Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Sabtu, 20 Jun 2020, 03:00 WIB

Nicke Widyawati Pertamina Harus Jadi 'Driver' Pertumbuhan Ekonomi Nasional

Foto: ISTIMEWA

Teka-teki siapa Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina (Persero) akhirnya terjawab. Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN), Erick Thohir, tetap mempertahankan Nicke Widyawati sebagai nakhoda BUMN Energi tersebut melalui Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) pada Jumat (12/6) lalu.

Beragam program dan tugas berat menantinya mulai dari restrukturisasi dan holding, initial public offering (IPO), harga dan impor BBM, pembangunan kilang, transisi energi, bantuan UMKM hingga prestasi Pertamina di Top 500 Fortune Global.

Lantas langkah-langkah apa saja yang akan dilakukan oleh Nicke Widyawati dalam mencapai target dari berbagai program tersebut serta menghadapi ketatnya persaingan dan tantangan di bisnis energi? Berikut kutipan wawancara wartawan Koran Jakarta, Fredrikus W Sabini, dengan Nicke Widyawati di Jakarta, beberapa hari lalu.

Selamat atas terpilihnya Ibu sebagai Dirut Pertamina. Semoga selalu sukses bersama Pertamina. Dalam RUPS pekan lalu, posisi direksi diciutkan dari 11 menjadi enam. Mengapa dikurangi, agenda apa di balik keputusan itu?

Baik, terima kasih Mas. Sebenarnya terkait pengurangan direksi itu bukan rencana yang tiba-tiba yah. Kalau masih ingat akhir 2016 lalu, Kementerian BUMN sudah selesai menyusun yang namanya program restrukturisasi BUMN, holdingnisasi. Waktu itu disampaikan ke Komisi VI DPR, kemudian dilanjutkan dengan penyusunan buku putih oleh Kemen BUMN dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

Buku putih untuk holding migas keluar 2018 dan di akhir 2018 subholding pertama untuk holding migas itu lahir, yakni subholding gas, PGN masuk ke Pertamina Grup dan Pertagas masuk dalam subholding. Kemarin itu merupakan lanjutannya lahir lagi lima subholding yang lainnya. Jadi, ini cerita bersambung bukan tiba-tiba.

Tetapi, apa bisa dengan kondisi sekarang, lagi ada pandemik? Bukankah tidak kondusif untuk agenda-agenda besar itu?

Justru pandemi mempercepat proses kelahirannya. Era fossil fuel (minyak, batu bara, dan gas bumi) akan berubah ke era new energy. Seluruh dunia sudah memprediksinya akan terjadi transisi energi, tetapi dengan adanya pandemi membuat ini lebih cepat dari rencana. Kita pun harus berubah lebih cepat.

Transformasi yang dilakukan saat ini adalah untuk menyiapkan lini bisnis Pertamina berkembang dan mandiri. Saat ini, lingkup bisnis Pertamina sangat luas, dengan tantangan dan kompetisi yang berbeda serta memiliki kekhususan risiko masing-masing.

Dengan subholding ini, setiap bisnis nantinya dapat bergerak lebih cepat dan lincah untuk pengembangan kapabilitas kelas dunia dan pertumbuhan skala bisnis yang akan menunjang Pertamina menjadi perusahan global energi terdepan dengan nilai pasar $100bn.

Bagaimana Pertamina mempertahankan kondisi keuangan selama pandemi ini? Ini kan dampaknya besar?

Tentu masalah pendapatan, revenue mengalami penurunan. Kami perkirakan sampai akhir tahun volume penjualan di hilir 20-an persen. Tak hanya di hilir, penurunan harga juga di hulu. Makanya, skenario pemerintah itu kan ada buruk pemerintah dan sangat berat. Buruk dengan kurs dollar AS 17.500 rupiah maka revenue berkurang 38 persen. Jika sangat berat dengan kurs 20 ribu, revenue berkurang sekitar 45 persen.

Jadi kondisinya memang seperti ini. Itu adalah tantangan buat Pertamina, bagaimana kita lakukan upaya-upaya efisiensi agar perusahaaan bisa survive di tahun ini.

Dengan kondisi keuangan seperti ini, apa bisa mem-back up rencana-rencana besar itu?

Tentu kami menyadari itu. Syukur, alhamdulliah, secara cash low pemerintah membayar kompensasi. Banyak yang salah tafsirkan bahwa itu PMN-lah (penyertaan modal Negara), atau suntikan modal-lah. Bukan yah. Itu kompensasi yang harus dibayarkan oleh pemerintah untuk 2017-2018. Baru dibayar kemarin. Alhamdulilah, itu membantu cash flow. Karena dampak covid-19 ini kan luar biasa dan kita coba atur sedemikian rupa.

Tujuan utamanya agar kita memberi pelayanan terbaik ke masyarakat, khususnya juga buat industri karena holding migas ini kan bukan hanya BBM, tapi juga gas dan alhamdulillah kemarin kita sudah berikan harga yang baik untuk industri harga gas enam dollar AS per MMBTU (million british thermal unit) sesuai regulasi yang ada. Kita harapkan industri hilir mulai menggeliat, berpoduksi kembali, ciptakan lapangan kerja sehingga ekonomi mulai tumbuh.

Bagaimana Pertamina memilih antara Keuntungan dan Pelayanan?

Seluruh industri di semua negara mengalami situasi tidak biasa, alami kepanikan dan di saat itu manajemen Pertamina harus mengambil keputusan apa yang harus dilakukan, termasuk dalam kondisi apa pun kita pegang satu guidance.

Dalam UU BUMN ada lima tugas BUMN, harus menjadi driver pertumbuhan ekonomi nasional, oleh karena itu apa yag dilakukan oleh pertamina tidak boleh hanya berhitung untung-rugi sebagai perusahaan semata, tetapi bagaimana sebagai BUMN berpikir ekosistem, industri-industri yang terkait bisnis migas tetap hidup selama pandemi ini.

Tugas BUMN juga harus memberi pelayanan pada masyarakat, makanya meskipun tempo hari ada PSBB (Pembatasan Sosial Berskala Besar) kita tetap harus buka jaringan distribusi kita. SPBU dibuka, ada 350 ribu orang yang bekerja di situ. Pekerja juga merupakan partner kami. Tentu kami juga bukan hanya pikirkan kesehatan, tetapi juga soal ekonomi dan keamanan.

Sebenarnya, jika hitung untung-rugi kita bisa tutup saja kilang (sektor hulu) karena lebih murah kita beli sebetulnya ketika harga crude minyak di luar turun. Kemudian, harga BBM waktu itu lebih murah dari minyak mentah, lebih baik saya matikan kilang-kilang kan. Jadi itu dilakukan berarti amanah UU tidak dijalankan.

Apa ada resistensi dari karyawan terkait restrukturisasi?

Tentu setiap keputusan tidak membuat happy semua orang. Untuk ubah itu memang harus keluar dari zona nyaman. Dan itu tentu tidak nyaman dan tidak menyenangkan. Saya melihat memang awal-awalnya ada penolakan, tapi itu masalah komunikasi. Kita dengarkan sama seperti orang tua dan ibu anak-anaknya.

Intinya, tidak ada kepentingan pribadi atau kepentingan kelompok ini untuk kebaikan perusahaan dan negara. Restrukturisasi ini kan turunan dari semua program pemerintah dalam melakukan restrukturisasi. Jadi ini semua agenda besar pemerintah dan negara.

Time line Pertamina dengan restrukturisasi ialah bagaimana mengelola seluruh aset yang secara efisien secara bersamaan meningkatkan kualitas produk-produk kita.

Bagaimana dengan target Global Fortune?

Pada tahun 2018, peringkat kita 175. Target kita selanjutnya tembus peringkat 100. Tentunya, jika ingin masuk ke jajaran itu, kita harus melalukan cara-cara seperti yang dilakukan oleh perusahaan global lainnya, akuisisi, initial public offering (IPO), dan organic growth itu harus dilakukan.

Makanya kita bikin subholding, bikin holding. Karena perusahaan-perusahaan kita ini sudah dewasa. Mereka sudah bisa mandiri. Supaya mereka kuat maka perlu dibikin subholding seperti ini. Kita siap menghadapi tren perubahan ke depannya.

Energi fosil trennya akan menurun pada 2030. Sepuluh tahun itu waktu sebentar. Jika kita tidak lakukannya dari sekarang maka akan terlambat. Jika kita tidak bergerak maka tidak akan bisa berubah. Apalagi dengan badan yang besar. Ini cara kita menyonsong new energy. Kita siap hadapi transisi energi.

Kilang Cilacap, pertengahan tahun depan, kita sudah bisa memproduksi B100 langsung dari CPO. Kapasitasnya naik bertahap dari 3.000 bph (barel per hari) ke 6.000 bph. Kita buktikan ke dunia bahwa CPO dapat jadi andalan bahan baku energi, demikian juga kilang Plaju akan produksi 20 ribu bph.

Selain biodiesel, kita akan masuk ke bio aftur karena demand-nya besar juga kan. Kita juga sedang garap dengan Kementerian ESDM, A20. Kita campur gasoline dengan methanol (15 persen) dan etanol (5 persen), sedang riset di ESDM. Jika jadi maka kita bisa menekan impor gasoline. Dengan B30 saja kita kurangi impor solar. Sejak Maret dan April tahun lalu kita sudah tidak impor solar dan avtur lagikan.

Jika kita bisa terapkan A20 kita bisa tekan lagi impor itu. Kita juga kembangkan gasifikasi batu bara untuk mengganti LPG. Ini semua selain panas bumi. Untuk aset-aset di Pertamina Grup juga akan gunakan energi terbarukan ini akan digarap oleh subholding power dan energi.

Yang lagi kita garap dengan Inalum Grup dan PLN untuk produksi baterai untuk motor maupun mobil listrik. Sudah kita mulai. Semua ini selain panas bumi yah. Pertamina salah satu produsen panas bumi terbesar.

Bagaimana progres pembangunan kilang?

Kita berupaya untuk mengurangi ketergantungan impor dalam jangka panjang. Kita sudah mulai bangun kilang untuk Refinery Development Master Plan (RDMP) Balikpapan, sejak tahun lalu ada perkembangan. Meski pandemi kita tetap jalankan. Ada 5.300 orang pekerja di sana. Karena komitmen kita ini harus jadi. Tidak boleh terlambat.

Kenapa dikebut karena sudah terlalu lama Indonesia menunggu proyek ini jadi. Banyak kalangan juga yang nyinyir, kok ini kilang ga jadi-jadi. Perlu diketahui, bangun kilang itu tidak hanya seperti membalikkan telapak tangan. Perlu waktu 3-4 tahun membangun kilang.

Mulai Oktober ini mulai pemasangan equipment di lapangan. Kita targetkan selesai Juli 2023. Lalu, kilang Tuban, itu lama karena pembebasan lahan 95 persen. Alhamdulillah sudah selesai dan untuk tambah lahan melalui reklamasi.

Tetap jalan pekerjaan untuk engineering dan equipment. Lalu kilang Balongan, fase 1 meningkatkan kapasitas sudah berjalan juga, kegiatan di lapangan sudah ada, karena fase I memang tidak perlu tambahan lahan yang perlu pembebasan lahan, fase 3 yang perlu ada tambahan lahan, prosesnya masih jalan. Jadi, harus tahu juga ga simpel membebaskan lahan di negara ini.

Banyak yang bertanya alasan Aramco (BUMN Minyak Arab Saudi) mundur dari kilang Cilacap. Apa alasannya?

Iya, deal-nya memang tidak terjadi karena Aramco menawarkan kilang eksisiting kita terlalu murah, bedanya tuh 1 billion lebih. Kalau aset negara ditawari begitu kan masalah. Ini soal kerugian negara, mending tidak deal. Sudah ada beberapa perusahaan yang menawarkan minatnya untuk berpartner dengan Pertamina.

Perusahaan atau negara lainkan kalau hanya bangun kilang memang tidak menarik tapi kan kita bangun kilang yang diintegrasikan dengan pabrik petrokimia. Ini salah satu bisnis pertamina ke depan, ketika fosil fuel atau BBM demand-nya turun maka kilang ini kita ubah produksi produk-produk petrokimia.

Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI) juga jalan yah. Kita punya dua proyek di sana. Masalah hukumnya juga sudah mau selesai. Satu sudah, tinggal satu, insya Allah. Saya sudah berjanji ke Presiden ini selesai dalam tiga tahun.

Produk BBM apa yang akan dikurangi, apa benar premium dan pertalite dihilangkan?

Jadi, ada regulasi Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK). Kita prioritaskan produk-produk yang ramah lingkungan. Kita teruskan program-program mendorong masyarakat gunakan produk ramah lingkungan. Di kadar emisi berapa? Kita semua bisa melihat, selama PSBB kan langit lebih biru, udara lebih baik. Sebetulnya jika kita simplifikasi jumlah produk maka akan mempermudah distribusi. Kita juga lagi koordinasi dengan pemerintah terkait penyederhanaan ini.

Subholding mana yang akan IPO duluan?

Mungkin kita akan lihat subholding hulu. Contoh untuk Blok Rokan. Saat memenangkan Rokan pemerintah tetapkan Pertamina harus berpartner. Artinya sebagai dari participating interest (PI)-nya Pertamina harus dilepas ke perusahaan lain. Dan kita melihat juga banyak sekali wilayah kerja (WK) atau sumur migas yang dikelola Pertamina yang mungkin jika kerja sama akan lebih optimal lagi dalam meningkatkan produksi di hulu. Nanti kita kembangkan investasi di hulu. Karena rencananya 60 persen anggaran investasi pertamina untuk hulu karena tren industri migas kita ini kan cenderung menurun. Maka dananya bisa untuk akuisisi hulu.

Beberapa pekan lalu, harga minya dunia turun, kenapa Pertamina tidak turunkan harga BBM?

Harga BBM di Indonesia itu regulated. Badan usaha bukan hanya Pertamina, badan usaha lain pun ikut juga ikut ketentuan yang ada.

Sebetulnya bagi Pertamina, kalau mau harga itu murah, cost production rendah, kita beli saja dari luar (impor) kita tutup kilang hulu migas yang ada, dan waktu itu kan lagi murah, tapi itu kan beberapa pekan lalu, sekarang kan harganya sudah mulai naik.

Lalu kalau kilang ditutup, kita kembali lagi tergantung pada impor. Itu kan kembali lagi ke zaman dulu. Lalu, ketika harga minyak kembali naik. Ini kan merangkak naik, lalu kita terlambat lagi. Lalu kita teriak lagi, mafia-mafia ini.

Maksud saya, kita kan berpikir untuk jangka panjang, kemandirian energi. Oke kalau kita hanya andalkan impor, yang katanya di luar negeri itu murah, lalu bagaimana jika negara-negara itu lock down, apa yang terjadi dengan kita, sementara kilang-kilang tutup.

Jadi, decision itu kita harus buat dan pemerintah benar-benar tahu. Ini secara negara, ini kan untuk kemandirian dan ketahanan jangka panjang. Kalau harga minyak naik juga, kita tunggu tiga bulan kok baru naik. Tidak serta-merta. Lihat kondisi. Kecuali kalau kita ini trader. Itu mudah sih. Ini kan BUMN.

S-2

Redaktur: Sriyono

Penulis:

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.