Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
WAWANCARA

Muhammad Awaluddin

Foto : ISTIMEWA

Muhammad Awaluddin

A   A   A   Pengaturan Font

Semua itu tujuannya untuk memudahkan penumpang mengurus berbagai keperluan di bandara. Dari soal tiket, barang, hingga administrasi kebandarudaraan yang berkaitan dengan penumpang maupun stakeholder terkait. Inilah yang menjadi visi PT AP II menjadi the best smart connected airport operator in the region.

Untuk mengetahui lebih jauh apa yang telah dan akan dilakukan jajaran AP II untuk meningkatkan kinerjanya, wartawan Koran Jakarta, Mohammad Zaki Alatas berkesempatan mewawancarai Direktur Utama PT Angkasa Pura II (Persero), Muhammad Awaluddin, di Jakarta, belum lama ini. Berikut petikan selengkapnya.

Sebenarnya seperti apa sih smart airport itu?

Jadi begini, smart airport mencoba mengalihkan kebiasaan para pengguna bandara yang biasa menggunakan cara konvensional menjadi ke basis informasi teknologi. Kami ambil contoh di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, penumpang sudah bisa melakukan check-in sendiri, baik itu lewat self check-in maupun lewat smartphone.

Lewat smartphone, kami meluncurkan aplikasi Indonesia Airports yang bisa diunduh lewat Android maupun IOS. Ini adalah salah satu bentuk layanan kami yang saat ini pengembangannya juga terus dilakukan. Pengembangan ini kami namakan soft infrastructure. Ini belum kami berbicara fasilitas lain yang serbadigital, misalnya iklan banner yang akan kami digitalisasi semua.

Lalu, apa yang diinginkan dari konsep ini?

Kami berharap ke depan, konsep pengelolaan bandara itu ada pada improving customer experience. Pelanggan setidak-tidaknya memiliki tiga harapan selama berada di bandara. Pertama, memberikan kesan dan pengalaman yang baik. Kedua, tidak berlama-lama di bandara dalam arti menunggu atau antrean itu kami minimalisir atau hilangkan.

Ketiga, bagaimana orang di bandara itu tidak stres. Maka dibutuhkan efisiensi operasi, dan digitalisasi menjadi jawabannya. Pengembangannya pun membuat atau melahirkan banyak opportunity baru, khususnya untuk pengembangan digital business ke depan.

Oya, lalu bagaimana Anda mewujudkan visi sebagai smart airport ini?

Kami membuat visi ini sebab jauh sebelumnya kami di AP II terlalu banyak fokus untuk hard infrastructure. Mulai dari bangun runway, terminal dan pengembangan lain secara fisik. Namun harus kami ingat juga, jumlah penumpang itu terus bertambah.

Tahun lalu saja sudah 111 juta pergerakan penumpang dengan angka psikologis pergerakan pesawat satu juta pergerakan, belum lagi pengembangan bandara lain selain Bandara Soekarno-Hatta. Tentu harus ada kemudahan-kemudahan di tengah pengembangan fisik bandara yang terus menerus.

Ini merupakan transformasi digital?

Iya betul. Program transformasi digital ini merupakan bagian dari transformasi infrastruktur dan sistem operasi yang merupakan salah satu dari tiga program transformasi korporasi. Sesuai dengan tema korporasi tahun ini yaitu Go Global, AP II juga sedang berusaha untuk mendorong segmen milenial dengan program millenial travel experience.

Layanan digital di smart airport ini hanya untuk itu saja?

Tentu tidak, belum lama ini kami mengimplementasikan digitalisasi layanan bus di Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Digitalisasi layanan ini membuat proses keberangkatan penumpang bus menjadi seperti halnya keberangkatan penumpang kereta di Stasiun Bandara Soekarno-Hatta. Layanan terbaru ini sudah tersedia di shelter bus Terminal 2 dan akan menyusul dalam waktu dekat diimplementasikan di Terminal 1 dan Terminal 3.

Jadinya seperti apa?

Melalui digitalisasi ini, setiap penumpang pesawat yang tiba di Bandara Internasional Soekarno-Hatta dan ingin melanjutkan perjalanan darat ke tujuan akhir, kini bisa langsung memilih tiket bus sesuai tujuan di vending machine. Setelah itu, penumpang bisa membayar tiket di masing-masing konter operator bus lalu kemudian naik bus melalui autogate.

Apakah ini akan memudahkan masyarakat?

Digitalisasi layanan bus membuat penumpang lebih mudah untuk mencapai tujuan akhir di Jabodetabek dan mendapat kepastian jadwal keberangkatan bus. Di shelter bus kini juga terdapat Passenger Information Display System (PIDS) yang mencantumkan secara lengkap jadwal keberangkatan bus setiap rute.

Untuk operator bus apakah juga akan dimudahkan?

Tidak hanya memudahkan penumpang, digitalisasi layanan juga membuat operasional bus semakin terdata dan terpantau sehingga meningkatkan efisiensi operator bus. Setiap bus yang akan keluar dari pengendapan dan masuk ke shelter di terminal diharuskan melakukan update perjalanan dengan kartu RFID.

Memang ada berapa operator di Bandara Soekarno-Hatta?

Saat ini terdapat tujuh operator bus yang beroperasi di Bandara Soekarno-Hatta, yaitu Damri, Sinar Jaya, Primajasa, Hiba Utama, AGRA Mas, PPD, dan Big Bird. Sebanyak tujuh operator bus itu mengoperasikan total 412 unit bus dengan rute ke sejumlah lokasi di Jabodetabek dengan pergerakan pelanggan sekitar 96 ribu pelanggan per hari yang menggunakan bus atau sekitar 35 juta pelanggan per tahun dari dan ke Bandara Soekarno-Hatta. Ke depannya, digitalisasi pelayanan bus ini akan diintegrasikan ke mobile application platform Indonesia Airports App.

Kalau boleh tahu, apa sih keuntungan bagi AP II dengan pengembangan fasilitas digital aplikasi ini?

Kalau itu jawabannya ada pada big data. Anda jangan heran dengan big data yang besar banyak hal yang bisa kami drive demi efisiensi yang pada akhirnya untuk kepentingan penumpang bandara.

Dari pergerakan penumpang 105 juta tadi, dari situ saya bisa tahu siapa saja penumpang loyal A, B, C, dan D yang bertransaksi menggunakan kartu kredit dan biasa singgah di gerai-gerai tertentu yang ada di Soekarno-Hatta. Saya mau bilang big data seperti ini sangat penting untuk model bisnis AP II. Apalagi kalau kami lihat maraknya penggunaan uang elektronik, aplikasi berbayar tentu kami akan ke arah sana.

Apakah ada rencana ke depan dengan big data ini?

Pergerakan 105 juta penumpang ini ada pada 16 bandara. Kami dapatkan dari aplikasi Airports Indonesia. Saya tahu siapa saja frequent traveler yang lokal maupun internasional. Kami bisa tahu demografinya seperti apa, dan attitude lain yang bisa kami analisis serta menjadi opportunity baru.

Opportunity baru ini, salah satunya ada pada pengembangan aplikasi Aiports Indonesia. Tinggal bagaimana mengelola saja. Kami sambil jalan tentunya di samping tuntutan pembangunan fisik yang sudah menjadi kewajiban, seperti pengembangan runway bandara, terminal empat, membangun across taxi way, dan sebagainya.

Terkait pengembangan smart airport connected, sejauh ini bagaimana progresnya?

Masih terus berjalan, modernisasi terus kami lakukan dari sisi soft infrastructure. Kalau di Terminal 3 Soekarno-Hatta, misalnya, itu sudah sangat kelihatan. Nah, perlahan juga sudah kami mulai di Terminal 1 dan 2. Kami punya yang namanya digital talent development program ini nanti yang akan melayani sisi bisnis digital yang tentunya sejalan dengan pengembangan soft infrastructure yang ada sekarang.

Pengembangan bandara, khususnya di bawah pengelolaan AP II, apakah ini hal baru dari visi sebelumnya?

Sebenarnya, saya hanya meneruskan apa yang sudah digariskan oleh leader sebelumnya. Cuma memang, tantangannya adalah harus jalan berbarengan. Kami sudah kenyang dengan konsep. Sekarang, saatnya bergerak dengan kesempatan yang ada di depan.

Kami tahu dulu kami punya konsep aeropolis. Sekarang pun kami bergerak dan mewujudkan itu. Belum lagi pengembangan infrastruktur yang terus menerus bertambah seiring dengan peningkatan kualitas hidup masyarakat kita.

Mewujudkan sebuah visi dengan waktu singkat tentu tidak mudah. Apa yang Anda terapkan agar mendapatkan dukungan dari para pegawai?

Smart airport connected yang kami bangun bersama, bisa saja akan berjalan dan dikembangkan tanpa saya. Artinya, saya bisa saja besok atau bulan depan atau bisa dua tahun lagi akan pergi. Tapi itulah dari awal saya berada di AP II, tepatnya di tahun 2016 silam, saya sudah membangun fondasi.

Jadi, mau saya berada di mana pun, saya tetap yakin dan optimistis konsep ini akan tetap jalan. Sebab, bandara yang maju sekalipun di negara maju adalah keniscayaan selalu menginginkan efisiensi pelayanan kepada penumpang dan stakeholder yang ada.

Permasalahannya, ya kami harus berani mencoba mengubah kebiasaan. Kalau tidak kami ubah dari sekarang, ya tentu tidak akan bisa. Apalagi kalau kami berbicara soal leader itu ada pada yang membuat keputusan strategis. Sama halnya mengubah kebiasaan di bandara, dari yang sifatnya manual beralih ke teknologi. Saya optimistis itu akan terwujud dan bisa dilaksanakan.

Ujung tombak perwujudan visi AP II terletak pada sumber daya manusia yang andal. Nilai apa yang Anda tanamkan kepada seluruh karyawan?

Jawabannya cuma satu. Transformasi. Saya menanamkan nilai-nilai transformasi bahwa kami harus berubah. Saya bersyukur, sebagian besar SDM saya itu ada pada usia milenial. Sedangkan konsep smart airport connected ini memang tepat dilakoni oleh mereka-mereka yang muda atau berada di bawah usia 40 tahun.

Kalau dikaitkan dari sisi negara, kami ini mengangkat revolusi mental sebab niatan kami mengubah mindset yaitu mengubah tata cara melayani publik dari manual ke sistem digital. Kami sebenarnya kalau mau diangkat dari sisi negara, kami mengangkat revolusi mental. Karena yang diubah itu mindset. Merevolusi sebuah tata cara kita melayani publik. Melalui digitalisasi transformasi. Sekarang sudah bisa mobile checking, layanan maskapai juga begitu.

Apa harapan Anda ke depan dengan visi ini. Tentu ini bukan langkah yang mudah, akan ada banyak hambatan?

Bagi saya, ini bukan hambatan, tapi tantangan. Seperti halnya saya bilang tadi, setiap kepemimpinan punya eranya sendiri. Saya harus dinamis menyesuaikan. Kalau tadi saya bilang sebagian besar pegawai AP II didominasi anak muda usia di bawah 40 tahun atau sekitar 80 persen, ya saya juga harus menyesuaikan. Anak muda itu semangatnya yang harus selalu kelihatan dan itu yang berusaha saya tampilkan setiap saat.

N-3


Redaktur : Marcellus Widiarto

Komentar

Komentar
()

Top