Panorama Lanskap Samudra Rawa yang Luas di Hulu Sungai Utara
Foto: IstimewaDi Hulu Sungai Utara bisa menyaksikan luasnya rawa hijau sejauh mata memandang. Di sini selain dikenal sebagai habitat kerbau rawa saat ini mulai dikembangkan wisata susur rawa serta melihat kerajinan dari purun yang tumbuh di perairan ini.
Povinsi Kalimantan Selatan memiliki luas 38.744,00 kilometer. Secara geografis, lokasinya berada di bagian tenggara Pulau Kalimantan. Di bagian barat di wilayah sekitar Sungai Barito berupa dataran rendah. Di bagian tengah di timur berupa dataran tinggi yang dibentuk dibentuk oleh Pegunungan Meratus.
Pada wilayah dataran rendah itu sebagian besar berupa rawa baik rawa pasang surut maupun rawa lebak. Luas lahan rawa pasang surut mencapai 186 ribu hektare, sedangkan lahan rawa lebak mencapai 137 ribu hektare.
Rawa pasang surut adalah rawa yang terletak di tepi pantai, dekat pantai, muara sungai atau dekat muara sungai dan tergenang air yang dipengaruhi pasang surut air laut. Sedangkan rawa lebak adalah rawa yang terletak jauh dari pantai dan digenangi air akibat luapan air sungai atau air hujan yang menggenang secara periodik atau menerus.
Lahan rawa pasang surut berada di tiga kabupaten yakni Kabupaten Barito Kuala, Kabupaten Banjar, dan Kabupaten Tapin. Sedangkan lahan rawa lebak berada di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kabupaten Hulu Sungai Selatan, dan Kabupaten Tapin.
Salah satu kabupaten dengan luas lahan rawa lebak adalah Kabupaten Hulu Sungai Utara (HSU) yang beribukota di Amuntai. Luasnya mencapai 892,70 kilometer persegi atau 89.270 hentare. Dari luasan tersebut luas lahan rawanya mencapai 89 persen yang sebagian besar belum termanfaatkan secara optimal.
Memang di HSU lahan terhampar sangat luas. Bagi masyarakat luas, ekosistem rawa cukup menarik. Potensi ini kemudian dikembangkan sebagai daya tarik wisatawan untuk berkunjung ke kabupaten dengan maskot patung itik atau bebek.
Wisata rawa yang bisa dituju adalah Sungai Namang di Kecamatan Danau Panggang. Tempat ini sekarang sudah mulai banyak dikenal warga HSU sendiri maupun dan di luar HSU. Lokasinya berada di barat dari pusat Kota Amuntai. Jika menggunakan kendaraan membutuhkan waktu sekitar 30 menit melalui jalan raya yang kondisinya cukup baik.
Untuk mengenalkan wisata Sungai Namang, pemerintah Desa Sungai Namang telah memasang tulisan sebagai petunjuk objek wisata di Jalan Alabio Danau Panggang di beberapa titik sehingga mudah ditemukan. Pemerintah setempat juga telah menyiapkan lahan parkir.
Untuk mencapai lokasi objek wisata pengunjung harus menaiki perahu dayung dengan nama kelotok untuk menyeberang dengan ongkos 2.000 rupiah per orang. Sesampainya di lokasi, pengunjung dapat menikmati pemandangan rawa-rawa yang sangat luas seperti lautan hijau.
Di tempat tersebut juga disediakan titik-titik foto agar pengunjung bisa mengabadikan mereka pernah datang di tempat tersebut. Di Sungai Namang juga telah dibangun jembatan dari bambu dan juga beberapa tempat untuk berfoto bagi pengunjung. Jika ingin mengunjungi tempat tersebut, harus menggunakan kapal dayung atau kelotok untuk menyeberang.
Pengunjung tidak perlu khawatir untuk mendapatkan makanan dan minuman karena warga berjualan di lokasi. Tidak ada batasan waktu berapa lama di antara mereka berada di tempat itu asal tidak sampai malam, sehingga bisa sepuasnya menikmati pemandangan rawa.
Sebelum menjadi objek wisata, masih berupa rawa yang tertutup oleh tanaman liar. Hingga akhirnya dilakukan pembersihan dan pembangunan sebagai objek wisata. Jika ingin lebih jauh menikmati suasana dan menikmati sensasi berperahu di sekitar Sungai Namang mengelilingi aliran anak sungai menggunakan kelotok bermesin.
Ekowisata Swargaloka
Dalam upaya mendorong tumbuhnya potensi wisata, pemerintah daerah HSU meluncurkan Ekowisata Swargaloka. Wisata yang ditawarkan berupa susur rawa dengan nama Susur Awang Rawa Gambut dan Lokasi Kerajinan.
Desa yang dipilih dalam kegiatan wisata ini adalah Desa Pulantani dan Desa Tambak Sari Panji.
Desa Pulantani, Kecamatan Haur Gading, telah dikenal sebagai sentra kerajinan dari tanaman purun (Lepironia articulate) yang banyak tumbuh di rawa-rawa setempat. Tumbuhan rawa ini dibabat lalu dikeringkan kemudian dianyam menjadi kerajinan tikar, topi, tas, dan lainnya.
Agar lebih menarik dikembangkan wisata susur sungai. Pemerintah desa saat ini menawarkan pilihan paket perjalanan bagi para pengunjung yang ingin menyusuri daerah rawa HSU.
Pengunjung diberi pilihan untuk bisa memulai perjalanan dari Desa Pulantani atau dari Desa Tambak Sari Panji di Kecamatan Amuntai Selatan. Sama dengan Desa Pulantani, Desa Tambak Sari Panji juga merupakan sentra pengrajin kerajinan dari purun.
Susur rawa dari Desa Pulantani dimulai dari dermaga Sunung menuju demplot (demonstration plot) budidaya purun di daerah Awan Kari. Perjalanan berhenti di Pondok Pemantau Api, sebelum kembali ke titik semula.
Untuk perjalanan yang lebih ringan dan lebih singkat, pengunjung bisa memulai perjalanan dari Desa Tambak Sari Panji. Perjalanan dimulai dari kantor desa menuju dermaga Danau Caramin menuju demplot purun, Awang Kari dan Awang Lanan, lalu berhenti di Pondok Pemantau Api.
Pondok Pemantau Api menjadi salah satu titik tujuan wisata susur rawa. Ketika kemarau tiba, lahan rawa yang cukup luas sering mengalami kebakaran. Agar kebakaran tidak meluas dan berdampak pada ekosistem yang ada dibangunlah pondok tersebut.
Pondok Pemantau Aii memiliki ketinggian sekitar 5 meter dari permukaan air. Dari bangunan pondok ini wisatawan dapat melihat seluruh hutan rawa dan hamparan kebun purun. Panorama rawa sangat cocok untuk memanjakan mata yang sumpek dengan kehidupan kota, selain menikmati keriangan dengan berswafoto.
Kini bangunan Pondok Pemantau Api yang sederhana diperindah dengan cara dicat untuk menarik wisatawan yang singgah untuk beristirahat dengan berfoto. Umumnya pengunjung ingin berlama-lama di Pondok Pemantau Api untuk beristirahat sambil menikmati semilir angin kaya oksigen di Pulau Kalimantan.
Yang unik dari ekosistem rawa di HSU dapat dijumpai peternakan kerbau rawa (Bubalus bubalis). Entah bagaimana sejarahnya kerbau-kerbau rawa ini hingga bisa berada di Kecamatan Paminggir. Umumnya yang datang untuk melihat kerbau rawa adalah orang di luar HSU.
Untuk menuju Paminggi, perjalanan diarahkan ke Danau Panggang yang berjarak 22, 9 kilometer dari pusat Kota Amuntai dengan waktu tempuh sekitar 43 menit menggunakan transportasi darat. Kemudian dilanjutkan dari Danau Panggang ke ke Paminggir sejauh 10,5 kilometer hanya menggunakan alat transportasi sungai.
Waktu tempuhnya perjalanan tersebut bervariasi tergantung jenis transportasi air yang digunakan. Tarif kelotok atau speedboat antara antara 600 ribu hingga 1 juta rupiah tergantung besar kapal dan jumlah muatan.
Sejauh ini sudah ada jalan darat menuju Paminggir, namun belum dilakukan pengaspalan. Kelebihannya perjalanan sungai wisatawan dapat menikmati menikmati deburan ombak air dan hembusan angin sembari melihat aktivitas kehidupan masyarakat yang bermukim di tepi sungai sepanjang alur yang dilewati.
Di Paminggir, peternak biasanya melepas kerbaunya pada pagi-pagi sekali. Oleh karenanya wisatawan yang ingin menyaksikan aktivitas pelepasan ternak dari kalang (kandang) ke sungai untuk berenang, disarankan untuk berangkat dini hari sekitar pukul 04.30 WITA dari Kota Amuntai. Kelebihan berangkat pada pagi hari dapat menyaksikan kemunculan sunrise dari atas kelotok atau speedboat di atas perairan.
Kabid Pariwisata Dispopar HSU, Fahrurraji di Amuntai, mengatakan bahwa wisatawan tidak perlu khawatir tidak bisa menjumpai kerbau turun dari kalang. Peternak bisa dihubungi untuk menahan ternaknya dulu agar jangan dilepas sebelum wisatawan tiba. Namun demikian tidak bisa karena kerbau mereka akan pasti gelisah karena ingin mencari makan.
"Biasanya paling lama sampai pukul 08.30 WITA kami bisa menahan kerbau lepas dari kalang agar para wisatawan bisa menyaksikan hewan tersebut dilepas ke perairan rawa," ungkap salah satu peternak di Desa Tampakang, H Fahri dikutip dari Antara.
Ia mengaku sering menerima kunjungan wisatawan lokal termasuk pejabat tamu daerah yang ingin melihat peternakan kerbau rawa. Para wisatawan biasanya memberikan insentif seikhlasnya kepadanya atas kesediaan menahan kerbau turun dari kandang demi menunggu kedatangan wisatawan.
Kerbau rawa merupakan spesies kerbau yang bisa berenang mencari makannya rerumputan yang ada di perairan rawa. Agar tidak tertukar dengan kerbau miliki peternak lain, pemilik memberi ciri khas tertentu di tubuh ternak mereka agar mudah dikenali.
Yang agak mengganggu bentang alam di Paminggir tempat kerbau rawa digembalakan adalah berdirinya bangunan tinggi untuk usaha sarang burung walet. Jumlah bangunannya yang cukup banyak membuat Paminggi yang berada di wilayah terpencil menjadi mirip wilayah perkotaan. hay/I-1
Redaktur: Ilham Sudrajat
Penulis: Haryo Brono
Tag Terkait:
Berita Trending
- 1 Keluarga Sido Muncul Kembangkan Lahan 51 Hektare di Semarang Timur
- 2 Kejati NTB Tangkap Mantan Pejabat Bank Syariah di Semarang
- 3 Pemerintah Diminta Optimalkan Koperasi untuk Layani Pembiayaan Usaha ke Masyarkat
- 4 Para Penggemar K-Pop Ikut Tolak Rencana Kenaikan PPN 12 Persen
- 5 Generasi Muda Tak Perlu Cemas, Produk Berbahan Baku Herbal Diandalkan Hadapi Food Pleasure
Berita Terkini
- Menjiwai Peran, Aktris Cinta Laura Belajar Bahasa Jawa hingga Lakukan Adegan Aksi di Filmnya
- Ayo Go Internasional, Wamen Christina Ajak Lulusan Poltekkes Manado Bekerja ke Luar Negeri
- Kiprah Perempuan Prancis yang Bangkit dari Keterpurukan untuk Selamatkan Sekolah di Thailand
- Keren, Ornamen Tematik Natal Hiasi Stasiun Gambir dan Pasar Senen
- Ini Prioritas yang Akan Dilakukan dari Operasi Lilin Semeru di Madiun