Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
PPDB Sistem Zonasi | Kemendikbud Dinilai Tak Konsisten dalam Membuat Peraturan

Ombudsman Minta PPDB Dievaluasi

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Ombudsman Republik Indonesia akan mengevaluasi sistem pelaksanaan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2019. Ini perlu dilakukan mengingat sistem PPDB tersebut menimbulkan keresahan masyarakat di sejumlah daerah.

Anggota Ombudsman, Ninik Rahayu, mengatakan evaluasi PPDB harus dilakukan melihat pentingnya tujuan PPDB ini dalam pemerataan pendidikan. Menurutnya, sejauh ini ada beberapa hal yang bisa dievaluasi yaitu terkait koordinasi dan sosialisasi dalam pelaksanaan PPDB 2019.

"Ada dua hal yang jadi permasalahan, yakni sistem zonasi karena diberlakukan tidak adil, kedua favoritisme sekolah. Dua hal ini bersumber dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) yang kurang koordinasi dengan pemerintah daerah, dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri). Kedua kementerian ini kurang sosialisasi kepada masyarakat," ujar Ninik dalam acara Ngopi Bareng Ombudsman, di Jakarta, Kamis (27/6).

Ia memaparkan kurangnya koordinasi antara Kemendikbud dan Kemendagri berakibat pada inovasi-inovasi yang dilakukan pemerintah daerah dalam membuat petunjuk teknis atau juknis untuk melaksanakan PPDB. Jika koordinasi dilakukan, lanjut ia, Kemendagri akan ikut mengawasi kebijakan dan inovasi pemerintah daerah sehingga bisa sesuai dengan Permendikbud No 51 Tahun 2018.

"Inovasi kalau tidak mengurangi substansi, sebetulnya tidak masalah. Tapi yang terjadi inovasi dari daerah malah banyak menghancurkan substansi dari sistem zonasi," ucapnya.

Ia juga menjelaskan pemerintah daerah boleh melakukan inovasi karena tiap daerah memiliki permasalahan berbeda. Meski begitu, inovasi yang dilakukan harus tetap memuat tujuan dari PPDB yaitu menghilangkan favoritisme sekolah dan diskriminasi dalam pendidikan.

Menurut Ninik, kurangnya sosialisasi memicu keresahan di masyarakat. Ini dapat dilihar dari fenomena-fenomena yang terjadi, seperti mengantre sejak dini hari. "Padahal kalau informasi sampai, masyarakat tidak akan resah," tambahnya.

Terkait dengan pelaksanaan evaluasi yang dilakukan Ombudsman, Ninik mengatakan evaluasi dilakukan setelah pelaksanaan PPDB selesai dilaksanakan di seluruh wilayah. Adapun evaluasi tersebut, lanjut ia, berdasarkan laporan-laporan yang didapat dari Kantor Perwakilan Ombudsman yang terdapat di 34 provinsi.

Ketua Ombudsman, Amzulian Rifai menambahkan, pada dasarnya Ombudsman sepakat dan mendukung dengan adanya PPDB sistem Zonasi, karena tujuannya menciptakan pendidikan yang adil dan berkualitas. Meski begitu, evaluasi mesti dilakukan mengingat sekolah negeri merupakan layanan publik dan pelayanannya mesti sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

"Tujuan baik belum tentu baik dan berdampak signifikan jika tidak siap dengan perbaikan-perbaikan. Tapi Zonasi ini perlu dilakukan, karena terbukti mampu membuka permasalahan-permasalahan pendidikan," ujarnya.

Tidak Konsisten

Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman Wilayah Jakarta Raya, Teguh P Nugroho menilai Kemendikbud tidak konsisten dalam membuat peraturan. Ia menjelaskan meski Permendikbud yang mengatur tentang PPDB ini menggunakan sistem zona, tapi dalam Peraturan Pemerintah Nomor 13 Tahun 2015 terkait sistem pendidikan nasional masih menggunakan UN harus dijadikan dasar untuk kenaikan jenjang pendidikan di tingkat selanjutnya.

"Perlu dipastikan bahwa peraturan dan regulasi terkait zonasi itu harus memperhatikan dan mengsinkronisasi dengan peraturan perundangan yang lain," ujarnya.

Selain itu, ia juga menyebut jika PPDB ingin tetap menggunakan zonasi, maka PP Nomor 13 Tahun 2015 harus ditinjau ulang. Sebelum langkah tersebut diambil, menurutnya perlu ada proses keselarasan dulu di Kemendikbud agar peraturan yang baru tidak bertentangan. ruf/E-3

Penulis : Muhamad Ma'rup

Komentar

Komentar
()

Top