Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pemerintah Perlu Tingkatkan Ekspor untuk Perkuat Ekonomi Petani

Foto : Istimewa.

Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha dalam webinar yang digelar Majalah Sawit Indonesia, di Jakarta, Senin (1/8).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pemerintah perlu meningkatkan ekspor produk pertanian/ perkebunan untuk membantu perekonomian petani. Khusus petani swadaya, saat ini penguasaan lahan petani swadaya di sektor perkebunan sawit cukup tinggi tetapi perekonomiannya terseret karena banyak faktor.

Ketua Tim Peneliti Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat FEB Universitas Indonesia (UI), Eugenia Mardanugraha menerangkan, untuk mendongkrak harga tandan buah segar (TBS) petani sawit, diperlukan peningkatan ekspor crude palm oil (CPO) dalam jumlah yang besar.

Dari penelitian tim-nya untuk setiap peningkatan ekspor CPO satu persen maka dapat mendongkrak harga TBS hingga 0,33 persen. Dari hasil penelitian itu, dia mengatakan volume ekspor yang dibutuhkan akan sangat besar.

"Besaran ekspor yang diperlukan untuk meningkatkan harga TBS dari 861 rupiah per kilogram (asumsi harga petani swadaya per 9 Juli 2022) menjadi 2.250 rupiah per kilogram (kg), butuh peningkatan ekspor sebesar 1.740 persen atau 17 kali lipat," ujar Eugenia pada webinar yang digelar Majalah Sawit Indonesia, di Jakarta, Senin (1/8).

Dalam diskusi itu turut hadir, Ketua Umum Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki), Joko Supriyono, Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung dan Direktur Eksekutif GIMNI, Sahat Sinaga.

Dia menjelaskan peningkatan ekspor yang besar tersebut dapat ditekan apabila harga TBS petani tidak jatuh terlalu dalam.

Hasil penelitiannya mensimulasikan, dari asumsi harga TBS petani plasma yang sebesar 1.261 rupiah per kg untuk naik menjadi 2.250 rupiah per kg maka peningkatan ekspor yang diperlukan hanya sebesar 479 persen atau empat kali lipatnya saja.

Dia berpandangan, peningkatan ekspor tersebut lebih memungkinkan karena Indonesia pernah mencapai peningkatan ekspor CPO sebesar 211 persen. Meskipun butuh waktu tujuh tahun, yakni pada April 2014 ekspor CPO Indonesia mencapai 1,37 juta ton menjadi 4,27 juta ton pada Agustus 2021.

"Kalau kita memulai dari harga awal TBS 1.380 rupiah per kg, maka dengan meningkatkan ekspor 200 persen atau sekitar dua kali lipat kita bisa mencapai harga TBS yang sesuai dengan harapan petani," ujarnya.

Namun dia menjelaskan ada sejumlah persoalan yang menghambat, salah satunya adalah disparitas harga antara TBS petani swadaya dengan petani plasma, yang mana semakin rendah harga TBS petani swadaya, maka peningkatan ekspor yang dibutuhkan juga semakin besar.

"Untuk mencapai harga yang diharapkan petani sawit, harus diupayakan agar harga awal TBS sebesar 1.380 rupiah per kilo gram. Antara lain dengan memperkecil disparitas harga TBS petani swadaya dan plasma, yang saat ini sekitar 400 rupiah per kg," ujarnya.

Ketua Umum Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung mengatakan penghasilan petani swadaya memang kalah jika dibandingkan dengan petani plasma, binaan perusahaan.

Nasib petani swadaya memang kurang diperhatikan selama ini. "Dari Mei hingga Juli 2022, pendapatan rata rata perbulan hanya sekitar 2,5 juta rupiah. Di sisi lain, pengeluaran rumah tangga meningkat," pungkasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top