Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Skandal BLBI I Utang Harus Dimanfaatkan untuk Pembangunan yang Produktif

Moratorium Pembayaran Obligasi Rekap Bakal Jadi Warisan Monumental

Foto : ISTIMEWA

ACHMAD MARUF Pakar Ekonomi UMY - Ada permainan kerah putih yang memaksa negara membayar terus bunga rekap. Ini yang perlu segera dibuka seterangterangnya.

A   A   A   Pengaturan Font

» Penyelesaian masalah obligasi rekap akan jadi warisan paling monumental dari Presiden Jokowi.

» Dari pada negara menyubsidi para konglomerat hitam, mending membantu rakyat yang lagi susah.

JAKARTA - Niat Presiden Joko Widodo (Jokowi) menuntaskan megaskandal Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) akan lebih diapresiasi masyarakat Indonesia jika dilanjutkan hingga penyelesaian obligasi rekapitalisasi perbankan yang selama ini menyebabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara tertatih-tatih.

Bahkan, di tengah pandemi Covid-19 yang membuka lubang defisit makin menganga, memaksa pemerintah harus mencari pembiayaan rata-rata seribu triliun rupiah dalam tiga tahun terhitung sejak 2000 hingga 2022 mendatang.

Pakar Ekonomi dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY), Achmad Maruf, yang diminta pendapatnya, Jumat (3/12), mengatakan penagihan piutang BLBI ke obligor/debitor yang mengemplang selama 23 tahun dan penyelesaian obligasi rekap yang membebani APBN bakal menjadi legacy Presiden Jokowi yang akan dikenang seluruh rakyat Indonesia, selain pembangunan infrastruktur yang masif.

"Pembayaran bunga obligasi rekap harus dihentikan atau di moratorium karena peruntukannya yang awalnya untuk memperkuat modal bank penerima saat itu, dalam praktiknya sudah banyak yang dijual oleh bank ke pihak ketiga," kata Maruf.

Pemerintah, dalam hal ini Satgas BLBI, papar Maruf, harus diapresiasi karena mau terbuka dengan masukan publik terkait penyelesaian piutang BLBI. Ini adalah langkah paling maju dalam periode masa kepemimpinan pascareformasi.

"Itu dulu harus kita akui. Ada keberanian untuk bertindak demi rakyat. Ini hebat dan pasti jadi momentum bersama dari rakyat memberi dukungan kuat untuk menyelesaikan seterang-terangnya masalah BLBI yang kemudian diikuti dengan penempatan obligasi rekap guna menambal modal bank kala itu," papar Maruf.

Sudah saatnya, menurut Maruf, bank penerima obligasi rekap dilihat lagi rasio kecukupan modalnya dan likuiditasnya tanpa obligasi rekap. Dilihat sekilas bank-bank penerima rekap sudah sangat untung, bahkan malah sudah ada yang menjualnya ke pasar.

"Ada permainan kerah putih yang memaksa negara membayar terus bunga rekap. Ini yang perlu segera dibuka seterang-terangnya," kata Maruf.

Momentum saat ini, katanya, akan susah terulang kembali karena kekuatan politik yang dinamis setiap periode, sehingga sulit diterka visi misinya untuk rakyat. Pada saat ini, kepemimpinan menunjukkan ada usaha serius untuk menghentikan kerugian rakyat, apa pun risikonya.

"Penyelesaian masalah obligasi rekap akan jadi warisan paling monumental dari Presiden Jokowi," kata Maruf.

Lebih Fleksibel

Manajer Riset dan Seknas Fitra, Badiul Hadi, menegaskan sangat penting bagi pemerintah saat ini untuk meringankan dan menyelamatkan uang negara. Terobosan-terobosan diperlukan agar uang negara tidak dibayarkan ke pos belanja yang bukan untuk kepentingan rakyat, termasuk bayar subsidi ke konglomerat seperti pembayaran bunga obligasi rekapitalisasi.

Sebab itu, dia meminta moratorium pembayaran obligasi rekap dilakukan pemerintah agar APBN tidak terbebani tumpukan utang dan memiliki ruang yang lebih fleksibel.

"Biar APBN lebih produktif. Saat ini, kita butuh banyak sumber dana untuk membantu pemulihan setelah Covid-19 ini," tegas Badiul.

Menurut dia, anggaran untuk pembayaran obligasi rekap bisa dialihkan ke sektor lain yang saat ini sangat membutuhkan, bahkan sektor-sektor itu bersentuhan langsung dengan rakyat sendiri, seperti penguatan Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM).

"Dari pada negara menyubsidi para konglomerat hitam, mending membantu rakyat yang lagi susah," kata Badiul.

Dihubungi terpisah, Pakar Ekonomi dari Universitas Negeri Surabaya (Unesa), Dian Anita Nuswantara, mengatakan pembayaran bunga obligasi rekap perlu dihentikan atau dimoratorium karena membebani APBN yang seharusnya digunakan untuk pembangunan.

"Pemerintah harus mengutamakan kepentingan rakyat terkait besarnya dana APBN yang dipakai untuk membayar bunga obligasi rekap. Apalagi, defisit anggaran kita makin membengkak karena meningkatnya pengeluaran selama pandemi," kata Dian.

Di tengah lonjakan pengeluaran dan pada saat bersamaan penerimaan pajak merosot, pemerintah kembali menarik utang dalam jumlah lebih besar. Padahal idealnya, utang yang ditarik seharusnya dimanfaatkan sebesar-besarnya untuk pembangunan yang produktif, bukan untuk bayar bunga obligasi lagi ke konglomerat.

"Kita membutuhkan berbagai stimulus untuk merangsang investasi," pungkas Dian.


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S, Eko S

Komentar

Komentar
()

Top