Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pilkada Lampung | Kewenangan DPRD Dibatasi Oleh Aturan Perundang-undangan

Pembentukan Pansus Politik Uang Bentuk Penyimpangan Fungsi DPRD

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

BANDAR LAMPUNG - Fraksi Partai Golkar di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Lampung menolak pembentukan Panitia Khusus (Pansus) Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Lampung tahun 2018.

Ketua Fraksi Partai Golkar DPRD Provinsi Lampung, H Tony Eka Candra, mengatakan DPRD sebagai lembaga politik berpedoman kepada asas-asas penyelenggaraan pemerintahan daerah, di antaranya kepastian hukum dan tertib penyelenggaraan negara, sehingga pelaksanaan fungsi dan kewenangan kelembagaan tidak dapat melampaui kewenangan yang diatur berdasarkan sistem hukum sebagaimana Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.

"Dapat saya tegaskan bahwa fungsi dan kewenangan DPRD tidak tak terbatas, tetapi dibatasi oleh aturan perundang-undangan yang melingkupinya," kata Tony, di Bandar Lampung, Kamis (5/7).

Tony menegaskan, prinsip dasar yang menjadi acuan dan rujukan pembentukan Pansus DPRD Provinsi Lampung terhadap dugaan pidana Pilgub Lampung merupakan rezim hukum yang berada di luar wilayah kewenangan DPRD. Kemandirian penyelenggaraan pemilu dalam pelaksanaan pilkada dijamin di dalam Undang-Undang Dasar 1945, khususnya Pasal 22 E Ayat (5): Pemilihan Umum diselenggarakan oleh suatu komisi pemilihan umum yang bersifat nasional, tetap, dan mandiri.

"Sehingga pembentukan Pansus DPRD Provinsi Lampung tersebut bukan hanya perbuatan melampaui kewenangan, tetapi juga bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945, serta mengingkari kedaulatan rakyat dan prinsip-prinsip pokok negara hukum," tegasnya.

Politisi senior Partai Golkar Provinsi Lampung ini juga menjelaskan pembentukan Pansus DPRD terhadap permasalahan pilkada pada hakikatnya adalah intervensi politik terhadap lembaga-lembaga negara yang menjalankan peran dan fungsinya sebagai Penyelenggara Pemilu, serta menafikan upaya penegakan hukum yang tengah dilakukan oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota, dan Peraturan Perundangan perubahanya yaitu Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Pasal 135 A Ayat (2) memberikan kewenangan kepada Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) untuk menerima, meriksa, dan memutus pelanggaran administrasi, di mana hal tersebut selanjutnya akan menjadi preseden buruk terhadap citra DPRD dalam pembangunan demokrasi yang berkualitas dan bermartabat" jelas Tony.

Penyimpangan Fungsi

Sementara itu, Ketua Fraksi PAN DPRD Provinsi Lampung, Agus Bhakti Nugroho, mengatakan pihaknya menilai pembentukan Pansus tersebut sangat tidak relevan, bahkan lebih dari itu, merupakan penyimpangan atas tugas dan fungsi lembaga legislatif.

"Seharusnya DPRD Provinsi Lampung sebagai lembaga perwakilan rakyat mendorong upaya penegakan hukum dengan memberikan ruang yang seluas-luasnya kepada pihak berwenang, dalam hal ini Bawaslu untuk memproses permasalahan yang ada secara profesional dan objektif sesuai SOP yang berlaku tanpa diintervensi dengan kekuasaan untuk kepentingan subjektif tertentu," jelas Agus.

Agus mengatakan, terhadap dugaan terjadinya politik uang pada Pemilihan Gubernur Lampung dalam Pilkada Serentak tahun 2018 oleh pasangan calon tertentu, secara formal telah ditetapkan regulasi yang mengatur prosedur pelaksanaan dan penindakannya, hal mana merupakan upaya penegakan hukum yang menjadi tugas dan wewenang Penegakan Hukum Terpadu (Gakkumdu) dan Satgas Money Politics yang tidak dapat diintervensi oleh siapa pun dan dalam bentuk apa pun, termasuk oleh lembaga legislatif dengan membentuk Pansus terkait dugaan terjadinya politik uang. ags/rag/AR-2

Penulis : Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top