Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Pengelolaan Anggaran

Pembayaran Bunga dan Cicilan Utang Membebani APBN

Foto : Sumber: Kementerian Keuangan - Litbang KJ/and - KJ
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA- Pembayaran cicilan dan bunga utang pemerintah jumlahnya sangat besar, sehingga membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan membatasi ruang gerak ekonomi. Hal itu menjadi tantangan utama pemerintah di bidang ekonomi yang harus diselesaikan dengan pengelolaan fiskal dan APBN yang baik, termasuk mengontrol utang secara ketat dan serius.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, sebelumnya menyatakan realisasi pembiayaan atau penarikan utang pada 2020 mencapai 1.226,8 triliun rupiah atau 100,5 persen dari target yang ditetapkan Perpres 72/2020.

Besarnya tambahan utang tersebut selain untuk membiayai defisit juga untuk membiayai penanganan Covid-19 dan program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) sebesar 695,2 triliun rupiah.

Sedangkan pembayaran cicilan pokok utang dari anggaran 2020 mencapai 99,6 triliun rupiah dan bunga utang 338,8 triliun rupiah, sehingga secara totalnya mencapai 438,4 triliun rupiah. Pada 2021, pembayaran cicilan pokok utang dianggarkan sebesar 82,3 triliun rupiah dan bunga utang sebesar 373,3 triliun rupiah atau secara total mencapai 455,6 triliun rupiah.

Menanggapi kondisi tersebut, Pakar Kebijakan Publik dari Universitas Brawijaya Malang, Andi Feta Wijaya, mengatakan risiko beban utang negara sangat berdasar dan pemerintah harus memperhatikan kemampuan membayar kembali utang tersebut.

"Kita harus melihat juga struktur utang kita apakah porsinya masih lebih besar dalam valuta asing (valas). Kalau porsinya besar, akan riskan sekali pengembaliannya karena terkait dengan ekspor yang turun karena kondisi saat ini," kata Andi.

Andi mengimbau agar pemerintah harus punya prioritas dalam penggunaan anggaran. Pos pengeluaran yang tidak terlalu mendesak bisa direalokasi ke pos yang sangat mendesak.

Kurang Produktif

Secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Atmajaya Jakarta, YB Suhartoko, mengatakan ruang fiskal harus tetap dijaga agar fleksibel. Jangan sampai, beban pembayaran cicilan dan bunga utang yang harus dibayar tiap tahun membelenggu anggaran, sehingga kurang produktif.

Kalau kondisi seperti itu terjadi, maka peningkatan kapasitas ekonomi secara nasional sulit dilakukan pemerintah, karena ruang fiskal menjadi sangat terbatas atau bahkan tidak ada lagi. "Keberadaan pemerintah untuk bertindak melakukan counter cyclical terhadap kondisi resesi sulit dilakukan," kata Suhartoko.

Langkah antisipasi yang dilakukan salah satunya adalah dengan mengatur emisi obligasi negara agar tidak jatuh tempo bersamaan, meningkatkan penerimaan negara dan melakukan manajemen utang yang baik.

Pemerintah juga perlu mencari peluang meningkatkan penerimaan negara setelah resesi. Kebijakan lainnya tambah Suhartoko yang pemerintah bisa lakukan adalah manajemen utang pemerintah dengan tetap memperhatikan fungsi dan perannya sebagai garda katalisator pertumbuhan dan pembangunan ekonomi.

Selain itu, pemerintah melalui Kemenkeu harus menagih piutang negara yang berasal dari penyaluran Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI). Kewajiban melakukan hak tagih tidak pernah dijalankan padahal masih aktif karena presiden sampai saat ini tidak pernah menghapus piutang BLBI.

n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Komentar

Komentar
()

Top