Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Dasar Negara - Model Pengajaran Sejarah Perlu Diubah

Nilai-nilai Pancasila Harus Direaktualisasi

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Untuk bisa diimplementasikan dalam perkembangan masyarakat yang dinamis maka niai-nilai Pancasila harus direvitalisasi dan direaktualisasi.

YOGYAKARYTA - Berbagai upaya merevitalisasi dan mereaktualisasi nilai-nilai Pancasila harus segera dilakukan. Perlu ditekankan bahwa Pancasila merupakan elemen yang sangat sentral dan vital bagi keberadaan Indonesia sebagai suatu kesatuan bangsa dan negara. Sadarkan kembali masyarakat bahwa nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila itu tetap sama relevannya ketika dulu dicetuskan maupun sekarang.

"Untuk itu, perlu digalakkan kembali studi-studi mengenai Pancasila serta filsafat dan alam pikir yang melatarbelakanginya," kata dosen program magister ilmu religi dan budaya dan jurusan sejarah Universitas Sanata Dharma, Yogyakarta, Baskara T Wardaya SJ, dalam sarasehan yang digelar Forum Alumni 85 Jurusan Sejarah dan Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan Prodi Pendidikan Ilmu Sejarah Universitas Sanata Dharma, di Yogyakarta, Sabtu (8/7).

Dalam sarasehan yang mengangkat tema Guru Sejarah Mengawal NKRI, Menangkal Intoleransi dan Radikalisme dari Ruang Kelas ini, Baskara mendesak digelar sosialisasi Pancasila ke masyarakat, namun bukan dengan cara-cara yang indoktrinatif atau pemaksaan yang dipenuhi aroma vested-interests. Pancasila, misalnya, perlu dimasukkan kembali ke dalam kurikulum sekolah supaya dipelajari para siswa, namun bukan secara paksaan, melainkan secara kritis dan partisipatif.

Dalam rangka reakutalisasi Pancasila, tambah Baskara, perlu didorong adanya dialog yang kritis dan terus-menerus antara prinsip-prinsip dasar dalam Pancasila dan realitas kehidupan sosial politik keseharian sekarang. Ini perlu dilakukan supaya hidup bersama masyarakat sebagai bangsa memiliki kesatuan langkah dalam mengatasi masalah-masalah bersama, dari bencana alam, konflik-konflik sosial, hingga wabah korupsi yang kian sistemik, massif, dan terstruktur.

Baskara mengingatkan dalam rangka revitalisasi dan reaktualisasi Pancasila perlu disadari bahwa pada satu sisi Pancasila bukanlah benda sakral-religius yang perlu disembah-sembah. Namun, pada sisi lain Pancasila merupakan rumusan prinsip-prinsip dasar dalam kehidupan berbangsa dan bernegara Indonesia.

Membuat Prihatin

Semua itu perlu dilakukan, menurut Baskara, karena akhir-akhir ini melalui forum-forum akademik maupun non-akademik, media sosial maupun media massa, ada sejumlah permasalahan yang bisa membuat dahi berkerut penuh rasa prihatin berkaitan dengan masalah kehidupan berbangsa.

Dia mencontohkan adanya upaya membentuk kesatuan-kesatuan militeristik anti-negara sambil merekrut banyak anak muda untuk bergabung di dalamnya.

Contoh lain, Baskara menyebut lunturnya solidaritas sosial sehingga sekelompok warga negara bisa melukai atau membunuh warga lain secara publik tanpa merasa bersalah hanya karena beda keyakinan. Merebaknya korupsi dengan jumlah yang nyaris tak terbayangkan sebelumnya serta makin tidak pekanya sebagian elite politik terhadap kondisi masyarakat pada umumnya.

Baskara berharap dengan upaya-upaya revitalisai dan reaktualisasi Pancasila seperti itu bangsa Indonesia akan menjadi bangsa yang semakin besar, yang semakin mampu tegak berdiri sebagai bangsa yang kokoh dan bermartabat.

Sementara itu, praktisi pengajar sejarah, Anton Haryono, menyarankan perlunya perubahan yang menyeluruh dalam model pengajaran sejarah. Perubahan tersebut, antara lain metodologi pengajaran hingga jam pelajarannya.

"Guru-guru sejarah juga perlu membuat eksperimen-eksperimen dalam mengajar. Jangan ada lagi guru menyuruh menghapal kepada murid-muridnya. Bila perlu, para murid diajak turun ke lapangan dan berinteraksi dengan masyarakat," kata Anton.

Ketua panitia sarasehan, YB Murdiana, mengatakan mobilisasi sentimen agama yang digencarkan kelompok-kelompok tertentu dengan menggunakan label agama cenderung menjadi gerakan intoleran dan radikal. YK/N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto
Penulis : Eko S

Komentar

Komentar
()

Top