Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Sengketa Teritorial

Nelayan Tiongkok Diizinkan Masuki Laut Filipina

Foto : AFP/Noel CELIS

Rodrigo Duterte

A   A   A   Pengaturan Font

MANILA - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte, saat menyampaikan pidato kenegaraan pada Senin (22/7) menegaskan bahwa Laut Filipina Barat merupakan bagian dari teritorial negaranya, namun ia pun membela kesepakatan yang dicapai dengan Presiden Tiongkok, Xi Jinping, untuk mengizinkan kapal nelayan Tiongkok untuk beroperasi di wilayah perairan itu, dan hal itu bukan merupakan pelanggaran terhadap konstitusi.

"Kesepakatan (dengan Presiden Tiongkok) untuk menjamin tak terjadinya perang di perairan sengketa Laut Tiongkok Selatan (LTS), dimana klaim Manila dan Beijing atas kawasan perairan itu saling tumpang tindih," pidato Presiden Duterte. "Kita kuasai Laut Filipina Barat walau dalam kenyataannya ada dibawah kendali Tiongkok," kata Duterte. "Di sana (pulau buatan Tiongkok), telah terpasang misil yang bisa mencapai Manila dalam hitungan 7 menit," imbuh dia.

Dalam pidatonya, Presiden Filipina itu juga menegaskan jika kekuatan marinirnya ditugaskan untuk mengusir nelayan-nelayan Tiongkok, maka tak akan ada dari mereka semua yang pulang dalam keadaan hidup-hidup.

Isu sengketa LTS dibahas dalam pidato Duterte selama durasi 9 menit. Pada pidato itu terungkap bahwa Presiden Duterte telah meminta Presiden Xi untuk mengizinkan nelayannya berlayar di zone ekonomi ekslusif (ZEE) Filipina, dan sebagai balasannya, Duterte akan mengizinkan nelayang Tiongkok melaut di wilayah perairannya. Permintaan Duterte itu disampaikan setelah bulan lalu, kapal nelayan Tiongkok menabrak dan menenggelamkan kapal nelayan Filipina.

Laut Filipina Barat mengacu pada bagian dari LTS yang terletak di lepas pantai barat Filipina. Manila memberi nama perairan itu Laut Filipina Barat pada 2012 dalam upaya menempatkan wilayah itu dalam kedaulatannya.

Duterte juga mengungkapkan bahwa selama pembicaraan bilateral pertama pada Oktober 2016 lalu, ia mengatakan kepada Xi bahwa Filipina akan melakukan kegiatan eksplorasi minyak di ZEE.

"Presiden Xi menanggapinya bahwa memang ada konflik di sana dan jika terjadi pertikaian maka tak akan ada yang menang dari semua hal itu. Jadi mengapa tidak kita jadi mitra?" papar Presiden Duterte.

Pertahankan Integritas

Dalam pidato kenegaraan dihadapan 2.000 anggota parlemen, diplomat dan pejabat pemerintahan, Duterte menyalahkan pemerintahan Filipina sebelumnya yang dipimpin Presiden Benigno Aquino III karena telah menyebabkan Filipina kehilangan wilayah di Kepulauan Spratly dan Panganiban (Mischief) Reef. Padahal Tiongkok, mengambil alih wilayah itu pada 1992-1998 saat Filipina dipimpin Presiden Fidel V Ramos.

Saat berpidato, Presiden Duterte juga berjanji untuk mempertahankan integritas dan teritorial nasional, tetapi dia bersikeras memandang Konvensi PBB tentang Hukum Laut (Unclos) dan putusan arbitrase yang dimenangkan oleh Filipina tiga tahun lalu, sebagai contoh pengakuan di mana negara lain diizinkan untuk memanfaatkan sumber daya yang ditemukan di ZEE negara bagian lain. Hal itu bertentangan dengan konstitusi Filipina yang secara tegas menyatakan bahwa wilayah ZEE dimanfaatkan hanya untuk kepentingan nelayan Filipina.

Pada 2016, pengadilan arbitrase di Den Haag, Belanda, menolak klaim teritorial Beijing di LTS dan memutuskan bahwa hal itu bertentangan dengan prinsip UNCLOS. Putusan itu pun menyatakan bahwa Tiongkok telah melanggar hak kedaulatan Filipina dengan mengganggu penangkapan ikan dan eksplorasi minyak dan membangun pulau buatan di ZEE Filipina. ang/SCMP/I-1


Redaktur : Ilham Sudrajat

Komentar

Komentar
()

Top