Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Masa Konsesi I Perundingan Belum Mencapai Kesepakatan yang Menguntungkan Dua Pihak

Negosiasi Kontrak Freeport Alot

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

Pemerintah dan Perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS), PT Freeport Indonesia, sepakat meninggalkan jalur arbitrase dan kembali ke meja perundingan, namun hingga saat ini negosiasinya belum menunjukkan kemajuan.

JAKARTA- Proses negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan PT Freeport Indonesia masih berjalan alot. Alotnya perundingan kedua pihak terutama dalam hal penetapan sistem perpajakan, komitmen membangun smelter, divestasi saham 51 persen saham perusahaan serta stabilitas atau kepastian investasi.

Deputi Bidang Pertambangan, Industri Strategis dan Media, Kementerian BUMN, Fajar Harry Sampurno, seusai mengikuti rapat mengenai kelanjutan negosiasi Freeport, di Jakarta, Selasa (4/7), mengatakan kendati berjalan alot proses negosiasi terus berjalan karena belum ada kata sepakat yang bisa jadi keputusan mengikat kedua belah pihak.

Mengenai masa perpajangan operasi Freeport hingga 2041, dia memastikan adanya masa perpanjangan operasional 2 x 10 tahun yang telah tercantum dalam ketentuan berlaku.

"Perpanjangan dilakukan dengan syarat smelter harus jadi dalam lima tahun ke depan," kata Fajar.

Selain syarat untuk membangun smelter, pemerintah juga berharap anak perusahaan Freeport Mc Moran itu patuh dengan ketentuan perpajakan di Indonesia yaitu prevailing. Sistem tersebut memungkinkan tarif berubah mengikuti perubahan yang terjadi dalam sistem perpajakan pemerintah.

Sementara itu, Freeport menginginkan sistem perpajakan nail down yakni tarif pajak yang berlaku tetap selama masa kontrak dan tidak akan berubah meskipun sistem perpajakan Indonesia berubah.

Sistem prevailing jelasnya sudah sesuai dengan perubahan status konsesi Freeport dari Kontrak Karya menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sehingga bisa melakukan ekspor konsentrat.

"Freeport ingin ketentuan pajak sesuai Kontrak Karya atau nail down. Padahal dengan Kontrak Karya sesuai UU Minerba, Freeport tidak boleh melakukan ekspor konsentrat," katanya.

Selain belum menerima Izin Usaha Khusus Pertambangan (IUPK), perusahaan juga belum menerima salah satu persyaratan dalam IUPK yakni mendivestasikan saham mereka kepada pemerintah hingga 51 persen.

"Divestasi wajib 51 persen, tidak bisa ditawar," katanya.

Adapun perusahaan BUMN yang akan membeli saham Freeport sesuai rencana awal yakni Holding BUMN tambang yang terdiri dari PT Inalum, PT Antam Tbk, PT Bukit Asam Tbk, dan PT Timah Tbk.

Cabut PHK

Secara terpisah, Gubernur Provinsi Papua, Lukas Enembe, sebelumnya mendesak manajemen PT Freeport Indonesia, kontraktor dan privatisasi yang ada di lingkungan perusahaan pertambangan itu untuk mempekerjakan kembal karyawan yang telah di-PHK.

"Freeport tidak boleh seenaknya mem-PHK karyawan dan kembali pekerjakan mereka yang sudah di-PHK," kata Lukas di Timika, baru-baru ini.

Menurut Lukas, persoalan PHK karyawan sebenarnya bermula dari program manajemen tentang merumahkan karyawan dengan alasan efisiensi karena waktu itu pemerintah belum memberikan izin ekspor.

Namun, dengan situasi saat ini bahwa Freeport telah mengantongi izin ekspor oleh pemerintah pusat maka tidak ada alasan Freeport terus mem-PHK karyawannya.

"Wajib hukumnya manajemen Freeport untuk mempekerjakan kembali karyawan yang telah di-PHK," kata Lukas.Ant/bud-E-9

Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top