Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Rekrutmen Pemimpin | Watak Bangsa Indonesia dalam Berdemokrasi Belum Terbentuk

Pemilu Harus Persatukan Bangsa

Foto : ANTARA/ASEP FATHULRAHMAN

CARA MENCOBLOS | Siswa mengikuti sosialisasi Pemilu untuk pemilih pemula di SMK Kota Serang, Banten, Selasa (26/2). Sosialisasi digelar untuk mengenalkan cara mencoblos surat suara sekaligus untuk meningkatkan tingkat partisipasi pemilih pemula pada Pemilu 2019.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemilihan umum di Indonesia sejak 1955 hingga saat ini mengalami banyak perkembangan dari berbagai aspek. Sayangnya, meski tiap menjelang pemilu selalu ada perubahan UU Pemilu dan aturan pelaksanannya, nyatanya masih ada kekurangan di sana-sini.

Kontestasi pemilu yang akan dihelat pada 17 April 2019 ini sejatinya tidak hanya sekedar rutinitas 5 (lima) tahunan memilih pasangan presiden dan wakil presiden maupun para anggota badan perwakilan rakyat mulai dari DPR, DPD, sampai DPRD saja. Lebih dari itu, pemilu akan menjadi pembuktian peradaban bangsa Indonesia.

Maka dari itu poses demokrasi dalam masyarakat, jangan hanya mengarah kepada demokrasi prosedural semata, dimana rakyat masih mempertimbangkan kedekatan emosional primordial belaka, tidak menggunakan rasio dan hatinya dalam menentukan wakil yang akan memimpinnya kelak. Dalam konteks ini, tampaknya sikap dan watak bangsa Indonesia dalam berdemokrasi belum terbentuk.

Di sinilah pemilu seharusnya menjadi bagian integral dari peradaban kita, bahwa menyelesaikan masalah bangsa itu tidak hanya dapat dilakukan oleh satu orang (badan/ lembaga) dan satu gagasan saja, melainkan harus dilakukan secara bersama dengan alternatif gagasan yang beragam.

"Pemilu kita mempunyai fungsi integral dalam sistem kebangsaan, sehingga pemilu menjadi solusi dalan mencari pemimpin," ujar Ketua DKPP Harjono, di Hotel Ashley, Menteng, Jakarta, Selasa (26/2).

Karena memiliki fungsi yang integral ungkap Harjono yang pernah menjabat sebagai Hakim Mahkamah Konstitusi tersebut, harusnya pemilu justru mempersatukan bukan malah memecah belah bangsa. Karena ada pemikiran, 'mati hidup yang penting dalam pemilu harus menang.

Harjono juga berharap pemilu jangan hanya diingat sebagai momen prosedural mencari calon lima tahun sekali, sehingga segala hal terkait kepemiluan wajib disosialisasikan ke dalam ruang pendidikan. Sebab pemilu menjadi ajang tawar-menawar gagasan sekaligus uji publik atas setiap gagasan tersebut, yang kemudian rakyat sebagai pemegang kekuasaan tertinggi akan memilih gagasan mana yang dianggap paling tepat.

"Pemilu itu menurut saya, tidak hanya karena UUD 1945 mengatakan kedaulatan rakyat ada di tangan rakyat saja, karena pemilu kita mempunyai fungsi integratif," kata Harjono.

Hal senada disampaikan anggota DKPP Ida Budhiati yang menilai, bahwa DPR bersama pemerintah berhasil mendesain sistem kepemiluan, dimana KPU, Bawaslu, dan DKPP masing-masing ikut berperan dalam menyelesaikan perkara pelanggaran Pemilu, sengketa Pemilu, dan tindak pidana Pemilu. Demi menjaga kemandirian lembaha penyelenggara pemilu agar bebas dari intervensi manapun.

Persoalan Etika

Menanggapi itu, Ketua KPU Arief Budiman mengeluhkan, kenapa persoalan terkait pelanggaran etika hanya dikenakan terhadap penyelenggara pemilunya saja, tetapi peserta mau pun pemilih hanya dikenakan aturan umum saja. Padahal dalam banyak literatur mengatakan, ada empat komponen yang menjamin pemilu menjadi baik.

Pertama regulasinya harus baik, betapapun KPU-nya baik tetapi regulasinya buruk maka penyelenggaraan pemilunya pun buruk, kedua penyelenggara pemilu mengambil porsi paling besar dalam menjamin baiknya proses penyelenggaraan pemilu, ketiga peserta pemilu dan pemilih yang sama juga turut menjadi bagian dalam penyelenggaraan pemilu. "KPU terus mengedepankan etika, integritas dan profesionalisme dalam bekerja," ucapnya. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top