Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ideologi Bangsa I Mesti Ada Pemikiran Baru Menyegarkan Implementasi Pancasila

Nilai Pancasila Makin Tergerus

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Upaya untuk terus membumikan nilai Pancasila dalam masyarakat terus dilakukan. Semua itu agar filosofi bangsa ini diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Jakarta - Pancasila adalah nilai-nilai yang hidup di tengah masyarakat. Namun seiring dengan berjalannya waktu, terjadi pergeseran pada nilai-nilai Pancasila. Misalnya, Pancasila dalam kurikulum wajib pendidikan dasar, menengah, dan tinggi sempat dihilangkan. Dengan semakin tergerusnya nilai Pancasila di tengah masyarakat, melalui simposium ini akan melahirkan pemikiran- pemikiran segar, sehingga mampu meningkatkan kesadaran masyarakat akanpentingnya Pancasila sebagai ideologi negara.

Wakil Ketua DPR RI, Utut Adianto mengatakan hal itu ketika membuka Simposium Nasional bertema "Institusionalisasi Pancasila dalam Pembentukan dan Evaluasi Peraturan Perundang-Undangan" di Jakarta, Senin (30/7) Utut mengaku, UU yang diproduksi selama ini kurang diharmonisasikan secara rigid dengan nilai-nilai Pancasila.

Bahkan ia menemukan, bahwa UU yang dihasilkan selama ini lebih berorientasi pada kepentingan kelompok tertentu, dan bukan kepentingan rakyat secara keseluruhannya. Oleh karena itu, kedepannya politisi PDI Perjuangan itu meminta BPIP lebih aktif dalam memberi masukan di setiap proses pembuatan undang-undang.

Agar UU yang dihasilkan DPR bersama pemerintah dapat memiliki nilai-nilai Pancasila dan dapat diimplementasikan. "Event Simposium Nasional ini diinisiasi oleh Badan Keahlian DPR. Kita ingin tahu apakah nilai-nilai Pancasila sudah ada dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Karena kalau membuat undang- undang, pertama itu ketentuan umum, kedua asas dan tujuan. Itu semua Pancasila dan UUD 1945. Nah yang sekarang kita inginkan ini tata nilainya masuk," ungkap Utut.

Smposium tersebut dihadiri oleh 200 peserta dengan menghadirkan pembicara dari berbagai elemen diantaranya; Gubernur Lemhanas, Agus Widjojo, dan Anggota Satuan Tugas Khusus BPIP Romo Benny Susetyo. Kemudian pada malam harinya Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Mahfud MD dan Gubenur Sumatera Barat Irwan Prayitno turut berkontribusi menyampaikan pemikirannya. Anggota Satuan Tugas Khusus BPIP Romo Benny Susetyo memandang kualitas UU yang dihasilkan DPR dan pemerintah selama ini belum benar-benar sinergis dengan nilai-nilai Pancasila.

Ia berpendapat, salah satu penyebabnya yakni masih kurangnya kualitas wakil rakyat di parlemen yang disebabkan kepada sistem demokrasi elektoral berbiaya tinggi. "Kalau dilihat, demokrasi itu lebih seperti pasar bebas sehingga tidak ada ideologis. Makanya demokrasi kita lebih kepada kepentingan pasar," ungkapnya.

Demokrasi pasar bebas yang dimaksud Romo Benny yakni tidak adanya ideologi yang secara jelas menjadi pegangan partai politik dalam menjalankan demokrasi. Seperti, jelang Pemilu 2019, partai politik banyak mencomot tokoh-tokoh terkenal semacam artis-artis, pesohor, pengusaha yang secara kualitas belum ada pengalaman dalam berpolitik, namun karena ketenaran dan kemapanannya mereka direkrut partai sehingga yang terpenting nilai jual partai meningkat.

Instrumen Hukum

Sementara Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Letjen TNI (Purn) Agus Widjojo berpendapat bahwa nilai-nilai Pancasila seharusnya juga dibina lewat instrumen hukum tidak tertulis yang dihidupkan di masyarakat. Agus menjelaskan bahwa penanaman nilai Pancasila di masyarakat terlalu bergantung pada berbagai produk hukum tertulis.

"Hukum tertulis di sini (Indonesia-red) jauh mengalahkan hukum tidak tertulis, andalan kita adalah hukum tertulis," katanya. Menurutnya, berbagai upaya menanamkan nilai-nilai Pancasila selama ini seolah mengandalkan berbagai hukum tertulis terutama yang diproduksi parlemen. Padahal ada berbagai cara yang lebih cepat bersentuhan langsung dengan masyarakat melalui hukum tidak tertulis.

"Kita sebetulnya terlambat untuk membina hukum tidak tertulis, agak terabaikan," katanya. Selama ini lanjut Agus, berbagai perbincangan soal Pancasila belakangan ini menunjukkan bahwa Pancasila belum benar-benar dirasakan mengakar, apalagi dipahami substansinya. rag/sur/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top