Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Alterantif Pendanaan - OJK Hanya Melakukan Kesepakatan dengan Pemilik “Platform”

OJK Segera Terbitkan Aturan "Equity Crowdfunding"

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

BOGOR - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tengah menggodok peraturan mengenai layanan urun dana melalui penawaran saham berbasis teknologi informasi atau equity crowdfunding.

Direktur Pengaturan Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan, Luthfy Zain Fuady, mengatakan aturan ini masih dalam tahap pengkajian dan diharapkan bulan ini masuk dalam Rapat Dewan Komisioner (RDK).

"Bila bulan ini RDK maka sekitar 15- 30 hari baru bisa diundangkan oleh Kemenhukam. Mudahmudahan tahun ini bisa keluar POJK itu," ungkapnya di Bogor, Sabtu (20/10).

Menurut Luthfy, equity crowdfunding dapat menjadi alternatif sumber pendanaan terutama bagi perusahaan rintisan (start-up) dengan bentuk investasinya berupa penyertaan saham.

Kendati demikian, equity crowdfunding memiliki sejumlah risiko seperti tidak dapat dividen, sahamnya tidak likuid, dilusi kepemilikan saham, kehilangan modal (capital loss), kegagalan operasional penyelenggara, dan asimetris informasi dan kualitas informasi.

Oleh karena itu terkait tidak likuidnya saham penerbit, Luthfy pun tidak membantah sebab hal tersebut menjadi pertanyaan sebagian besar pada forum-forum internasional.

Apalagi, OJK sebagai pihak yang pertama kali mengenalkan dan memperbolehkan menyelenggarakan platform trading sekunder.

"Dalam diskusi kita dengan sesama regulator di tingkatan ASEAN, mereka bahkan belum membuat aturan mengenai perdagangan sekundernya," imbuhnya.

Lutfhy menjelasakan poinpoin yang akan diatur adalah penyelenggara atau platformnya. Kemudian, mengatur tentang siapa yang membeli produk tersebut dalam hal ini investor atau pemodalnya.

Selanjutnya, mengatur tentang siapa yang menjual produk tersebut dalam hal ini penerbit atau korporasi.

Serta, mengatur tentang kewajiban-kewajiban mereka dan bagaimana sistemnya. "Pemilik platform-nya bisa PT (Perseroan Terbatas), koperasi juga bisa bentuknya," ucapnya.

Pemilik "Platform"

Dari segi pengawasan, OJK hanya melakukan kesepakatan dengan pemilik platform dan tidak dengan penerbit. Tentu saja apabila terjadi pelanggaran maka berasal dari pemilik platform tersebut.

"Risiko yang dapat dilanggar yakni platform tidak sempurna dalam melakukan reviu terhadap penerbit. Kemudian, kewajiban bagi si penerbit untuk melapor ke platform atau webnya.

Ketika di situ ada pelanggaran terlambat lapor dan yang salah si penerbit. Kedua soal kontennya yang dilaporkan itu yang bermasalah.

Kalau ada kesalahan dalam penyusunan laporan keuangan walaupun ETAP tetap ada hitungannya maka yang dikenakan sanksi adalah penerbit," papar Luthfy.

Terkait dengan satuan perdagangan, kata Lutfhy, hal tersebut tidak diatur di dalam aturan tersebut.

Sebab, transaksinya tidak menggunakan Bursa maka tidak menggunakan satuan perdagangan.

"Orang membeli selembar pun boleh. Namun, ada kontradiksi antara penerbit dan platform. Misalnya, boleh juga diatur mereka paling boleh membeli 10 lembar sepeeti satu lot berarti 10 lembar.

Tapi terserah kontrak antara si penerbit dan platform," ucap dia. Luthfy menyontohkan, di Inggris pasarnya hanya buka perdagangan setiap dua minggu sekali.

Mereka yang beli pun harus anggota di platform itu karena adanya syarat nasabah dan investor. yni/AR-2

Penulis : Yuni Rahmi

Komentar

Komentar
()

Top