Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pelestarian Lingkungan

Paus Fransiskus Akan Terbitkan Pembaruan Ensiklik Perubahan Iklim

Foto : FILIPPO MONTEFORTE / AFP

Paus Fransiskus memberikan berkatnya kepada para peziarah selama doa Angelus di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Rabu (2/10). Paus berpendapat negara-negara kaya harus menerima bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab atas krisis iklim dan membantu negara-negara miskin.

A   A   A   Pengaturan Font

VATICAN CITY - Pemimpin Umat Katolik Seluruh Dunia, Paus Fransiskus, pada Rabu (2/10), akan menerbitkan pembaruan tentang ide-ide untuk menghadapi perubahan iklim, delapan tahun setelah peringatan tesis penting tentang kehancuran akibat perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia.

Dikutip dari France 24, pembaruan singkat dari ensiklik Laudato Si (Praise Be To You) 2015 ini diterbitkan hanya beberapa minggu sebelum putaran berikutnya perundingan iklim PBB dimulai di Dubai, di tengah peringatan dunia sedang berada dalam bahaya dalam mencapai tujuan-tujuannya mengenai perubahan iklim, mengurangi emisi karbon.

Ensiklik berisi ajaran Paus mengenai iman dan kesusilaan. Biasanya ensiklik ditulis dalam bahasa Latin yang merupakan bahasa resmi Vatikan. Tetapi sekarang, banyak pula keluar terjemahan dalam lain-lain bahasa lazimnya yang jenis vernakular dipahami umum.

"Teks kepausan yang baru, Laudate Deum (Puji Tuhan), akan berisi pandangan tentang apa yang telah terjadi dan katakan apa yang perlu dilakukan," kata Paus Fransiskus, 86 tahun, bulan lalu.

Dokumen asli, yang mencapai hampir 200 halaman, ditujukan tidak hanya kepada 1,3 miliar umat Katolik di dunia, tetapi juga semua orang di planet ini, sebuah seruan terhadap solidaritas global untuk bertindak bersama melindungi "rumah kita bersama".

Berdasarkan penelitian iklim, laporan itu dengan jelas menyatakan umat manusia bertanggung jawab atas pemanasan global, dan memperingatkan laju perubahan dan degradasi yang cepat telah membawa dunia mendekati "titik puncaknya".

Namun pernyataan tersebut juga memiliki pesan moral yang kuat, di mana Paus Fransiskus menyalahkan konsumerisme, individualisme, dan upaya mencapai pertumbuhan ekonomi sebagai penyebab "planet ini menjadi kering".

Paus berpendapat negara-negara kaya harus menerima bahwa merekalah yang paling bertanggung jawab atas krisis iklim dan membantu negara-negara miskin yang paling menderita.

Perdebatan Global

Dokumen tersebut memicu perdebatan global yang belum pernah terjadi sebelumnya mengenai teks keagamaan, termasuk komentar di jurnal ilmiah.

Beberapa bulan kemudian, terdapat terobosan dalam perundingan iklim PBB di Paris, yang menurut para ahli Vatikan memainkan peran penting di balik layar.

Hampir setiap negara di dunia berkomitmen untuk membatasi pemanasan hingga "jauh di bawah" dua derajat Celsius di atas tingkat pra-industri.

Namun bulan lalu, PBB memperingatkan dunia tidak berada pada jalur yang tepat untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut, sementara para pemantau iklim memperkirakan tahun 2023 akan menjadi tahun terpanas dalam sejarah umat manusia, dengan musim panas di belahan bumi utara yang ditandai dengan gelombang panas, kekeringan, dan kebakaran hutan.

"Sudah waktunya bekerja sama untuk menghentikan bencana ekologis sebelum terlambat," kata Paus Fransiskus bulan lalu dalam pidato video di Majelis Umum PBB.

Teks baru ini diperkirakan jauh lebih pendek dibandingkan tesis 2015, sementara formatnya, yang berupa nasihat apostolik dibandingkan ensiklik, kurang berpengaruh dalam teologi Katolik.

Ottmar Edenhofer, Kepala Institut Penelitian Dampak Iklim Potsdam dan penasihat Laudato Si, mengatakan hal tersebut tidak mungkin memberikan pengaruh yang sama.

Edenhofer mengatakan perubahan iklim merupakan isu nyata dalam Gereja Katolik, namun juga memicu perdebatan di kalangan komunitas ilmiah, dan menunjukkan bagaimana sains dan agama dapat bekerja sama.

Namun, meski Paus Fransiskus menjadikan perubahan iklim sebagai tema utama kepausannya, Edenhofer mengatakan pengaruhnya tidak sebesar itu.

"Otoritas moral Gereja Katolik telah menurun secara signifikan dalam delapan tahun terakhir, dan salah satu alasannya adalah krisis pelecehan seksual," katanya.

Pada 2015, Paus Fransiskus baru menjabat selama dua tahun dan "dianggap sebagai salah satu pemimpin moral yang besar, pemimpin paling penting di seluruh dunia".

"Namun saat ini, dunia berada dalam krisis, Gereja berada dalam krisis, saya rasa hal ini tidak akan mempunyai dampak yang sebanding," kata Edenhofer.

Namun dampak dari Laudato Si tetap ada, melalui komunitas global yang saling berbagi gagasan untuk bertindak, sementara Vatikan juga membentuk sebuah platform yang menawarkan panduan tentang apa yang dapat dilakukan.


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top