Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Pinjaman “Fintech”

OJK-Aparat Diminta Awasi Praktik Rentenir Digital

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan aparat penegak hukum diminta dapat lebih tegas dalam rangka mengawasi rentenir berkedok layanan jasa keuangan berbasis teknologi financial technology (fintech). Selama ini, dibalik kemudahan dan kecepatan pemberian fasilitas kredit dari fintech pier to pier lending (P2P Lending), layanan keuangan nonbank tersebut menetapkan bunga yang cukup besar, bahkan melampaui perbankan.

"Korban bunuh diri beberapa waktu lalu adalah puncak gunung es dari persoalan rentenir online. Yang berwenang harus segera berbenah dan bertindak tegas melindungi masyarakat dari jeratan mereka," kata Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Ecky Awal Mucharam dalam siaran pers di Jakarta, Selasa (19/2).

Seperti dikabarkan sebelumnya, seorang pengemudi taksi daring bernama Zulfandi (35) ditemukan tewas di kamar kostnya di daerah Tegal Parang, Jakarta Selatan, Senin (11/2). Zulfandi tewas gantung diri setelah diduga tak kuat menghadapi pola penagihan akibat pinjaman online. Melalui sepucuk surat yang dia tulis sebelum melakukan aksinya, Zulfandi meminta kepada OJK dan pihak berwajib untuk memberantas pinjaman online.

Menurut Ecky, OJK tak boleh lepas tangan dengan mengatakan bahwa perusahaan pemberi pinjaman tersebut adalah ilegal. Karenanya, baik OJK maupun aparat harus dapat proaktif.

"Baik OJK maupun aparat penegak hukum harus lebih proaktif dan saling berkoordinasi memburu perusahaan-perusahaan fintech ilegal tersebut, sebab masyarakat sulit mencari tahu mana yang legal atau ilegal," jelasnya.

Apalagi, dia mengingatkan bahwa permasalahan rentenir daring sudah memakan korban banyak. Pada 2018, LBH menerima sekitar 1.300 aduan dan diperkirakan jumlahnya bisa lebih banyak lagi.

Bunga Tinggi

Ecky menuturkan, nasabah dari rentenir berkedok fintech itu kerap tercekik dengan tingginya bunga pinjaman, dalam penagihan utang. "Bunga pinjaman fintech ini ada yang sampai 450 persen per tahun. Bahkan lebih tinggi dari rentenir bank keliling yang sering beredar di masyarakat," ujarnya.

Untuk itu, ujar dia, pemerintah harus benar-benar dapat mengatur berjalannya fintech dengan baik sehingga tidak merugikan atau menimbulkan korban di kemudian hari. Dia menegaskan tidak boleh ada fintech yang beroperasi tanpa izin OJK.

Kemudahan dan kecepatan proses peminjaman menjadi alasan masyarakat memilih meminjam lewat fintech dibandingkan ke perbankan. Bahkan proses peminjaman melalui fintech bisa cair paling lama berkisar 2-3 hari. Sayangnya, masyarakat tak terlalu mempedulikan tingginya bunga pinjaman yang dibebankan oleh fintech kepada nasabah.

Terkait ketentuan bunga kredit fintech P2P Lending, OJK menegaskan regulator tidak mengatur secara spesifik besaran bunga yang ditetapkan. Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia atau AFPI mengatur batas bunga hingga denda maksimum untuk peminjam yang menunggak. mad/Ant/E-10


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top