Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Nilai Tukar I Rupiah Merosot 3,9%, Terburuk di Negara Berkembang Asia setelah Baht Thailand

Moratorium Obligasi Rekap BLBI Bisa Tahan Kemerosotan Rupiah

Foto : Sumber: Bloomberg - KJ/ONES
A   A   A   Pengaturan Font

» Stimulus fiskal di AS menyebabkan aliran modal ke negara berkembang tertahan.

» Investasi di pasar keuangan didominasi hot money sehingga rentan dialihkan ke aset yang lebih menjanjikan.

JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus merosot dalam dua bulan terakhir. Merosotnya nilai tukar rupiah itu karena kenaikan imbal hasil surat utang negara atau obligasi Amerika Serikat (AS) seiring dengan digelontorkannya stimulus fiskal senilai 1,9 triliun dollar AS pada Maret lalu dan kemungkinan tambahan sekitar dua triliun dollar AS pada triwulan IV-2021.

Gubernur Bank Indonesia (BI), Perry Warjiyo, dalam beberapa kesempatan mengakui jika komitmen AS memperbesar paket kebijakan fiskal itu menimbulkan reaksi positif pelaku pasar akan prospek pemulihan ekonomi yang lebih cepat di negara adidaya itu. Hal itu mendorong imbal hasil (yield) surat utang (US treasury) meningkat di tengah ketidakpastian pasar keuangan global.

"Perkembangan ini berpengaruh pada tertahannya aliran modal ke sebagian besar negara berkembang, dan berdampak pada kenaikan yield surat berharga dan tekanan terhadap mata uang di berbagai negara, termasuk Indonesia," kata Perry.

Perusahaan investasi memperkirakan rupiah akan dihantui penurunan lebih lanjut. Goldman Sachs Group Inc, seperti dikutip dari kantor berita Bloomberg, mengatakan kenaikan imbal hasil obligasi AS dan penguatan dollar AS berpotensi merugikan investor yang memegang aset Indonesia dalam waktu dekat.

Paling Rentan

Sementara itu, PineBridge Investments Asia Ltd mengatakan rupiah akan terus merosot karena risk-off perdagangan global dan ketika investor asing kembali membawa dividen keluar negeri. Sedangkan Loomis Sayles Investment Asia Pte menilai bearish rupiah dipicu oleh pandemi Covid-19.

Rupiah sepanjang tahun berjalan telah merosot 3,9 persen tahun ini, yang menempatkannya sebagai mata uang terburuk di negara-negara berkembang Asia setelah baht Thailand. Rupiah merosot ke level terendah dalam lima bulan terakhir ke level 14.603 per dollar AS pada penutupan perdagangan, Rabu (14/4).

"Rupiah adalah salah satu yang paling rentan di antara mata uang pasar berkembang berimbal hasil tinggi di bawah sentimen risk-off," kata Kepala Pendapatan Tetap Asia ex-Jepang di PineBridge di Hong Kong, Arthur Lau. "Dalam beberapa bulan mendatang, kami memperkirakan pelemahan rupiah akan tetap ada karena dividen musiman dan repatriasi kupon pada April-Mei dan impor musiman yang lebih tinggi pada kuartal kedua," tambah Lau.

Rupiah merupakan mata uang penentu risiko di negara berkembang Asia karena kepemilikan asing yang relatif tinggi atas aset lokal dan perekonomian yang terbuka. "Salah satu pertanyaan yang paling sering ditanyakan investor dalam beberapa minggu terakhir adalah apakah sudah waktunya untuk membeli penurunan di pasar lokal Indonesia?" tulis analis Goldman Sachs yang dipimpin oleh Zach Pandl dalam sebuah riset bulan ini.

"Jawabannya adalah belum, dalam pandangan kami." Goldman mengatakan analisisnya menunjukkan obligasi Indonesia belum berada di wilayah yang murah, dan data AS yang kuat menunjukkan ada potensi imbal hasil treasury yang lebih tinggi, yang akan semakin negatif untuk aset negara Asia.

Deputi Gubernur BI, Dody Budi Waluyo, pekan lalu melihat rupiah rebound karena inflasi yang rendah dan pertumbuhan ekonomi yang membaik. Apalagi, otoritas akan berupaya menstabilkan mata uang tersebut sesuai dengan fundamentalnya.

"Hot Money"

Secara terpisah, Pengamat Ekonomi dari Universitas Airlangga Surabaya, Imron Mawardi, mengatakan anjloknya rupiah karena dinamika di AS akan terus berlanjut dan mengganggu target pemulihan pertumbuhan karena harga bahan baku akan melambung.

"Seharusnya rupiah tidak se-undervalued seperti ini. Undervalued ini terjadi karena Biden memberikan insentif yang tinggi demi mengumpulkan dana untuk program stimulusnya yang besar. Karena sebagian besar investasi yang ada di kita hot money, maka para fund manager tentu berusaha mengalihkan dananya ke aset yang lebih menarik. Inilah rentannya hot money," kata Imron.

Lain halnya dengan Manajer Riset Fitra, Badiul Hadi, yang menilai kemerosotan rupiah hanya bisa ditahan jika pemerintah melakukan moratorium bunga obligasi rekap. Dengan moratorium akan meningkatkan kepercayaan investor di pasar keuangan untuk tetap memegang aset rupiah, karena pemerintah memiliki ruang fiskal yang lebih leluasa.

"Pembentukan Satgas penagihan BLBI mendapat respons yang positif, namun harus ditindaklanjuti dengan mengurangi beban keuangan negara melalui moratorium," tutup Badiul.

n SB/ers/E-9


Redaktur : Vitto Budi
Penulis : Fredrikus Wolgabrink Sabini, Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top