Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2025 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 30 Apr 2024, 08:43 WIB

Pekerja Perikanan dan Perkebunan Kerap Diabaikan

Foto: istimewa

JAKARTA - Kesejahteraan buruh di sektor perikanan dan perkebunan jauh dari kata layak karena rendahnya upah yang diterima. Padahal, waktu kerjanya sangat lama, namun nasibnya sering diabaikan oleh pemberi kerja atau perusahaan.

"Sebenarnya jika mau jujur, yang lebih parah itu di sektor perikanan tangkap. Upah mereka sangat tidak layak, sementara beban kerja dan waktu kerjanya bisa lebih lama dari batas normal. Begitu juga di sektor perkebunan seperti kelapa sawit," ungkap Ketua Federasi Serikat Pekerja (FSP) Kerah Biru Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI), Royanto Purba dalam diskusi virtual terkait "Lindungi Hak Pekerja dalam Bisnis" yang digelar oleh Forum Merdeka Bara Sembilan (FMB9) di Jakarta, Senin (29/4).

Karena itu, pihaknya sangat mendukung terbitnya Perpres No 60 Tahun 2023 tentang Strategi Nasional Bisnis dan HAM (Stranas BHAM), yang di dalam juga mengatur perlindungan hak asasi pekerja. Aturan ini diteken Presiden Jokowi pada 23 September 2023 lalu sebagai tindak lanjut dari peringatan Hari Buruh 1 Mei 2023.

Ditegaskan Royanto, Pepres tersebut sangat sesuai dengan poin delapan dalam 17 poin Sustainable Development Goals (SDGs) terkait pekerjaan layak dan pertumbuhan ekonomi. Tujuannya adalah mempromosikan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan, inklusif dan berkelanjutan, kesempatan kerja penuh dan produktif, serta pekerjaan yang layak untuk semua.

"Jadi aturan baru ini sangat sesuai dengan pertumbuhan bisnis yang berkelanjutan," tegasnya.

Disampaikannya, regulasi di Indonesia itu sudah sangat baik, namun kendalanya masih di pengawasan. "Makanya kami berharap agar begitu mandatory, maka pengawasan terkait upah atau kesejahteraan buruh atau pekerja ini harus benar benar diperhatikan pemerintah," tandas Royanto.

Direktur Kerja Sama HAM, Kementerian Hukum & HAM Harniati mengatakan uji tuntas dari Stranas BHAM ini masih bersifat voluntary dan nanti akan diarahkan untuk mandatory.

Dalam Bisnis dan HAM terdapat Penilaian Risiko Bisnis dan HAM (Prisma) untuk membantu perusahaan menganalisis risiko dampak HAM yang disebabkan oleh kegiatan bisnis. Dalam Prisma sendiri terdapat 12 indikator yakni kebijakan HAM, tenaga kerja, kondisi kerja, serikat pekerja, privasi, diskriminasi, lingkungan, agraria dan masyarakat, adat, tanggungjawab sosial/ CSR (Corporate Social Responsibility), mekanisme pengaduan, rantai pasok, serta dampak HAM bagi perusahaan.

Nilai Pasar

Dalam kesempatan sama, Pengurus Yayasan Bina Swadaya, Dr. Eri Trinurini Adhi mengatakan penerapan bisnis dan HAM yang baik dalam perusahaan juga memberi manfaat terhadap nilai pasar dari perusahaan tersebut.

Karenanya, dirinya mendorong agar semakin banyak lagi perusahaan yang menjalankan Stranas BHAM ini. "Bahwa penerapan sustainability itu akan selalu beriringan dengan nilai pasar perusahaan tersebut," pungkas Eri.

Redaktur: Muchamad Ismail

Penulis: Erik, Fredrikus Wolgabrink Sabini

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.