Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Amendemen UUD 1945

MPR Usul Perbaikan Sistem Ketatanegaraan

Foto : Koran Jakarta/M. Fachri

Anggota Fraksi PKB MPR Abdul Kadir Karding (tengah), Anggota Fraksi PAN MPR Saleh Partaonan Daulay (kiri), dan Pakar Politik Universitas Al-Azhar Ujang Komarudin menjadi pembicara dalam Diskusi Empat Pilar MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Jum'at (5/7). Diskusi tersebut membahas tema 'Peran MPR dalam Memperkuat Sistem Presidensial

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Wacana koalisi pemerintahan dengan oposisi sedang menjadi pembicaraan hangat dalam perpolitikan nasional saat ini. Kendati demikian, Anggota MPR RI Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Abdul Kadir Karding, menjelaskan bahwa saat ini belum jelas pembagian dan fungsi antara oposisi dan tidak oposisi.

Oleh karena itu, perlu adanya amandemen UUD 1945 oleh MPR untuk memperbaiki sistem ketatanegaraan Indonesia ke depan. "Dari konteks inilah, sebenarnya yang hari ini yang saya lihat kurang. Di dalam ketatanegaraan kita adalah tidak ada aturan main soal beropisisi," ujar Karding saat Diskusi Empat Pilar MPR di Media Center DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Jumat (5/7).

Karding mencontohkan, di parlemen tidak ada perbedaan yang jelas antara partai oposisi dengan partai oposisi. Pun jika ada bedanya, hanya masalah jatah kursi di kabinet. Ia menambahkan, dari sisi program, juga belum ada kejelasan, seperti Partai Gerindra dan PDIP yang jika dilihat tidak ada perbedaan oposisi dan bukan oposisi dari sisi program.

"Sudah tiga kali saya di DPR, gak ada bedanya antara merasa oposisi sama yang merasa sebagai pemerintah. Menurut saya, yang harus diatur justru itu," ucapnya. Di sisi lain, Anggota MPR RI Fraksi Partai Amanat Nasional (PAN), Saleh Partaonan Daulay, sepakat dengan Karidng soal aturan oposisi yang belum ada di sistem ketatanegaraan Indonesia.

Apalagi, menurut dia, saat ini kewenangan presiden dalam sistem presidensial yang dianut Indonesia terlampau besar. "Presiden memiliki kewenangan 50 persen dalam pembuatan UU. Kalau ada sesuatu yang menurut presiden itu situasinya adalah kegentingan yang memaksa, presiden berhak mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti UU (Perppu)," jelasnya.

tri/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top