Musik di Panggung Politik
Panggung di Senayan benar-benar baru. Namun, hal itu tak menyiutkan nyali untuk berinteraksi politik dengan sesama rekan satu fraksi, antarfraksi, satu komisi termasuk antarkomisi. Dalam benak, situasi yang sama juga pernah mengalami saat memastikan bahwa musik merupakan jalur karier saya. Ketiadaan modal, jejaring, serta berasal dari kota kecil. Namun, waktu telah menjawab setiap perjuangan dan ikhtiar di jalur musik.
Nah, terkait kerja parlemen, sedikitnya dibutuhkan waktu satu semester atau enam bulan untuk membuktikan komitmen memperjuangkan profesi musikus. Pada bulan Maret 2015, saya menjadi inisiator pembentukan "Kaukus Parlemen Antipembajakan" dengan 71 anggota DPR lintas fraksi dan komisi. Isu utamanya, parlemen memberi pesan politik antipembajakan atas karya cipta dan kreativitas bangsa baik musik, buku, desain, maupun lainnya.
Langkah tersebut cukup efektif. Setidaknya setelah Kaukus Parlemen Antipembajakan bersafari ke sejumlah pimpinan lembaga penegak hukum, tempat pembajakan tak lagi dijumpai. Sayang, situasi itu tak berlangsung lama karena karakteristik aparat penegak hukum yang hit and run. Di samping itu, tidak ada sistem baku sehingga penegakan hukum hanya musiman. Namun, tak bisa sepenuhnya menyalahkan penegak hukum.
Setelah berkali-kali dilakukan dan pembajakan berkurang hanya di saat penegakan, maka pada pertengahan tahun 2017, bersama musisi Tanah Air diajukan RUU Permusikan untuk meletakkan sistem tata kelola musik Indonesia. DPR dan pemerintah pun menyepakati RUU Permusikan masuk dalam daftar panjang program legislasi nanasional (prolegnas).
RUU Permusikan demi kepentingan profesi para musikus. Secara politis, saya mewakili parpol dan profesi musikus. Karut-marut persoalan musik tentu tidak selesai hanya di tangan politisi bergelar sarjana politik. Hal yang sama, membahas soal pertanian, kesehatan, agama, dan hukum, tidak cukup diselesaikan sarjana ilmu politik. Semua membutuhkan sentuhan para ahli di bidangnya yang mewakili profesi. Di sinilah urgensi para ahli hadir di DPR agar produk legislator dapat mencerminkan aspek sosiologis dalam pembentukan peraturan perundang-undangan.
Penulis Anggota Komisi X DPR, Musikus
Komentar
()Muat lainnya