Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Niat Masyarakat Menerapkan Pola Makan Berkelanjutan Cenderung Rendah

Foto : ISTIMEWA

Indeks keinginan

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Survei dari Health Collaborative Center (HCC) menunjukkan indeks keinginan masyarakat berperilaku makan berkelanjutan (sustainable eating intention index) cenderung rendah pada menjelang puasa tahun ini. Studi berjudul Sustainable Eating Intention Index yang dilakukan kepada 2.531 responden ini menunjukkan total indeks responden mayoritas ke arah tidak berkelanjutan (unsustainable).

Peneliti Utama dan Ketua HCC Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, mengatakan, rendahnya indeks keinginan berperilaku makan berkelanjutan terlihat dari delapan itemmakan berkelanjutan yang menjadi standar global. Secara total statistik memperlihatkan angka diluar rentang yang bisa dikategorikan berkelanjutan.

"Perilaku yang paling tidak sustainable adalah aspek pilihan jenis dan bahan makanan yang secara mayoritas responden berniat tetap ingin mengonsumsi makanan dari daging, serta diolah dengan minyak olahan," kata dia di Jakarta Senin (20/3).

Ia memaparkan, berdasarkan konsep pangan berkelanjutan, memang sebaiknya pola konsumsi yang kaya dengan ikan atau nabati dinilai lebih sustainable. Namun studi tersebut menunjukkan jelang puasa ini masyarakat masih berniat untuk mempertahankan pola dan bentuk makan yang sama bahkan cenderung lebih banyak daging dan olahan dengan minyak.

Namun Ray mengungkapkan ada beberapa temuan indeks pola makan berkelanjutan yang dikategorikan baik. Salah satu yang secara statistik signifikan adalah niat atau intensi responden untuk bersikap menyimpan kelebihan makanan pada saat buka puasa dan menjadikannya sebagai menu sahur serta keinginan untuk lebih banyak minum air putih dan atau air mineral dibanding air mengandung gula atau minuman manis.

"Ini adalah sikap dan niat atau intensi yang konsisten dengan salah satu sustainable eating index yaitu 'cut the waste' atau mengurangi kecenderungan membuang sisa makanan," ucapnya.

Survei juga menyoroti mayoritas orang Indonesia yang secara tegas menyatakan sangat setuju untuk menyimpan kelebihan makanan yang biasanya sering terjadi pada saat buka puasa. Kelebihan ini selanjutnya akan dikonsumsi untuk sahur. Indeks intensi ini sangat dominan sehingga bisa diinterpretasikan bahwa responden yang berpuasa akan memilih untuk tidak banyak food waste selama puasa.

Responden menyatakan akan banyak minum air putih dan atau air mineral dibandingkan minuman manis, bersoda, dan minuman mengandung kalori tinggi dikategorikan sebagai tidak berkelanjutan. Minuman ini selain mengakibatkan potensi risiko kesehatan juga asupan minuman manis atau mengandung gula tinggi terkait dengan pengolahan yang tidak berkelanjutan juga.

Menurut Ray ada beberapa aspek kunci yang menyebabkan indeks perilaku makan berkelanjutan menjadi rendah. Ada korelasi antara ketersediaan dan stok bahan pangan serta akses dan kemampuan membeli bahan pangan dengan total indeks keinginan berperilaku makan berkelanjutan dengan kekuatan korelasi sedang.

"Artinya responden khawatir kalau berniat mengganti kebiasaan makan yang lebih ramah lingkungan dan berkelanjutan tetapi nanti stok ikan atau sayur atau pangan ramah lingkungan malah tidak bisa tersedia dan bahkan mungkin harga akan lebih mahal saat bulan puasa," ungkap Ray yang sering memberi edukasi di Instagram @ray.w.basrowi

Tim peneliti HCC yang diperkuat oleh Research Associate Yoli Faradika ini merekomendasikan pentingnya untuk mengapresiasi beberapa intensi dan sikap positif terkait pola makan berkelanjutan selama bulan puasa ini. Apalagi studi ini secara metodologi memiliki tingkat kepercayaan (confidence interval) sebesar 95 persen dan batas kesalahan (margin of error) 1,95 persen.

"Perilaku makan yang cenderung tidak berkelanjutan seperti kecenderungan untuk mengkonsumsi makanan dengan olahan minyak, harus dimitigasi agar tidak memberi dampak Kesehatan yang tidak baik juga," kata dia menyarankan.


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Haryo Brono

Komentar

Komentar
()

Top