Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Studi Banding

MRT Jakarta Pelajari Praktik TOD di Jepang

Foto : Istimewa

Transportasi Massal MRT Jakarta

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - PT MRT Jakarta mempelajari pengembangan kawasan berorientasi transit (transit oriented development/TOD) Jepang yang memungkinkan pergerakan masyarakat minim hambatan (seamless). "Kami mempunyai kegiatan lanjutan untuk kunjungan langsung ke lapangan guna melihat implementasi TOD Tokyo sebagai benchmark," kata Direktur Utama MRT Jakarta, Tuhiyat, di Tokyo, Jumat (2/12).

Dia mengatakanuntuk menciptakan TOD yang memungkinkan pergerakan minim hambatan harus ada integrasi fisik, manajemen, pembayaran, layanan, standar, dan data. "Integrasi tersebut yang mesti dilakukan untuk menciptakan seamless TOD seperti Jepang," ujarnya. Saat ini tengah dibangun integrasi fisik. Kemudian, connecting bridge (jembatan), underground connection seperti di Jepang.

Namun, kata Tuhiyat, untuk integrasi dan pengembangan fisik membutuhkan waktu lama. Dia menambahkan bahwa Jepang sudah berpengalaman mengembangkan TODselama 65 tahun, sedangkan MRT Jakarta baru mulai.

Integrasi manajemen bertanggung jawab mengendalikan arus publik di titik-titik TOD, sehingga memungkinkan pergerakan menjadi mulus karena dikendalikan satu manajemen sesuai dengan amanat Presiden. Integrasi pembayaran sedang dikembangkan baik oleh MRT, Transjakarta, maupun Jaklingko.

Kemudian, integrasi layanan harus satu standar internasional sehingga bisa memberikan kepuasan pelanggan. Integrasi data harus ada satu big data digital, baru start. Selain itu, upaya integrasi harus melibatkan pemerintah dan swasta.

Tuhiyat mengakui bahwa pembangunan TOD MRT Jakarta di stasiun Lebak Bulus, Fatmawati, Blok M, Asean, Istora Senayan, dan Dukuh Atas terlambat dalam pembangunan fase 1 MRT. "Seharusnya membangun track railway dibarengi dengan pembangunan TOD. Kawasan ke utara fase 2 mungkin east-west akan bareng pembangunannya supaya tidak terlambat," katanya.

Sebab, pertambahan penumpang diawali dengan pembangunan kawasan sehingga orang bisa lebih mudah menjangkau stasiun. Dalam kesempatan sama, Direktur Pengembangan Bisnis MRT Jakarta, Farchad Mahfud, mengaku optimistis bisa mewujudkan TOD yang minim hambatan seperti di Jepang.

"Kalau di Jepang bisa, di Indonesia pasti bisa. Indonesia perlu waktu pembelajaran bagi publikterkait praktik baik yang diterapkan di luar negeri. Itu bisa diterapkan di Indonesia," katanya. Menurut Farchad, pengembangan TOD memiliki dampak kultural yang akan mengubah kebiasaan orang. Maka, publik harus dibuat nyaman terlebih dulu agar dengan sendirinya mendukung.

"Mungkin ke depannya kita bisa membuat pintu masuk stasiun MRT menyatu dengan gedung, tapi perlu pengelolaan secara hati-hati," katanya. Sementara itu, CEO Oriental Consultant Global, Yonezawa Eiji, yang menangani berbagai konsultasi pembangunan TOD di Jepang dan sejumlah negara Asia Tenggara termasuk Indonesia dengan MRT Jakarta, menyoroti sejumlah peluang dan tantangan pembangunan TOD Jakarta.

Sejumlah peluang, kata dia, adalah pembangunan MRT yang sedang berjalan dan perbaikan konektivitas lainnya, juga kesadaran publik terhadap gaya hidup sehat dan peraturan terkait TOD. Tantangan-tantangan di antaranya pusat kota yang sudah terbangun dan terlalu banyak titik konsentrasi. Kemudian, gaya hidup masyarakat yang bergantung pada kendaraan pribadi, terutama mobil. Tentu saja, pengendalian pasar lahan yang lemah.

ν Ant/G-1


Redaktur : Aloysius Widiyatmaka
Penulis : Antara

Komentar

Komentar
()

Top