Nasional Mondial Ekonomi Daerah Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kudeta Militer

PBB: Krisis di Myanmar Bisa Jadi Konflik Besar

Foto : A FP/Fabrice COFFRINI
A   A   A   Pengaturan Font

JENEWA - Ketua Hak Asasi Manusia (HAM) Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada Selasa (13/4) mewanti-wanti kemungkinan terjadinya kejahatan atas kemanusiaaan di Myanmar dan mengatakan bahwa krisis di negara itu bisa mengarah pada konflik besar seperti yang terjadi di Suriah.

"Saya khawatir situasi di Myanmar bisa mengarah ke konflik besar-besaran," kata ketua HAM PBB, Michelle Bachelet. "Negara-negara (di dunia) tak boleh membiarkan kesalahan yang fatal di masa lalu di Suriah dan di negara manapun terulang lagi," imbuh dia seraya menyerukan agar ada tindakan segera dan pasti untuk mendesak pemimpin militer yang berada dibalik kudeta pada 1 Februari lalu untuk menghentikan kampanye penindasan dan pembantai rakyat.

"Tindak brutal dan penindasan terhadap rakyatnya sendiri justru akan menggiring sejumlah individu untuk menyuarakan angkat senjata. Kekerasan tanpa akhir dan mungkin kejahatan atas kemanusiaaan, bisa terjadi di seluruh Myanmar," papar Bachelet.

Pernyataan Bachelet itu dilontarkan setelah sebuah kelompok pemantau lokal yaitu Assistance Association for Political Prisoners (AAPP) pada Senin (12/4) malam melaporkan korban jiwa akibat tindakan keras junta terhadap demonstran telah mengakibatkan kematian sekitar 710 warga sipil termasuk diantaranya kematian 50 anak-anak.

Myanmar berada dalam situasi penuh kekacauan dan perekonomiannya mengalami kelumpuhan sejak militer merebut kekuasaan dari tangan pemimpin sipil, Aung San Suu Kyi pada 1 Februari lalu.

Saat ini aksi protes yang menolak kudeta dan menuntut agar Suu Kyi dibebaskan terus terjadi di seluruh wilayah Myanmar.

Pada Selasa ini, demonstran penentang kudeta menyatakan akan mengubah perayaan Tahun Baru Thingyan jadi sebuah pawai protes dan mereka memboikot tradisi perang adu lempar air dengan menyatakan bahwa mengikuti perayaan tradisi ini tak menghormati pengorbanan pejuang demokrasi.

"Kami tak menggelar perayaan secara biasanya karena kami tak bisa bersuka ria hingga diktator digulingkan dan kami akan melakukan revolusi hingga semua itu terjadi," ungkap seorang aktivis mahasiswa dari Kota Mandalay yang enggan menyebutkan jati dirinya.

Sementara itu seorang pengunjuk rasa bernama Ray dari Yangon menyatakan selama berlangsung perayaan Thingyan selama 5 hari akan dijadikan momentum bahwa kelompok demonstran akan melakukan perlawanan terhadap diktator dan mereka akan terus berjuang bagi demokrasi.

Selain di Mandalay dan Yangon, aksi protes yang digerakkan kaum muda juga terjadi di kota-kota lain seperti di Kota Mawlamyine, Dawei, dan sejumlah kota kecil lain di Negara Bagian Shan dan Kachin.

Tingkatkan Serangan

Sementara itu dilaporkan pula bahwa kelompok-kelompok pemberontak etnik terus melakukan serangan terhadap militer dan polisi Myanmar. Serangan pemberontak ini menimbulkan ketakutan bahwa krisis di Myanmar ini bisa menjadi konflik sipil yang lebih luas.

Sebuah kelompok bantuan sosial di Negara Bagian Karen melaporkan bahwa militer Myanmar telah melakukan serangan udara pada kubu pemberontak sebagai balasan pada Sabtu (10/4) pekan lalu.


Redaktur : Ilham Sudrajat
Penulis : AFP, Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top