Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kebijakan Moneter

Pasar Tunggu Kenaikan Bunga Acuan Bank Indonesia

Foto : ANTARA/Sigid Kurniawan

Hasil RDG BI - Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo memberikan keterangan pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) tambahan di Jakarta, Rabu (30/5). BI kembali menggelar RDG pada hari ini (28/6).

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Pasar menunggu hasil Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI) pada 28-29 Juni 2018 yang kemungkinan besar akan memutuskan kenaikan suku bunga acuan, BI-7 Day Reverse Repo Rate.

Kenaikan itu bertujuan mengimbangi kenaikan bunga Bank Sentral Amerika Serikat (AS), Federal Fund Rate atau FFR, pada pertengahan bulan ini.

Berdasarkan data Bloomberg, nilai tukar rupiah di pasar spot pada perdagangan Selasa (26/6) melemah 0,14 persen ke level 14.179 rupiah per dollar AS.

Kurs tengah rupiah di Bank Indonesia juga melemah 0,41 persen menjadi 14.163 rupiah per dollar AS.

Pada Rabu (27/6), pasar rupiah libur berkaitan dengan pelaksanaan pilkada serentak di Indonesia. Peneliti Indef, Bhima Yudhistira, mengatakan menjelang RDG BI nilai tukar rupiah masih menghadapi tekanan, menyusul data defisit neraca perdagangan Mei 2018. Defisit itu merupakan kali keempat sepanjang tahun ini.

"Bahkan, pada penutupan perdagangan pekan ini kurs rupiah diprediksi masih berada di atas level 14 ribu rupiah per dollar AS," ujar dia, di Jakarta, Rabu (27/6).

Sebelumnya dikabarkan, BI perlu menaikkan suku bunga acuan lagi, dari level 4,75 persen saat ini. Hal ini bertujuan untuk mengimbangi kenaikan FFR, yang diprediksi akan dilakukan empat kali sepanjang tahun ini, dan tiga kali lagi tahun depan.

Sementara itu, sepanjang Mei lalu, BI telah dua kali menaikkan bunga acuan masing-masing sebesar 25 basis poin (bps).

Sedangkan The Fed pada pertengahan Juni untuk kedua kalinya dalam tahun ini menaikkan FFR sebesar 25 bps menjadi di kisaran 1,75-2,00 persen.

Oleh karena itu, kenaikan bunga acuan BI diperlukan guna menjaga agar spread dengan FFR tidak makin menyempit sehingga akan memicu pelarian modal (capital outflow) dan tekanan depresiasi terhadap rupiah.

Menurut Bima, sinyal kenaikan bunga BI yang diprediksi sebesar 25 bps menjadi 5 persen sebenarnya bisa menjadi sentimen positif untuk mengurangi tekanan depresiasi pada rupiah.

Kebijakan moneter ketat itu diharapkan menaikkan kupon Surat Berharga Negara (SBN) sehingga yield spread (selisih imbal hasil) dengan obligasi pemerintah AS, Treasury Bond, bisa ditekan dan harga beli SBN di pasar sekunder kembali naik. ahm/WP

Komentar

Komentar
()

Top