Pemerintah Harus Menjadi Advokat Sejati Bagi Rakyat
Ketua Pergerakan Advokat, Heroe Waskito
Foto: IstimewaJAKARTA - Gagasan Presiden Prabowo Subianto untuk berani melihat kenyataan secara objektif adalah langkah awal yang tepat untuk menjalankan reformasi lanjutan. Inilah saatnya bagi pemerintah untuk menjadi advokat sejati bagi rakyat, baik dalam menghadapi ancaman dari dalam negeri maupun dari arena internasional.
"Inilah saatnya bagi rezim untuk menjadi advokat sejati bagi rakyat, baik dalam menghadapi ancaman dari dalam negeri maupun dari arena internasional," kata Ketua Pergerakan Advokat (organisasi yang didirikan oleh para advokat berlatar belakang aktivis 98), Heroe Waskito, kepada Koran Jakarta, Minggu (20/10).
Hal itu menanggapi pidato perdana Prabowo sebagai Presiden ke-8 Indonesia usai mengucapkan sumpah jabatan dalam Sidang Paripurna MPR RI, di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Jakarta, Minggu (20/10).
Presiden Prabowo mengatakan sebagai pemimpin politik, jangan sampai terlalu senang melihat angka-angka statistik yang membuat terlalu cepat gembira, terlalu cepat puas. Padahal para pemimpin ini belum melihat gambaran sepenuhnya
"Kita sebagai pemimpin politik, jangan kita terlalu senang melihat angka-angka statistik yang membuat kita terlalu cepat gembira, terlalu cepat puas. Padahal kita belum melihat gambaran sepenuhnya. Kita merasa bangga bahwa kita bisa diterima di kalangan G20, kita merasa bangga bahwa kita disebut ekonomi ke-16 terbesar di dunia. Tapi, apakah kita sungguh-sungguh paham dan melihat gambaran utuh dari keadaan kita?,"kata Presiden Prabowo.
Reformasi Jilid 2
Heroe memberikan apresiasi atas pidato Presiden Prabowo. Menurut Heroe, pidato tersebut menegaskan pentingnya menjalankan apa yang disebut Heroe sebagai "Reformasi Jilid 2" yang harus dimulai dengan menyadari kesalahan-kesalahan yang telah terjadi selama ini.
Heroe menekankan bahwa inilah saatnya bagi rezim untuk menjadi advokat sejati bagi rakyat, baik dalam menghadapi ancaman dari dalam negeri maupun dari arena internasional.
Menurut Heroe, salah satu kelemahan yang mencolok dari status Indonesia sebagai negara G20 adalah ketidakmampuan kita untuk menjadi advokat bagi rakyat miskin.
"Status G20 tidak cukup jika kita tidak mampu mengatasi ketimpangan yang ada di masyarakat. Fakta menunjukkan bahwa ketimpangan antara kelompok kaya dan miskin di Indonesia masih sangat tinggi," tegas Heroe.
Heroe juga menyoroti perbedaan mencolok dalam tabungan masyarakat kelas atas dan bawah. Data menunjukkan bahwa 10% orang terkaya di Indonesia menguasai lebih dari 75% total kekayaan nasional, sementara 50% penduduk terbawah hanya memiliki sekitar 2% dari total kekayaan.
"Ketimpangan ini tidak hanya terjadi dalam distribusi kekayaan, tetapi juga dalam akses terhadap layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, dan pekerjaan yang layak," tambahnya.
Redaktur: Eko S
Penulis: Eko S
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Sejumlah Negara Masih Terpecah soal Penyediaan Dana Iklim
- 2 Bayern Munich Siap Pertahankan Laju Tak Terkalahkan di BunĀdesliga
- 3 Dishub Kota Medan luncurkan 60 bus listrik baru Minggu
- 4 Kasdam Brigjen TNI Mohammad Andhy Kusuma Buka Kejuaraan Nasional Karate Championship 2024
- 5 Kampanye Akbar, RIDO Bakal Nyanyi Bareng Raja Dangdut Rhoma Irama di Lapangan Banteng
Berita Terkini
- Ahokers dan Anak Abah Diyakini Bantu Cagub DKI Pramono-Rano Menang Satu Putaran
- Inter Milan Naik Ke Puncak Klasemen Usai Menang Telak 5-0 Atas Verona
- Pertamina Eco RunFest 2024 Siap Digelar Hari Ini
- IDI Kabupaten Banjarnegara Ungkap Penyebab Hemophobia, Ini Pengobatan yang Tepat
- Makin Percaya Diri, Ganda Putra Indonesia Sabar/Reza Lolos ke final China Masters