Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Indeks Harga Perdagangan Besar I Sektor Pertanian Alami Penurunan IHPB Terdalam

Pemerintah Lamban Antisipasi Penurunan Harga

Foto : Sumber: BPS - kj/ones
A   A   A   Pengaturan Font

» Perdagangan sektor pertanian mengalami masalah di permintaannya yang oversupply sehingga harganya turun tajam.

» Pemerintah harus melakukan intervensi, terutama saat kebijakan pasar tidak bisa mengatasi masalah.

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat sektor pertanian mengalami penurunan Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB) terdalam yaitu sebesar 0,93 persen sekaligus dominan memengaruhi turunnya IHPB umum nasional sebesar 0,01 persen pada September 2021 terhadap Agustus 2021.

Kepala BPS, Margo Yuwono, dalam video conference di Jakarta, Jumat (1/10), mengatakan beberapa komoditas yang mengalami penurunan harga pada September 2021 adalah cabai rawit, telur ayam ras, bawang merah, dan ikan teri asin atau ikan kering.

Jika dilihat per sektor, pertanian merupakan penyumbang dominan pada perubahan IHPB September 2021 yang sebesar 0,17 persen. Adapun penyebab utama penurunan IHPB sektor pertanian itu, antara lain telur ayam ras, cabai rawit, wortel, dan bawang merah.

Berdasarkan hasil pemantauan BPS pada September 2021, IHPB Umum Nasional sebesar 106,34 turun 0,01 persen dari IHPB Agustus 2021 sebesar 106,35. Sektor Industri menyumbang andil sebesar 0,16 persen, sedangkan sektor pertambangan dan penggalian tidak menyumbang andil yang signifikan.

Sementara itu, IHPB sektor Pertambangan dan Penggalian naik sebesar 0,48 persen dan sektor industri naik sebesar 0,20 persen terhadap bulan sebelumnya. Dengan demikian, perubahan IHPB di tahun kalender 2021 sebesar 1,65 persen dan perubahan IHPB tahun ke tahun sebesar 2,89 persen.

Menanggapi kondisi tersebut, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, menyatakan dari laporan tersebut menunjukkan perdagangan sektor pertanian mengalami masalah di permintaannya yang menurun sehingga harganya menurun tajam.

Permintaan, jelasnya, menurun ketika diberlakukan Pembatasan Pergerakan Kegiatan Masyarakat (PPKM), namun pasokan dari produsen tetap bahkan berlebih. PPKM membuat warung makan, restoran, dan penyediaan makan minum lainnya dibatasi operasionalnya.

"Dampaknya permintaan tidak sebanyak sebelum PPKM. Permintaan turun yang selanjutnya mengakibatkan harga menjadi turun juga," kata Nailul.

Masalah berlanjut karena pemerintah lamban mengantisipasi penurunan permintaan. Langkah preventif mestinya dilakukan jauh hari sebelumnya. "Harusnya antisipasi sebelum dilaksanakan PPKM," kata Nailul.

Dia pun berharap, pemerintah segera melakukan intervensi, terutama saat kebijakan pasar tidak bisa mengatasi masalah. Misalnya, dengan menjadi perantara industri besar ke produsen (petani/peternak) dalam menyerap produksi petani.

"Industri cabai misalkan, bisa kerja sama dengan produsen mi, makanan ringan, untuk mengambil barang dari produsen langsung," kata Nailul.

Meskipun Kementerian Pertanian (Kementan) sudah melaksanakan langkah seperti itu, tetapi belum masif sehingga perlu diperluas.

Bila pemerintah tidak segera mengantisipasi penurunan permintaan dan harga, masalahnya akan semakin kompleks dan berimplikasi pada semakin bertambahnya angka kemiskinan khususnya di kalangan petani.

Semakin Sulit

Secara terpisah, Peneliti Mubyarto Institute, Awan Santosa, menegaskan kondisi pandemi membuat kondisi semakin sulit.

Saat ini, papar dia, tingkat kemiskinan dan pengangguran terbilang cukup tinggi. "Pemerintah perlu mendorong demokrasi ekonomi agar ekonomi bisa berkorelasi dengan kemiskinan dan penggangguran dan ketimpangan," kata Awan.

Lebih lanjut, BPS juga menyatakan tiga subsektor mengalami peningkatan Nilai Tukar Petani (NTP) yang mempengaruh kenaikan NTP nasional pada September 2021 sebesar 0,96 persen menjadi 105,68 jika dibandingkan bulan sebelumnya.

"Jika kita perhatikan menurut subsektor, terdapat tiga subsektor yang mengalami peningkatan NTP, yang pertama adalah subsektor tanaman pangan yang meningkat 1,14 persen," kata Kepala BPS, Margo Yuwono.

Kenaikan tersebut terjadi karena indeks yang diterima petani mengalami kenaikan 1,05 persen. Adapun komoditas yang dominan memengaruhi indeks yang diterima petani adalah karena kenaikan harga gabah, jagung, dan ketela rambat.

Kedua, tambah Margo, subsektor yang mengalami peningkatan NTP adalah perkebunan rakyat, yang naik 2,12 persen karena indeks yang diterima petani mengalami kenaikan 2,17 persen.

"Komoditas yang dominan yang memengaruhi indeks yang diterima petani adalah kelapa sawit, karet, dan kakao," pungkas Margo.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top