Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Transisi Energi I IPO sebagai Salah Satu Alternatif Sumber Pembiayaan

Pemerintah Diminta Jalankan Grand Strategi Energi Nasional

Foto : Sumber: Dewan Energi Nasional - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Pemerintah mendorong pemanfaatan EBT hingga 20 gigawatt (GW) pada 2030 mendatang.

» PLN seharusnya ditugaskan memperbanyak pembangkit listrik yang ramah lingkungan.

JAKARTA - Pemerintah dalam upaya mengurangi emisi karbon harus mengacu pada peta jalan transisi energi sebagaimana yang tertuang dalam Grand Strategi Energi Nasional. Pakar Ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, yang diminta pendapatnya dari Jakarta, Jumat (14/1), mengatakan hal yang paling pokok untuk meningkatkan penggunaan sumber daya energi baru dan terbarukan (EBT) adalah menjalankan rencana yang sudah matang sesuai dengan acuan.

"Percuma saja kalau sudah direncanakan sedemikian matang, tapi tidak diwujudkan. Semua langkah, kebijakan, dan target dalam transisi menuju EBT harus patuh dan mengacu pada roadmap ini agar jelas tolok ukurnya," kata Dian.

Kalau ada yang melenceng atau belum tercapai maka harus melakukan sesuatu agar kembali ke trek yang sudah disusun. Dalam transisi energi ke EBT, diakuinya tidak mudah, karena akan menghadapi banyak kendala, mulai kemampuan anggaran, dukungan bisnis dan pasar, serta berbagai kepentingan.

"Dengan modal utama kemauan politik untuk masa depan energi yang lebih sehat dan berkelanjutan, tentu itu semua bisa diatasi," katanya.

Sebelumnya, Wakil Menteri BUMN II, Pahala Nugraha Mansury, mengatakan upaya meningkatkan penggunaan EBT tetap mengacu pada Grand Strategi Energi Nasional.

Dalam peta jalan itu, EBT ditargetkan mencapai 23 persen pada 2025 dan mencapai 31 persen pada 2020 dalam bauran energi. Dalam peta jalan itu, pemerintah, kata Pahala, mendorong pemanfaatan EBT hingga 20 gigawatt (GW) pada 2030 dengan kontribusi terbesar diproyeksikan dari EBT.

Salah satu yang akan dikembangkan adalah penggunaan geotermal. BUMN diharapkan dapat mengoptimalkan geotermal di kawasan yang dikelola sendiri. Saat ini, baru 9 persen wilayah geotermal yang berproduksi dengan kapasitas 1.900 megawatt (MW).

Untuk memaksimalkan potensi pengembangan geotermal maka guna mengumpulkan dana yang dibutuhkan, Kementerian BUMN siap melakukan penawaran umum perdana saham atau Initial Public Offering/IPO di Bursa Efek Indonesia (BEI) salah satu perusahaan milik negara yaitu PT Pertamina Geothermal Energi (PGE).

Upaya pencarian dana ke publik tersebut, kata Pahala, ditargetkan bisa terealisasi pada semester I 2022.

"PGE ini targetnya di semester I-2022 ini. Targetnya di registrasi di Maret, IPO kemudian di bulan Juni mungkin," kata Pahala.

Anak usaha PT Pertamina (Persero) itu juga dapat menghasilkan produk hijau, seperti hidrogen hijau dan amonia hijau. Penggunaan EBT, jelasnya, akan meningkatkan kualitas udara dan mendukung pencapaian target pengurangan emisi gas rumah kaca nasional.

Selain itu, penggunaan geotermal juga untuk menekan impor BBM nasional. Sebab, saat ini, konsumsi BBM Indonesia sekitar 1,2 juta barel per hari. Kebutuhan BBM tersebut sebanyak 40 persen dipasok dari impor. Karena itu, untuk menghadirkan energi bersih dalam rangka terciptanya kemandirian energi nasional, dibutuhkan sumber energi lokal terutama EBT seperti geotermal.

PGE sendiri saat ini mengelola 15 wilayah kerja dengan kapasitas 1.877 MW. Dengan rincian, 672 MW dioperasikan sendiri dan 1.205 MW merupakan kontrak operasi bersama. Untuk meningkatkan pemanfaatan panas bumi, saat ini PGE mengembangkan teknologi baru dengan menggunakan binary cycle.

Perlu Dikebut

Dalam kesempatan terpisah, Peneliti Ekonomi Indef, Nailul Huda, meminta keseriusan pemerintah memperbanyak pemanfaatan pembangkit listrik EBT di tanah air. Saat ini, capaiannya masih jauh dari target 23 persen pada 2025.

"Itu menandakan masih banyak yang perlu dikebut ke depan," kata Nailul.

Pemerintah memang memiliki grand design, sehingga harus sesuai juga dengan eksekusinya di lapangan.

"Pemerintah seharusnya memerintahkan PLN untuk perbanyak pembangkit listrik yang ramah lingkungan dengan memberi insentif ke perusahaan yang mengerjakan. Selain itu, harus berani menyetop membangun Pembangkit Listrik Tenaga Uap batu bara," pungkasnya.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top