Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Ekletik Makassar

Motif Rajutan Matematis dalam Tenun Sutra

Foto : dok Ghea
A   A   A   Pengaturan Font

Kendati Ramadan telah lewat dan diakhiri dengan Lebaran, namun hal itu tidak menyurutkan desainer kenamaan Indonesia, Ghea Panggabean, untuk menggelar koleksi busananya bernuansa ekletik Makassar di Plaza Indonesia.

Ghea Panggabean dari label Ghea meluncurkan koleksi Ramadan yang terinspirasi dari perjalanannya ke Makassar. Ia langsung jatuh hati pada keindahan motif sarung dan tenun dari Makassar yang penuh warna. Yang menarik perhatiannya adalah corak bunga Lagosi yang penuh akan warna kontrak yang unik dan cantik.

Belum lagi teknik penenunannya yang menyerupai rumus matematika yang mengingatkannya pada motif-motif rajutan seperti di Belanda. Selain keindahan warna-warni Lagosi, Ghea juga mengangkat motif-motif kain sutra Sumatera yang lain, yang berasal dari motif kain antik tenun sutra Makassar.

Ia menginterpretasikan motif-motif tenun Makassar ke atas bahan chiffon, satin, rayon dan juga organza dengan menggunakan teknik print, bordir dan juga manik. Tak ketinggalan pula detail pom-pom dan fringes.

"Sementara aksesoris kepala kali ini terinspirasi dari bando-bando Makassar yang kemudian dinterpretasikan menjadi bando-bando bunga, orang-orangan kecil dan tassels yang menyerupai aksesoris ala Meksiko," kata Ghea.

Untuk gayanya sendiri, Ghea menampilkannya dengan gaya eklektis, bohemian yang seakan mencerminkan seorang pelancong yang tengah melakukan perjalanan di Tanah Bugis. Meskipun begitu, Ghea tidak melupakan nuansa Ramadan dalam koleksinya. Itu dapat dilihat dalam berbagai model kaftan, tunik yang dilengkapi dengan kerudung, turban serta rok lebar.

Warna-warna yang dipilihnya juga melambangkan pelangi yang menggambarkan keberagaman dan persatuan dalam perbedaan, serta aplikasi orang-orang kecil di atas topi, tas dan bordir bertuliskan damai, sebuah pesan tersurat dari seorang desainer asal Indonesia, Ghea Pangabean. gma/R-1

Memaknai Perbedaan

Sementara itu desainer Mel Akhyar dalam lini busananya Happa mengusung sederet koleksinya yang masih bernuansa Ramadan dan Lebaran. Bertajuk Ng Bono, koleksi tersebut berarti ikatan jika diartikan dalam bahasa Filipina yang mana merupakan salah satu koleksi karya Mel Akhyar yang terinspirasi dari kebudayaan yang ada di negara tersebut bernama Festival Kadayawan.

Festival ini diadakan setiap minggu ketiga di bulan Agustus. "Ini tentang festival yang ada di sana, seperti ada perayaan syukuran atas panen raya mereka. Jadi ada dua suku, yaitu Suku Lumad dan Suku Moro yang ada di Kota Davao, Filipina. Suku Lumad mayoritas non muslim, sementara Suku Moro mayoritas muslim," ceritanya.

Karena perbedaan agama itu, setiap tahunnya kedua suku ini merayakan sebuah festival dengan kompetisi selebrasi bersama yang menjunjung tinggi sportivitas. Biasanya ada 11 pertandingan yang dihadirkan dan keduanya bertanding dengan adil.

"Untuk mengurangi bentrok antar ras dan agama, dan itu yang mau saya angkat. Temanya cocok dengan Ramadan yang menyuarakan pesan damai, kebersamaan dalam perbedaan yang mempunyai budaya yang berbeda-beda melalui festival kebudayaan," tutur Mel lebih lanjut.

Dalam koleksi yang terdiri dari 16 looks, Mel mencoba menggambarkan keberagaman kebudayaan antar dua suku di Filipina itu dengan manik-manik khusus yang juga memiliki cara detail yang berbeda. Terdapat manik-manik kayu kecil berwarna-warni yang dirangkai menjadi motif seperti halnya motif khas Kalimantan.

Namun perbedaannya, penggunaan manik kedua suku ini terlihat jarang-jarang tetapi bisa menampilkan kesan yang elegan. Pada Suku Moro, ornamennya cenderung geometrik dengan aksennya motif yang bergambarkan makhluk hidup, sementara Suku Lumad sebaliknya, terdapat wujud binatang.

"Budayanya bercampur-campur, untuk Suku Lumad juga warnanya terang. Kalau suku Moro cenderung gelap," kata Mel.

Ia melakukan riset sekitar 3 bulan dengan menggunakan material-material seperti linen, katun sutra yang hampir menyerupai tekstur tenun dan bahan khas Filipina, yaitu organdi. gma/R-1

Hadirkan Harapan dalam Batik

Masih mengangkat keistimewaan linen dan keindahan perbedaan, Giordano menggandeng Iwet Ramadhan seorang penggiat budaya, desainer batik yang juga seorang penyiar radio.

Dengan tema Enlightening Love, Giordano mengusung kembali unsur fitri yang menjadi inti dan semangat Idul Fitri. Iwet sendiri digandeng oleh Giordano dalam kampanye tahun ini karena keseriusannya akan melestarikan batik dan filosofi ceritanya. Iwet tidak hanya merancang batik tetapi juga menulis buku, membuat video Youtube series mengenai cerita dan filosofi batik, melainkan juga mengajarkan Ibu Rusun cara membuat batik. Karena itulah, Giordano memutuskan untuk mengajak Iwet agar terlibat dalam kampanyenya ini.

Enlightening Love memiliki makna yang selaras dengan motif Beautiful Sorrow yang khusus dirancang oleh Iwet Ramadhan. Motif ini memiliki cerita mengenai harapan, yang mana pada setiap kesulitan, ujian atau cobaan, akan selalu berakhir dengan kebahagiaan. Begitu pula dengan Enlightening Love, yaitu sebuah harapan di mana cinta akan menjadi cahaya terang bagi semua orang khususnya di momen hari raya tahun ini.

''Enlightening Love adalah tema yang kami usung dalam kampanye edisi lebaran kali ini. Tagline Enlightening Love berbicara mengenai cinta yang penuh harapan mencerahkan, di mana harapannya rasa cinta ini akan menjadi cahaya terang bagi semua orang khususnya di moment ramadhan ini,'' beber Chief Merchant Giordano Indonesia, Ekawati Wongso.

Terdapat pula motif batik pada kolaborasi antara Iwet Ramadhan dan Giordano ini, motif batik Beautiful Sorrow yang terinspirasi dari motif batik klasik Kelengan dari Pekalongan. Motif batik sarat makna yang mempunyai nilai spiritual yang tinggi.

Mempunyai warna asli batik biru dan putih, Iwet Ramadhan menambahkan aksen merah dalam rancangannya sebagai simbol harapan, cinta dan kehidupan. gma/R-1

Komentar

Komentar
()

Top