Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Foto Video Infografis
Dampak Pandemi | RI Harus Waspadai Berbagai Risiko Dinamika Isu Global

Momentum Perbaiki Perpajakan

Foto : ISTIMEWA
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Krisis ekonomi dan kesehatan akibat pandemi Covid-19 menjadi momentum untuk memperbaiki fundamental kebijakan fiskal termasuk perpajakan. Karena itu, pemerintah mengesahkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

"Pada saat Covid-19, kita merasa situasi berat dan berpikir untuk meletakkan fundamental kuat untuk fiskal, tidak hanya pajak, tapi betul-betul fondasi fiskal, baik penerimaan, pengeluaran, termasuk pembiayaan," kata Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Suryo Utomo, dalam Sosialisasi UU HPP, di Jakarta, Senin (25/10).

Menurutnya, UU HPP disahkan sebagai pelengkap beberapa aturan yang telah disahkan sebelumnya seperti Undang-Undang terkait tax amnesty yang ditetapkan pada 2016 dan Undang-Undang Cipta Kerja pada 2020.

"Undang-undang HPP yang baru 7 Oktober 2021 kemarin disetujui dalam rapat paripurna DPR melengkapi puzzle reformasi perpajakan. Series UU ini meletakkan kepercayaan antara masyarakat wajib pajak dengan pemerintah atau dalam hal ini spesifik DJP (Direktorat Jenderal Pajak)," kata Suryo.

Salah satu isu yang menjadi pertimbangan dalam penyusunan UU HPP, menurutnya, ialah penerimaan perpajakan yang tidak pernah mencapai target setiap tahun. Begitu pula di tengah Covid-19, meskipun penerimaan perpajakan telah diproyeksi bakal turun, realisasi penerimaan perpajakan pada 2020 tetap kurang dari target dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBN-P).

"Sudah di APBN-P ketemu di sekitar 1.190 triliun rupiah tetap tidak tercapai juga pada 2020. Padahal di sisi lain pemerintah harus intervensi memelihara kesehatan dan perekonomian sehingga perlu sesuatu alat hukum untuk mengajak seluruh komponen masyarakat saling bantu," imbuh Suryo.

Dengan UU HPP, pemerintah berharap penerimaan negara dapat lebih kuat dan berkelanjutan. Serangkaian reformasi fiskal ke depan juga diharapkan membuat pengeluaran negara lebih efektif dan efisien. "Pembiayaan juga kita inginkan yang sesuai dengan keperluan. Jadi, ini yang kita coba duduk kan bahwa ada dimensi ke depan sehingga kita harus solid," ucapnya.

Dinamika Global

Sementara itu, Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, menegaskan Indonesia harus mewaspadai adanya berbagai dinamika isu global yang menciptakan dampak rambatan atau spillover terhadap perekonomian global, termasuk Tanah Air. "Dinamika global ini menjadi sesuatu yang perlu kita waspadai dalam mengelola perekonomian kita," katanya dalam Konferensi Pers APBN KiTA, di Jakarta, Senin (25/10).

Sri Mulyani menyebutkan beberapa isu global yang sedang terjadi meliputi tapering dan kenaikan suku bunga Bank sentral AS atau The Federal Reserve (The Fed) serta debt limit di Amerika Serikat (AS). Kemudian, tapering oleh Bank sentral Eropa atau European Central Bank (ECB) dan Bank sentral Inggris atau Bank of England (BoE) serta dampak Brexit pada labor shortages sekaligus gangguan suplai.

Selanjutnya, risiko gagal bayar Evergrande yang meski sudah mampu membayar cicilan utang, namun belum selesai sekaligus potensi perlambatan ekonomi Tiongkok yang memberikan dampak ke perekonomian dunia mulai harga komoditas maupun perekonomian secara umum.

"Semua ini menjadi satu yang pasti mempengaruhi ekonomi Indonesia," tegasnya.


Redaktur : Muchamad Ismail
Penulis : Muchamad Ismail, Antara

Komentar

Komentar
()

Top