Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Oleh-oleh dari Jogja Tak Hanya Bakpia Pathok

Foto : koran jakarta /eko s putro

oGerai wingko babat milik Ahmad Tambat.

A   A   A   Pengaturan Font

Jika Anda bosan dengan oleh-oleh khas Yogyakarta (Jogja) berupa gudeg dan bakpia Pathok. Sebenarnya ada banyak pilihan yang bisa dibawa dari kota pelajar ini, salah satunya wingko babad, pilihan yang lebih tropis, khas pesisir Nusantara karena terbuat dari bahan baku kelapa, beras ketan, dan gula putih.

Ditinjau dari asal muasalnya, sulit sebenarnya menerima kenyataan bahwa bakpia kemudian menjadi oleh-oleh khas Jogja. Tapi begitulah dunia konsumen, tak kenal sangkan paran tak kenal seluruh bahan yang menyusun, kecuali ia yang bisa memenangkan pasar.

Bakpia berasal dari Tiongkok dengan nama asli Tou Luk Pia yang artinya kue pia hijau. Versi lain mengatakan bakpia berasal dari bahasa Tionghoa dialek Hokkian, dari kata "bak" yang berarti daging dan "pia" yang berarti kue, yakni roti yang berisi daging.

Banyak versi lagi bagaimana bakpia mulai diperdagangkan di Jogja. salah satu versi yang banyak dipercakapkan adalah nama Kwik Sun Kwok seorang pendatang dari luar Jogja (atau Tiongkok ?) lah yang memulai sejarah bakpia Jogja.

Dari bahan penyusunnya, jelas bahwa bakpia sangat tidak Nusantara sebab dibuat dengan bahan utama terigu. Padahal, terigu 100 persen didapatkan dari impor, kini angkanya sudah sembilan juta ton per tahun. Seperti Indomie yang sekarang jadi produk kebanggaan Indonesia di luar negeri, sejarah bakpia sebagai oleh-oleh khas Jogja adalah sejarah lupa bahwa tak ada unsur nusantara kecuali bahwa itu dimulai di sini, dibuat di sini, dipasarkan di sini, dan meraih sukses besar dalam penjualan. Bakpia adalah keajaiban hubungan manusia dan pasar, bukan keajaiban hubungan manusia dengan alam sekitarnya.

Wingko Babad

Pukul 05. 00 pagi, setiap hari, kesibukan dimulai di dapur Wingko Babad dengan merek Kelapa Gading yang berada di Jalan Godean Km 9 Sayegan Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY). Bahan-bahan utama yang terdiri dari parutan kelapa segar, beras ketan, dan gula pasir putih diaduk dalam sebuah loyang besar. Terus adonan diaduk hingga campur merata.

"Jam 11 siang nanti baru matang, lalu dicetak, baru dipanggang. Panggangnya sebentar saja, 15 menitan sudah matang," kata Ahmad Tambat, pemilik Wingko Babad Kelapa Gading, baru-baru ini.

Sehari-hari, Ahmad Tambat mampu memproduksi ribuan biji Wingko Babad yang ia jual dengan harga 22.500 rupiah untuk isi 15 dan 30 ribu untuk isi 20.

Memasuki akhir Ramadan, ia sudah tidak melayani pembelian langsung karena pesanan sudah membeludak. Jadi, jika ingin menjadikan Wingko Babad Kelapa Gading sebagai oleh-oleh dari Jogja, Ahmad menyarankan untuk memesan dulu sehari atau dua hari sebelumnya. Dan, tidak ada cabang selain yang berada di Jalan Godean Km. 9 ini.

Sebenarnya, menurut Ahmad, membuat wingko babad lebih sederhana dari membuat bakpia yang harus membuat isi dan kulit. Wingko cukup membuat adonan kelapa dan ketan lalu dipanggang. Prosesnya pun lebih cepat. Namun, ia belum mau meningkatkan kapasitas produksi karena pelancong Jogja masih tetap memburu bakpia sebagai oleh-oleh ketimbang wingko.

Memang, meski banyak diproduksi di Jogja, ada puluhan brand atau merek dan banyak juga yang dijual di pusat oleh-oleh Jogja, wingko babad lebih dikenal sebagai oleh-oleh khas Semarang. Padahal, dari namanya saja, wingko tampak jelas berasal dari babad sebuah daerah di dekat Tuban, Jawa Timur, kota pelabuhan besar di era kejayaan Majapahit. Dan berbagai cerita menyebutkan pedagang Tionghoa-lah yang pertama kali, pada awal abad 20, membuat wingko babad di Babad Tuban sebagai adaptasi dari bakpia dengan bahan-bahan penyusun dari daerah setempat yakni parutan kelapa dan beras ketan. Nah!

YK/E-3

Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top