung pada Korut karena menghadapi meningkatnya kerugian di medan perang dan meningkatnya isolasi internasional," kata Miller. ST/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top