Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Sektor Jasa Keuangan I SVB Mampu Mengguncang Kepercayaan Deposan di AS

Pemerintah Waspadai Dampak Penutupan Bank di AS

Foto : ISTIMEWA

NAILUL HUDA Pengamat Ekonomi - OJK dan perbankan jangan remehkan penutupan SVB, harus tetap waspada agar perbankan nasional tidak alami hal yang sama

A   A   A   Pengaturan Font

» Transmisi dari persepsi dan psikologi pasar bisa menimbulkan situasi yang cukup signifikan bagi sektor keuangan.

» Dampak penutupan SVB langsung terlihat di pasar modal dengan turunnya nilai saham beberapa emiten pembiayaan.

JAKARTA - Pemerintah Indonesia mewaspadai dampak kejatuhan perbankan di Amerika Serikat (AS) karena membuat gejolak di pasar keuangan global. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator bidang Maritim dan Investasi, Luhut B Pandjaitan, dan Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, dalam kesempatan terpisah di Jakarta, Selasa (14/3).

Setelah Silvergate Bank mengumumkan likuidasi sukarela, regulator AS menutup Silicon Valley Bank (SVB) dan kemudian Signature Bank.

Luhut mengatakan perlunya mewaspadai penutupan bank-bank tersebut karena dunia sedang dihadapkan pada krisis yang saling terkait. "Dunia saat ini sedang menghadapi polycrisis, multidimensional crisis yang saling terkait," kata Luhut dalam acara Indonesia Leading Economic Forum 2023.

Perhatian masyarakat dunia yang tertuju pada ambruknya SVB, katanya, karena tidak ada yang menduga hal tersebut. "Kita sekarang melihat Silicon Valley Bank. Tidak ada yang menduga," katanya.

Meskipun kondisi Indonesia saat ini relatif baik, namun perlu berhati-hati melihat apa yang terjadi di AS.

Sementara itu, Menkeu Sri Mulyani menyatakan perlunya mewaspadai penutupan SVB dan Signature Bank karena transmisi dari persepsi dan psikologi pasar bisa menimbulkan situasi yang cukup signifikan bagi sektor keuangan seperti terlihat di AS.

Dia pun berharap AS bisa segera menstabilkan sektor keuangannya karena akan mempengaruhi perekonomian global. Apalagi saat ini arah kebijakan Bank Sentral AS, the Fed masih akan hawkish lantaran kondisi inflasi AS yang masih tinggi.

SVB sendiri merupakan bank dengan aset tidak terlalu besar di AS, yakni hanya 200 miliar dollar AS, dibandingkan dengan jumlah aset perbankan AS yang bisa mencapai 1,3 kuadriliun dollar AS.

Namun demikian, Menkeu menilai bank itu mampu memberikan guncangan yang signifikan dari sisi kepercayaan deposan di AS sehingga menjadi suatu pelajaran yang perlu untuk dicermati bahwa sebuah bank kecil dalam posisi tertentu bisa menimbulkan persepsi sistemik.

Lantaran telah menggoyang seluruh kepercayaan sektor keuangan AS, regulator di sana yang pada awalnya tidak memberikan dana talangan atau bailout, pada akhirnya memutuskan untuk melakukan bailout dengan menjamin seluruh deposito SVB.

"Dalam hal ini, Federal Deposit Insurance Corporation (FDIC) memberikan kepastian untuk penyelamatan dari deposan, baik yang diasuransikan (insured) maupun yang tidak diasuransikan (non insured)," jelas Menkeu.

Saat ini, jelasnya, ada beberapa analisis awal yang muncul sebagai penyebab runtuhnya SVB, yakni kinerja perusahaan rintisan (startup) yang menurun pada 2022 sehingga menyebabkan anjloknya kredit SVB sebagai bank khusus pemberi pendanaan ke startup.

Analisis lainnya yakni SVB mengalami kenaikan deposito lebih dari tiga kali lipat hanya dalam waktu kurang dari dua tahun, sedangkan penyaluran kredit tertahan karena kinerja perusahaan rintisan yang menurun dan menyebabkan neraca keuangan SVB tertekan.

"Akibat tingginya deposito SVB, dana yang terkumpul tersebut dibelikan surat berharga negara AS jangka panjang yang mengalami penurunan nilai karena kenaikan suku bunga Fed," jelas Menkeu.

Cukup Kuat

Berbeda dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) selaku regulator sektor jasa keuangan terkesan tenang-tenang saja dengan penutupan SVB karena merasa kondisi industri perbankan Indonesia kuat dan stabil.

Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan penutupan SVB tidak berdampak langsung terhadap perbankan di Indonesia karena tidak memiliki hubungan bisnis, facility line, maupun investasi pada produk sekuritisasi SVB.

OJK hanya meningkatkan pemantauan terhadap berbagai perkembangan yang terjadi secara global dan implikasinya terhadap perbankan Indonesia, dengan memastikan penerapan manajemen risiko dan tata kelola bank yang baik dalam setiap aktivitas pengelolaan portofolio aset produktif dan pendanaan.

Pengamat ekonomi, Nailul Huda, mengatakan dampak penutupan SVB ke Indonesia yang sudah terlihat adalah sentimen negatif investor di pasar modal terhadap saham-saham lembaga pembiayaan, karena mereka diperkirakan makin sulit meraih pendanaan dari luar negeri. Apalagi, porsi pendanaan dari AS ke startup digital di Indonesia cukup besar.

Nailul pun meminta OJK dan perbankan tidak meremehkan penutupan SVB. Mereka harus tetap waspada agar tidak mengalami hal yang sama dengan bank di AS.

"Kalau bank-bank di AS yang fundamentalnya cukup kuat bisa goyang, apalagi bank-bank di Indonesia. Bank harus lebih berhati-hati dan selektif memberi pendanaan ke startup," pungkas Nailul.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top