Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Pembayaran Utang Harus Mengacu ke Putusan Pengadilan Niaga

Foto : Istimewa.

Aktivitas bongkar muat perusahaan pelayaran, PT Meratus Line.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA-Putusan pengadilan niaga harus dipatuhi untuk menyelesaikan kasus utang piutang. Hal itu buntut dari kasus penggelapan Bahan bakar minyak (BBM) yang melibatkan perusahaan pelayaran, PT. Meratus Line dan perusahaan penyuplai BBM, Bahana Line

Sebab, akan jadi preseden buruk ketika pengadilan niaga yang dibuat negara dalam hal ini pemerintah dan DPR lewat undang-undang untuk menyederhanakan proses penyelesaian utang piutang, kemudian harus digantungkan penyelesaiannya di putusan perdata yang tidak jelas kapan berakhirnya.

"Ini sama dengan mengingkari tujuan adanya pengadilan niaga yang harus dijaga marwahnya bersama-sama,"ungkap Kuasa hukum PT Bahana Line dan PT Bahana Ocean Line, Syaiful Ma'arif melalui keterangannya, Kamis (17/11).

Kata dia, jika PKPU Sementara lalu PKPU tetap ternyata pemohon PKPU tidak mendapatkan haknya, maka UU sudah mengatur ujungnya adalah mekanisme pailit.

"Baik pailit karena memang bangkrut maupun karena melawan putusan pengadilan niaga,"ungkapnya melanjutkan.

Seperti diketahui, kasus buntut dari penggelapan BBM di Surabaya, Jawa Timur beberapa waktu lalu. Meratus oleh Bahana line dinilai memiliki kewajiban utang sebesar 50 milliar rupiah.

Namun Meratus dinilai belum mau membayar utang ke pemohon PKPU dengan cara menambah persyaratan pembayaran yang tidak ada dalam putusan pengadilan niaga di Surabaya, Rabu (16/11).

Menurut Syaiful, apa yang dilakukan Meratus Line selama PKPU Sementara dan PKPU Tetap kepada pemohon PKPU, maka sangat kentara sekali kalau perusahaan tersebut sedang mempermainkan putusan Pengadilan Niaga Surabaya. Tentu konsekwensinya sudah jelas, ujungnya pailit. Pailit karena melawan putusan Pengadilan Niaga.

Baca Juga :
Jaga Distribusi BBM


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top