Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Mata Uang - Pernyataan Trump Bisa Mengubah Kebijakan Ekonomi Dunia

Pelemahan Rupiah Berpotensi Hambat Pertumbuhan Ekonomi

Foto : Sumber: BPS – Litbang KJ/and
A   A   A   Pengaturan Font

>>Tak bisa dihindari, kenaikan suku bunga akan menekan pertumbuhan ekonomi.

>>Depresiasi rupiah menjadi sumber masalah bagi kesehatan fiskal, beban utang bertambah.

JAKARTA - Sejumlah kalangan menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia pada semester II tahun ini bakal terhambat. Hal itu dipicu oleh berbagai faktor dari dalam negeri karena pelemahan rupiah yang merembet ke semua sektor, seperti kenaikan suku bunga dan kesehatan fiskal.

Sedangkan faktor dari luar negeri terutama meluasnya dampak perang dagang dan serangkaian kebijakan Amerika Serikat (AS) lain yang berpotensi menimbulkan ketidakpastian global.

"Memang ekonomi Indonesia pada semester II ini berada pada posisi berat. Satu, nilai tukar yang melemah itu menjadi salah satu sumber pelemahan daya saing ekonomi," kata ekonom Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Ahmad Ma'ruf, saat dihubungi, Senin (2/7).

Menurut dia, pelemahan kurs rupiah bisa menguntungkan ketika Indonesia bisa memanfaatkan momentum pasar ekspor. Sayangnya, saat ini dunia tengah menghadapi ancaman perang dagang dan tren proteksionisme.

"Bagi Indonesia, itu menjadi dilema dan tidak jelas karena ada di blok dalam konteks persaingan global. Namun secara normatif, kita sebenarnya sedang mencari celah dari perang dagang itu," jelas Ma'ruf.

Di sisi lain, lanjut dia, ternyata kebutuhan impor lebih tinggi. Kalau impor untuk konsumsi, kemungkinan masih bisa ditahan lajunya. Tapi, ketika impor untuk industri akan merugikan karena biaya produksi menjadi lebih mahal.

"Ini akan menjadi trade off. Harga barang lokal akan menjadi kompetitif akibat kenaikan harga barang impor. Nah, ini kesempatan barang lokal untuk menjadi kompetitif," ungkap Ma'ruf.

Ma'ruf menambahkan depresiasi rupiah juga menjadi sumber masalah bagi kesehatan fiskal. Ketika nilai tukar melemah, secara otomatis beban utang bakal bertambah.

"Dan ini yang membebani APBN. Jadi, bukan karena menambah utang, tapi kurs kita yang melemah. Ini merugikan," kata dia.

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengatakan pemerintah Indonesia mewaspadai dinamika kebijakan perdagangan antara AS dan Tiongkok yang ketegangannya diperkirakan akan berlanjut dalam jangka waktu yang panjang.

"Indonesia perlu untuk mewaspadai bahwa terjadi dinamika yang tinggi antara negara-negara Barat dan Tiongkok. Dan itu dampaknya menimbulkan spillover," kata Sri Mulyani, Senin.

Menurut Menkeu, gejolak tersebut akan membuat beberapa indikator mengalami pergerakan dan bisa menimbulkan tekanan ke pertumbuhan ekonomi.

"Kita dihadapkan suasana global yang bergerak. Memang dampaknya dengan suku bunga (BI) naik, mungkin pertumbuhan ekonomi akan tertekan itu tidak bisa dihindari," ucap Sri Mulyani.

Kondisi Normal Baru

Lebih lanjut, dia menjelaskan bahwa situasi dunia saat ini mengalami kondisi normal baru, antara lain ditandai dengan tingkat suku bunga meningkat, adanya ketidakpastian karena perang tarif, serta perubahan harga minyak.

Penyesuaian akibat membaiknya perekonomian di AS masih akan terus berlangsung, dan reaksi dari negara-negara lain yang terpengaruh kebijakan AS di bidang perdagangan juga sedang dimulai.

"(Presiden AS) Trump itu bisa setiap saat melakukan pernyataan yang bisa mengubah kebijakan ekonomi dunia. Trump bahkan juga meminta timnya melakukan review prinsip-prinsip di WTO (Organisasi Perdagangan Dunia)," kata dia.

Menkeu menilai berbagai kondisi tersebut pasti akan dicerna oleh pasar. Seluruh situasi ini akan berjalan sampai tahun depan, atau sampai seluruh siklus kenaikan suku bunga The Fed sudah dicerna pasar secara lebih normal.

Oleh karena itu, lanjut dia, pemerintah akan terus menjaga dampak turunannya terhadap ekonomi Indonesia dalam jangka panjang.

Sri Mulyani mengatakan pemerintah akan mencoba melakukan bauran kebijakan untuk mengisi kebijakan suku bunga dan relaksasi kredit oleh Bank Indonesia (BI).

"Kami lakukan di fiskal melalui insentif, pajak, dan juga sisi belanja. Tujuannya adalah untuk mengurangi tekanan di perekonomian kita," ujar dia. Ma'ruf memprediksi pertumbuhan ekonomi 2018 tidak akan melebihi tahun lalu.

Namun, perekonomian tahun ini juga tidak akan drop terlalu jauh. "Memang peluang turunnya tinggi karena tekanan eksternal dan internal.

Bisa lima persen itu sudah prestasi," tukas dia. Meski begitu, Ma'ruf mengingatkan pemerintah tidak boleh terjebak pada angka-angka saja.

Pertumbuhan ekonomi yang inklusif atau berkualitas lebih baik daripada pertumbuhan ekonomi tinggi, tapi ketimpangan juga tinggi.

"Jadi, kalau tumbuhnya cuma 5 persen, tapi kalau diikuti penurunan angka kemiskinan dan ketimpangan, itu menurut saya lebih baik, daripada tumbuh 6 persen, tapi ketimpangannya melebar," papar dia. ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top