Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Hilirisasi Komoditas - Timah Mengandung “Rare Earth” untuk Baterai Litium

Pemerintah Harus Segera Larang Ekspor Timah

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Cadangan timah Indonesia ini menempati urutan kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok. Ironisnya, RI bukanlah penentu harga timah global.

JAKARTA - Pemerintah diminta segera mengatur larangan ekspor timah meskipun beleid baru yang diterbitkan bakal mendapat perlawanan dari negara importir. Demi mendapatkan nilai tambah, larangan ekspor harus segera diputuskan agar kerugian menjual bahan mentah berakhir.

Pengamat Ekonomi Energi Universitas Gadjah Madah (UGM) Yogyakarta, Fahmy Radi, mengatakan timah merupakan sumber daya alam strategis yang harus ditingkatkan nilai tambahnya. "Tidak hanya semata-mata untuk diekspor, tetapi juga harus dikembangkan untuk menghasilkan berbagai produk turunan, termasuk produk baterai litium untuk mobil listrik," tegasnya pada Koran Jakarta, Senin (25/1).

Timah, terang Fahmy, mengandung logam tanah jarang (LTJ) atau rare earth element (REE). Sejumlah unsur LTJ dapat digunakan sebagai bahan baku pembuatan baterai litium untuk kendaran listrik yang sedang dikembangkan di Indonesia.

Untuk menghasilkan produk turunan timah, semua stakeholder harus mengubah paradigma pemanfaatan timah dari "gali-jual" menjadi "gali-kembangkan-jual". "Pengembangan produk timah akan meningkatkan nilai tambah yang dapat memberikan kontribusi bagi pembukaan lapangan pekerjaan baru dan pertumbuhan ekonomi Indonesia," lanjut Fahmy.

Selain perubahan paradigma, pemerintah perlu melakukan intervensi untuk mempercepat pengembangan produk turunan timah. Serupa dengan komoditas nikel, pemerintah dapat melakukan intervensi melalui regulasi dengan melarang ekspor timah tanpa hilirisasi di dalam negeri melalui pengembangan produk turunan timah.

Dalam jangka pendek, larangan ekspor timah itu memang akan menurunkan volume dan nilai ekspor komoditas timah Indonesia. Namun, dalam jangka panjang, pengembangan produk timah akan dapat menaikkan nilai tambah ekspor.

Dia mengakui larangan ekspor timah itu akan menimbulkan resistensi dari berbagai negara importir. Bahkan, perlawanan itu juga akan dilakukan dengan mengadukannya ke Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sebab, pengembangan timah dapat meningkatkan nilai tambah untuk memperbesar hasil pemanfaatan komiditas tersebut sebagai sumber daya alam untuk sebesar-besarnya bagi kemakmuran rakyat, sesuai yang diamanahkan oleh konstitusi pasal 33 UUD 1945.

Saat ini, RI menjadi produsen utama timah global. Banyak negara yang bergantung pada timah Indonesia. Provinsi Bangka Belitung merupakan daerah ladang timah RI. Mengacu pada data Kementerian ESDM, total sumber daya timah RI dalam bentuk bijih sebesar 3.483.785.508 ton dan logam 1.062.903 ton, sedangkan cadangan timah Indonesia dalam bentuk bijih sebesar 1.592.208.743 ton dan logam 572.349 ton.

Cadangan timah Indonesia ini menempati urutan kedua terbesar di dunia setelah Tiongkok. Dari sisi demand, kebutuhan timah dunia berkisar 200 ribu ton per tahun. Dari jumlah itu, Indonesia berkontribusi sebesar 40 persen atau sekitar 80.000 ton per tahun. Ironisnya, RI bukanlah penentu harga timah global.

Aturan Baru

Seperti diketahui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) tengah menyiapkan regulasi untuk melarang ekspor raw material dan konsentrat timah. Sayangnya, Kementerian ESDM enggan menyebut tenggat waktu penyusunan aturan baru tersebut.

"Kami bersama Kemendag (Kementerian Perdagangan) sedang menyusun regulasi yang menutup celah terjadinya ekspor timah dalam bentuk konsentrat," tegas Direktur Pembinaan dan Pengusahaan Mineral Kementerian ESDM, Yunus Saefulhak.

Terkait potensi sengketa yang berujung ke WTO, Menteri Perdagangan Muhammad Lutfi menegaskan pemerintah akan terus memperjuangkan kepentingan Indonesia di tingkat multilateral, termasuk untuk segala jenis sengketa dagang.

Komitmen itu ditegaskan Lutfi seiring sengketa larangan ekspor bijih nikel. Saat ini, kasus itu telah dibawa Uni Eropa ke WTO. "Kami akan mempertahankan kebijakan Indonesia terkait bahan mentah," pungkas dia.

ers/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top