Pembelian Obligasi Pemerintah oleh BI Segera Dilegalkan
ESTHER SRI ASTUTI PENGAMAT EKONOMI UNDIP - Penggunaan dana dari utang sebaiknya lebih berhati-hati, harus dimanfaatkan ke sektor produktif bukan konsumtif, supaya ada yang dihasilkan untuk generate revenue.
Foto: ISTIMEWAJAKARTA - Pemerintah baru-baru ini dilaporkan akan memberlakukan perubahan besar-besaran pada peraturan sektor keuangan. Perubahan itu paling cepat minggu ini, setelah dua tahun masih gagal, sehingga terus mendapat dorongan dari pelaku pasar.
Seperti dilaporkan Bloomberg, undang-undang yang diusulkan berupaya memperluas mandat Bank Indonesia (BI) dan memperkuat kewenangannya untuk membeli obligasi pemerintah selama masa krisis, seperti yang telah dilakukan dalam tiga tahun terakhir untuk menopang perekonomian.
Pada akhir 2022, BI akan kembali membeli surat utang senilai 1.144 triliun rupiah atau sekitar 73 miliar dollar Amerika Serikat (AS). RUU tersebut juga berupaya untuk membawa peraturan sejalan dengan bidang teknologi keuangan dan cryptocurrency yang berkembang pesat.
DPR dijadwalkan akan menyampaikan pendapat pada pekan ini, untuk menanggapi RUU tersebut yang sudah dietujui oleh Komisi XI DPR pada 8 Desember lalu. Reformasi keuangan itu dilakukan karena peraturan yang ada dipandang rumit, sering kali tumpang tindih, bahkan bertentangan. Selain itu sudah ketinggalan zaman, mengingat ledakan fintech baru-baru ini dan rencana bank sentral untuk rupiah digital.
Pemerintah pun mengharapkan perubahan untuk membantu memperdalam pasar modal untuk membiayai kebutuhan ekonomi. Hal itu sejalan dengan tujuan Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mereformasi undang-undang untuk memangkas birokrasi dan menyederhanakan aturan, terutama untuk memastikan otoritas keuangan dapat merespons krisis dengan lebih cepat.
Jika disahkan, undang-undang tersebut akan memberi Bank Indonesia (BI) wewenang untuk membantu pemerintah melalui pembelian obligasi ketika Presiden menyatakan krisis, memperkuat langkahnya yang belum pernah terjadi sebelumnya selama pandemi yang digambarkan oleh bank sentral dan kementerian keuangan sebagai "sekali saja".
"Sebagai bagian dari rancangan, anggota dewan menginginkan bank sentral untuk berpartisipasi dalam menjaga stabilitas sistem keuangan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, serta menjaga stabilitas sistem pembayaran di atas mandat yang ada untuk memastikan rupiah dan stabilitas harga," tulis Bloomberg.
Sebelumnya reformasi tersebut didorong secara eksplisit agar memasukkan penciptaan lapangan kerja dan pertumbuhan ekonomi dalam mandat BI yang menurut para analis menimbulkan risiko terhadap independensinya.
RUU juga menjelaskan bagaimana BI dapat membiayai utang negara selama masa krisis. Selain memungkinkan untuk langsung membeli obligasi pemerintah jangka panjang di pasar perdana seperti yang dilakukan sejak pandemi, bank sentral juga dapat membeli surat berharga yang dipegang oleh perusahaan swasta melalui bank dan menebus nota pembelian kembali yang dipegang oleh lembaga penjaminan simpanan.
Pembelian surat utang negara dari penjamin simpanan itu dapat dilakukan untuk mengatasi masalah likuiditas perbankan.
Berkaitan dengan independensi BI, dikatakan masih harus melihat bank sentral dalam menjalankan mandatnya yang diperluas jika undang-undang itu disetujui, terutama di bidang dukungan ekonomi. Dengan tanggung jawab yang diperluas untuk membeli obligasi pemerintah bila perlu, anggota parlemen mengingatkan bank sentral untuk menjaga independensi dan menolak campur tangan. RUU juga melarang politisi untuk dicalonkan menjadi dewan gubernur bank sentral sementara mengembalikan larangan anggota dewan untuk bergabung dengan partai politik.
Hal penting lain dalam RUU tersebut yaitu memperkenalkan rupiah digital sebagai alat pembayaran yang sah dan mengakui cryptocurrency dan aset digital sebagai sekuritas keuangan yang diatur. Reformasi keuangan yang diusulkan akan mencakup polis asuransi di bawah cakupan lembaga penjamin simpanan. Beleid juga menetapkan kerangka kerja untuk perdagangan karbon di bursa dan layanan bullion.
Perubahan Besar
Pengamat ekonomi dari Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Esther Sri Astuti, mengatakan langkah itu merupakan perubahan besar-besaran dalam sektor keuangan. BI, jelasnya, boleh saja membeli surat utang pemerintah pada saat krisis karena jumlah utang luar negeri sangat besar, sehingga kalau menarik utang luar negeri, maka akan membebani cicilan utang dan bunga. Belum lagi masalah nilai kurs tukar rupiah terhadap dollar AS, sehingga diputuskan utang domestik dengan cara pemerintah menjual surat utang.
"Namun demikian, penggunaan dana dari utang sebaiknya lebih berhati-hati, harus dimanfaatkan ke sektor produktif bukan konsumtif, supaya ada yang dihasilkan untuk generate revenue," kata Esther.
Redaktur: Vitto Budi
Penulis: Eko S, Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Siswa SMK Hanyut di Air Terjun Lahat, Tim SAR Lakukan Pencarian
- 2 Diduga Ada Kecurangan, Bawaslu Sumsel Rekomendasikan Pemungutan Suara Ulang di Empat TPS
- 3 Calon Wakil Wali Kota Armuji Sebut Warga Surabaya Cerdas Gunakan Hak Pilih
- 4 Cuaca Hari Ini, Wilayah Indonesia Umumnya Diguyur Hujan
- 5 Jangan Hanya Ditunda, Tarif PPN 12 Persen Harus Dibatalkan