Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pelestarian Lingkungan - Indonesia Darurat Sampah Plastik

Pemerintah Bahas Sanksi untuk Kurangi Sampah Plastik

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Seruan untuk mengurangi sampah plastik di Indonesia kembali menyeruak setelah ditemukannya bangkai ikan paus sperma di wilayah perairan Wakatobi, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu. Pemerintah saat ini sedang membahas upaya pengurangan sampah plastik di Indonesia, termasuk rencana menerapkan sanksi, serta disinsentif pemakaian plastik.

"Sudah ada rencana untuk tindakannya apa, termasuk juga disinsentif pemakaian plastik, kalau memakai plastik nanti bagaimana, itu sedang dibahas ini apa sanksinya. Sedang dibahas oleh pemerintah untuk mengurangi limbah sampah atau plastik itu," kata Wakil Presiden, Jusuf Kalla, di Istana Wakil Presiden, Jakarta, Jumat (23/11).

Pembahasan tersebut, kata Wapres, antara lain mengenai tahapan penggunaan sampah plastik yang harus dikurangi di Indonesia, termasuk teknologi yang dapat digunakan untuk mengurangi sampah tersebut.

Seperti diketahui bahwa sebelumnya pemerintah telah melakukan uji coba terhadap disinsentif penggunaan kantong plastik belanja. Disinsentif tersebut berupa penerapan kantong berbayar bagi konsumen yang menghendaki kantong plastik ketika berbelanja.

Namun, kebijakan tersebut tidak efektif untuk mengurangi sampah plastik sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 97 Tahun 2017 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.

Perpres tersebut antara lain bertujuan untuk mengurangi sampah plastik hingga 30 persen di 2025.

Ancaman Serius

Sementara itu, juru kampanye Urban Greenpeace Indonesia, Muharram Atha Rasyadi, menyatakan sampah plastik menjadi ancaman nyata bagi satwa. Penemuan sampah plastik sebanyak 5,9 kilogram (Kg) dalam perut bangkai paus sperma yang terdampar di Pulau Kapota, Wakatobi, Sulawesi Tenggara, beberapa waktu lalu, telah mempertegas ancaman tersebut.

"Penemuan sampah plastik di dalam perut paus sperma menambah deretan panjang peristiwa hadirnya sampah plastik di tempat yang tidak seharusnya. Diperkirakan 94 persen plastik yang masuk ke lautan akan berakhir di dasar laut," kata dia.

Menurut Muharram, solusi utama untuk mengurangi invasi sampah plastik di lingkungan termasuk lautan adalah dengan mengurangi produksi dan penggunaan plastik sekali pakai secara signifikan. Semua sektor perlu menanggapi permasalahan ini dengan serius dan mengambil peran dalam penyelesaiannya.

Inisiatif pihak swasta seperti perusahaan produsen barang kebutuhan sehari-hari (fast moving consumer goods) harus lebih dari sekadar melakukan daur ulang. "Perlu diingat bahwa tingkat daur ulang pun masih rendah sekali, hanya 9 persen secara global," ujarnya.

Selain itu, pemerintah perlu membuat regulasi yang fokus pada pengurangan (reduksi) dan menunjangnya dengan meningkatkan kualitas sistem pengelolaan sampah secara nasional. Masyarakat juga harus lebih sadar akan permasalahan dan ancaman yang nyata ini.

"Bila tidak bertindak sesegera mungkin, akan semakin banyak kehidupan satwa yang terancam oleh keberadaan sampah plastik," tandas Muharram.

Koordinator Nasional PKS Muda, Yoandro Edwar, menyatakan kasus kematian paus di Wakatobi yang di dalam perut satwa itu ditemukan banyak sampah plastik, mengindikasikan Indonesia darurat sampah plastik. ang/fdl/Ant/E-3

Penulis : Muhamad Umar Fadloli, Antara

Komentar

Komentar
()

Top