Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Perekonomian Nasional I Produk Domestik Bruto pada Q2-2020 Negatif 5,32 Persen

Pemerintah Akan Genjot Belanja Negara di Triwulan III

Foto : Sumber: BPS - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Kontraksi kuartal II lalu merupakan pertama kalinya dalam 21 tahun terakhir sejak kuartal I-1999.

» Dari 695,2 triliun rupiah dana penanganan Covid dan PEN, baru terealisasi 145 triliun rupiah.

JAKARTA - Badan Pusat Statistik (BPS) pada Rabu (5/8) mengumumkan Produk Domestik Bruto (PDB) pada kuartal II-2020 (Q2-2020) berkontraksi atau negatif 5,32 persen dibanding periode yang sama tahun sebelumnya atau year on year. Sementara dibanding dengan kuartal sebelumnya (q to q) juga berkontraksi 4,19 persen.

Kontraksi tersebut disebabkan oleh komponen pengeluaran tumbuh negatif terutama pada ekspor barang dan jasa yang tercatat negatif 11,66 persen, Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB) atau investasi negatif 8,61 persen, konsumsi rumah tangga minus 5,51 persen, belanja pemerintah minus 6,90 persen dan konsumsi LNPRT minus 7,76 persen.

Kepala BPS, Suhariyanto, mengatakan kontraksi itu merupakan pertama kalinya dalam 21 tahun terakhir sejak kuartal I-1999. "Kalau melacak pertumbuhan ini secara kuartalan minus 5,32 persen ini terendah sejak kuartal I-1999 yang kontraksi 6,13 persen," kata Suhariyanto.

Dia berharap ada upaya ekstra melalui penyaluran stimulus dan insentif yang disiapkan pemerintah agar perekonomian kembali menggeliat pada kuartal III, terutama konsumsi rumah tangga dan belanja pemerintah.

"Skenario dan kebijakan pemerintah sudah komprehensif melalui penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN). Presiden juga telah berulang-ulang mengarahkan, semua harus memacu stimulus penanganan ekonomi untuk mendorong supply dan demand," kata Suhariyanto.

Sinyal menggeliatnya perekonomian mulai terlihat dari kenaikan jumlah penumpang transportasi darat, laut, maupun kereta api pada periode Juni terhadap Mei 2020 setelah ada pelonggaran Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).

"Mulai Juni, beberapa indikator mulai mengalami perbaikan meski masih jauh dari normal. Mari bergandengan tangan agar ekonomi makin bergerak, termasuk disiplin dalam menerapkan protokol kesehatan. Ini kunci utama agar Covid-19 tidak menyebar," katanya.

Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartarto, mengatakan pemerintah akan menggenjot belanja negara dan penyaluran stimulus serta dana PEN agar dapat mengungkit konsumsi masyarakat sebagai kontributor terbesar pada pertumbuhan ekonomi.

"Belanja dalam bentuk bantuan sosial maupun tunai diharapkan mengungkit daya beli masyarakat," katanya.

Sedangkan belanja pemerintah diharapkan semakin mempersempit celah pertumbuhan ekonomi negatif pada kuartal ketiga dan keempat 2020.

Berdasarkan data terakhir, dari total anggaran penanganan Covid-19 dan PEN sebesar 695,2 triliun rupiah baru terealisasi sekitar 145 triliun rupiah. Untuk pos kesehatan dari pagu anggaran 87,55 triliun rupiah, yang sudah masuk Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) 49,6 triliun rupiah, sehingga realisasi baru mencapai 6,3 triliun rupiah.

Sedangkan belanja untuk perlindungan sosial dari pagu anggaran 203,9 triliun rupiah, yang sudah masuk DIPA mencapai 165,3 triliun rupiah dengan realisasi 85,3 triliun rupiah. Untuk belanja sektoral dan pemda, dari pagu 106,05 triliun rupiah yang masuk DIPA 33,4 triliun rupiah dengan realisasi 7,4 triliun rupiah.

Sementara itu, dukungan ke usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dari 123,47 triliun rupiah, yang sudah masuk DIPA 119,3 triliun rupiah dengan realisasi 30,21 triliun rupiah.

Upaya Ekstra

Ekonom dari Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Fajar B Hirawan, mengatakan menurunnya konsumsi karena kebijakan PSBB yang membuat pusat perbelanjaan tutup.

"Mungkin ketika Ramadan, pusat perbelanjaan tetap buka, dan daya beli masyarakat masih ada, konsumsi rumah tangga masih bisa positif meskipun tipis," kata Fajar.

Dengan pencapaian negatif pada kuartal II maka otomatis perlu upaya ekstra untuk memacu pertumbuhan pada kuartal berikutnya agar Indonesia lolos dari resesi.

"Ada peluang lolos dari resesi dengan mendorong kuartal III ke level positif, saya yakin masih di level positif, meskipun di kisaran 0 sampai 1 persen," katanya.

Keyakinan itu didasarkan pada meningkatnya indeks manufaktur sejak Juni 2020 sudah mulai mengalami tren peningkatan, meskipun masih level kontraksi. n uyo/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Djati Waluyo

Komentar

Komentar
()

Top