Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Berita Hoaks -- Banyak Disinformasi yang Membahayakan

Pasukan Siber Ancam Demokrasi

Foto : Istimewa

Anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Herlambang P Wiratraman

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Masyarakat diminta untuk mewaspadai keberadaan pasukan siber yang dapat memengaruhi opini publik dan mengancam demokrasi. Imbauan ini disampaikan anggota Akademi Ilmuwan Muda Indonesia, Herlambang P Wiratraman, di Jakarta, Senin (27/12).

"Tren pasukan siber ini akan semakin terorganisasi untuk memengaruhi opini dan perasaan publik. Ini justru sangat berbahaya bagi demokrasi," ujar Herlambang. Ia menyampaikan imbauan tersebut saat menjadi narasumber webinar bertajuk "Refleksi Akhir Tahun 2021 Penegakan Hukum: Peluang dan Tantangan ke Depan."

Dosen Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) itu menyampaikan bahwa Riset Lembaga Penelitian, Pendidikan, dan Penerangan Ekonomi dan Sosial (LP3ES) menunjukkan pasukan siber tersebut telah ada sejak tahun 2012.

Berdasarkan data yang diperlihatkan Herlambang dalam webinar tersebut, pada tahun 2012, LP3ES menemukan pasukan siber yang memengaruhi opini publik saat pemilihan gubernur Jakarta. Ada pula isu politik identitas yang dibawa pasukan siber pada tahun 2017 dalam Pemilihan Gubernur DKI Jakarta.

Keberadaan pasukan siber tersebut, kata Herlambang, merupakan wujud represi media dan hukum di masa-masa ketika dunia memasuki era manipulasi. Di era manipulasi, kebohongan, kontra narasi, dan tindakan-tindakan yang menghambat ataupun mendangkalkan informasi, terus bermunculan.

"Maka, tidak mengejutkan muncul pasukan siber, industri hoaks, buzzer, dan aktor-aktor yang menyangkal informasi," ujar dia. Dengan demikian, lanjut Herlambang, keberadaan mereka berdampak pada munculnya disinformasi yang membahayakan. Contoh, dalam konteks pandemi Covid-19.

Menurutnya, pasukan siber yang memengaruhi opini publik untuk menyangkal adanya virus Covid-19 justru membahayakan nyawa rakyat. Di samping itu, pasukan siber dapat melanggar hak-hak dasar warga, termasuk hak atas informasi publik. "Maka, masyarakat perlu waspada dan mencermati segala informasi," tandas Herlambang.

Bertransformasi

Sebelumnya, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengingatkan ancaman siber dan radikalisme di Mako Brimob Polri, pekan lalu. Menurut dia, perkembangan dunia telah menimbulkan banyak perubahan dalam konteks kehidupan berbangsa dan bernegara. Salah satunya konsep keamanan dalam negeri.

Sebelumnya keamanan dalam negeri hanya berfokus pada ancaman tradisional. Namun seiring perkembangan informasi dan teknologi, bentuk ancaman pun bertransformasi. "Di antaranya, munculnya ancaman siber, penyebaran radikalisme, permasalahan lingkungan, dan bencana," papar Mahfud.

Dengan munculnya ancaman-ancaman baru ini, lanjut Mahfud, lingkup upaya mewujudkan dan mempertahankan keamanan dalam negeri pun semakin meluas. Maka penting bagi Brimob untuk dapat mengenali dan beradaptasi dengan isu-isu strategis yang berpotensi menjadi ancaman keamanan dalam negeri. "Terlebih lagi, Polri saat ini sedang disorot oleh masyarakat," kata Mahfud.

Di Mako Brimob Polri, Mahfud memastikan kesiapan, serta memberikan apresiasi dan motivasi kepada prajurit Korps Brimob. "Saya sangat mengapresiasi dan bangga kepada seluruh prajurit Brimob atas karyanya dalam mengharumkan nama Indonesia serta menjaga keutuhan bangsa," ujar mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini.

Dia menyaksikan dari dekat dua pasukan Brimob: Gegana dan Pelopor. Brimob selama ini menjadi andalan penanganan gangguan Kamtibmas berkadar dan intensitas tinggi menggunakan senjata api, bahan peledak, kimia, dan radiologi. Mahfud mengaku bangga menyaksikan kemampuan Brimob. Ia yakin Brimob mampu menghadapi permasalahan yang terus berevolusi.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara, Agus Supriyatna

Komentar

Komentar
()

Top