Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

"Nge-vlog" di Dataran Tinggi Dieng

Foto : koran jakarta/arief suharto
A   A   A   Pengaturan Font

Perkembangan dan penerapan teknologi informasi serta arus dunia digital mampu mengubah hampir seluruh tatanan bisnis pariwisata dunia. Perilaku masyarakat dalam menentukan cara menikmati berwisata juga sangat mengikuti perkembangan tersebut.

Berkunjung ke satu daerah wisata yang diincar adalah tempat-tempat yang keren untuk Instagram. Belakangan berkembang di kalangan milenial berwisata sambil nge-vlog.

Tampilnya video-video pendek dengan penyajian sederhana sambil memperlihatkan lokasi wisata yang didatangi, lalu berbicara bak penyiar televisi yang tengah melaporkan berita, kemudian jadilah video pendek yang segera diunggah ke YouTube atau Facebook.

Kondisi tersebut dibaca oleh para pengelola area wisata legendaris. Salah satunya Dataran Tinggi Dieng. Area wisata lama yang berbenah diri ini ternyata mengikuti irama milenial yang selalu mencari spot foto dan vlog. Tidak lagi hanya sekadar tempat wisata dengan pemandangan alam yang natural, tapi berbagai fasilitas untuk menunjang sudut pandang pengambilan gambar banyak disediakan.

Di Taman Wisata Alam Telaga Warna atau Telaga Pengilon Dieng, biasanya di depan gerbang tiket masuk sudah menunggu para pemandu yang akan mendampingi wisatawan untuk keliling taman wisata tersebut.

Untuk satu rombongan, tersedia satu pemandu yang disewa untuk mendampingi, memberi penjelasan tentang segala sesuatu yang ada di sana. Di perjalanan awal yang menyusuri jalan gerbang masuk, tidak terdengar penjelasan detail dari sang pemandu tentang tempat wisata ini.

Hanya sedikit penjelasan tentang sejarah yang diberikan. Yang menarik, sang pemandu justru menjelaskan bahwa di sinilah jalur yang bernuansa Eropa. "Jadi kalau foto atau nge-vlog di sini nuansanya seperti di Eropa," ungkap Tolib, pemandu yang sudah belasan tahun mendampingi banyak wisatawan.

Spontan peserta rombongan antre untuk berpose di area Eropa. Yang membuat video secara perlahan memutarkan ponselnya yang terjepit tripot kecil. Hebatnya lagi, Tolib tidak gagap memotret atau merekam gambar dengan menggunakan berbagai merek telepon genggam milik pengunjung. Bahkan, dirinya dengan fasih dan santai mengatur posisi peserta agar terlihat keren.

Di jalur berikutnya, satu peserta diminta si pemandu berdiri di depan batu dan satu peserta naik ke atas batu di bagian belakang, lalu si pemandu mengambil beberapa kali gambar dari sudut tertentu. Hasilnya terlihat seseorang yang tengah berdiri di atas telapak tangan temannya.

Sampai di telaga yang ditumbuhi rumput kering, peserta diminta mengambil posisi terpisah, dari sudut yang memang sudah disiapkan, si pemandu mengambil gambar dan tampillah gambar seakan berada di padang savanna. Di depan dari sebuah gua, pemandu masuk ke dalam, peserta berbaris di depan pintu, lalu pemandu mengambil beberapa gambar, hasilnya terlihat sebaris orang dengan bingkai batu terjal. Di Gua Semar justru orang tidak ingin masuk, tapi cukup duduk di terasnya. Lalu, pengambilan dilakukan dari sudut atas, maka jadilah gambar seperti duduk di atas awan.

Puas di tempat ini lokasi selanjutnya menuju Batu Ratapan Angin yang memiliki ketinggian 2010 di atas permukaan laut. Tempat ini memang asik untuk memandang lanskap Telaga Warna dari ketinggian. Lebih indah lagi saat matahari sudah naik karena pembiasan sinar matahari terhadap air Telaga Warna yang bersulfur tinggi menghasilkan warna yang menakjubkan.

Lukisan alam Telaga Warna yang unik bersandingan dengan Telaga Pengilon berlatar belakang perbukitan dan pegunungan hijau menjadi spot yang menawan jika dilihat dari atas Batu Ratapan Angin.

Perbedaan warna Telaga Warna dan Telaga Pengilon yang sangat menyolok menjadikan telaga kembar ini terlihat unik dari atas. Di ketinggian ini pemandu kembali mengarahkan posisi pengunjung baik berbaris, duduk lalu mengambil gambar dengan kondisi yang aman.

Selain dua telaga tersebut, pengunjung dari ketinggian itu juga bisa melihat Candi Bima, Kawah Sikidang, dan Tempat Eksplorasi Gas Pertamina. Ada lagi yang lebih asik, tepat di atas Batu Ratapan Angin, sekitar 50 meter jaraknya, tersedia wahana wisata buatan , yaitu Jembatan Merah Putih. Jembatan gantung ini menghubungkan dua bukit di dekat Batu Pandang. Lagi-lagi ini tempat nge-vlog yang bisa bikin orang kagum.

Candi Dieng

Candi Dieng merupakan sebuah kompleks candi yang berada di Dataran Tinggi Dieng yang berada pada ketinggian 2.000 meter di atas permukaan laut. Kompleks Candi ini juga merupakan salah satu candi tertua di Jawa yang dibangun sekitar abad ke-7 hingga abad ke-9 Masehi.

Candi Dieng diperkirakan dibangun pada masa pemerintahan Kerajaan Kalingga pada masa Dinasti Wangsa Sanjaya. Di area candi ini, pemandu juga tidak menjelaskan detail tentang sejarah berdirinya candi-candi di sekitar tempat tersebut. Candi-candi di tempat ini memiliki nama tokoh-tokoh pewayangan yang terkenal, seperti Arjuna, Gatotkaca, Dwarawati, dan Bima.

Pemandu mengarahkan pengunjung untuk berdiri di satu area dan posisi sebelah tangan agak ke atas, seperti tengah menjumput sesuatu. Lalu, dari posisi tertentu diambil foto atau gambar video. Hasil gambarnya, si pengunjung seolah-olah tengah memegang puncak candi.

Selanjutnya, di depan candi yang paling besar, pengunjung baik sendiri maupun rombongan diminta untuk duduk atau berpose santai, sementara si pemandu masuk ke dalam candi dan mengambil gambar dari tempat tersebut. Hasilnya, foto dengan bingkai pintu candi yang artistik. Untuk nge-vlog, posisi ini cukup menantang, dari dalam candi yang remang-remang, bisa terlihat gambar-gambar teman atau keluarga di luar candi.

Untuk menuju lokasi wisata ini, Anda bisa menngunakan pesawat udara Garuda Indonesia, Citilink, atau Striwijaya Air dari Jakarta-Yogyakarta atau Jakarta-Semarang. asc/E-3

Melayang di Baturraden

Tempat wisata legendaris Baturraden di Purwokerto juga berbenah dengan menampilkan beberapa wahana yang asik buat nge-vlog. Tempat yang konon merupakan kisah asmara antara "batur" yang dalam bahasa Jawa berarti pembantu, teman, atau bukit dan "raden" yang dalam bahasa Jawa berarti bangsawan.

Pada ratusan tahun silam, Kadipaten Kutaliman, Adipatinya mempunyai beberapa anak perempuan dan seorang gamel (pembantu yang menjaga kuda). Salah satu anak perempuannya jatuh cinta dengan si gamel. Cinta mereka dilakukan secara sembunyi-sembuyi. Mendengar cerita kalau anak perempuannya jatuh cinta dengan pembantunya, sang Adipati marah dan mengusir gamel dan anak perempuannya dari rumah. Mereka pergi dan akhirnya menemukan tempat yang indah dan memutuskan untuk tinggal di tempat yang sekarang dikenal dengan nama Baturraden.

Biasanya para vlogger sebelum masuk ke gerbang, mengarahkan kameranya ke sebuah pesawat terbang yang disulap menjadi semacam bioskop. Lalu, sign board Baturraden masuk jadi latar belakang si vlogger yang tengah berbicara di depan kamera handphone.

Di bagian dalam, terdapat air mancur alami yang menyembur dari perut bumi menjadi tempat cantik untuk di rekam, apalagi sudah disediakan lokasi khusus yang aman buat mereka yang merekam.

Di sisi lain nampak sederet wahana baru yang menjadi incaran untuk direkam. Ada Zip Bike atau sepeda gantung dan Swing Mountain atau ayunan di mana pengunjung bisa merasakan sensasi berfoto di atas sepeda gantung.

Lalu, ada Kursi Cinta Sarang Burung, ini terbuat dari rotan dan melayang-layang di atas jurang. Pengunjung duduk di salah satu dari dua kursi ini untuk nge-vlog. Pada saat posisi sudah berada di atas jurang, maka terlihat pemandangan indah lokasi wisata Baturraden. Tentunya sebelum duduk di kursi ini, wisatawan harus menggunakan harness pengaman.

Kalau mau lebih tampil garang, cobalah gunakan parasut. Dikatakan garang karena pengunjung harus berani bergantung seakan tengah mengendalikan parasut yang melayang di ketinggian. Wahana berikutnya Karpet Terbang Aladin. Ini kelihatan lebih santai, pengunjung bisa naik berdua dan duduk dengan karpet yang seakan melayang di udara di tengah sejuknya angin pegunungan. asc/E-3

Komentar

Komentar
()

Top