Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Kualitas Pemilu | Waspadai Masa Tenang Kampanye

Model Pengawasan Bawaslu Dinanti

Foto : ISTIMEWA

Fritz Edward Siregar, Anggota Bawaslu.

A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Panasnya pertarungan dan kompetisi justru terjadi di pemilu legislatif. Karena itu, perlu langkah strategis Bawaslu dalam membuat desain pengawasan yang efektif guna mengantisipasi kerawanan pemilu.

Pemilu legislatif 7.968 caleg DPR RI, 807 caleg DPD RI dan 22 ribuan caleg DPRD provinsi dan kabupaten/kota yang akan saling berlomba. Pindah memilih dalam satu dapil (daerah pemilihan) atau di luar dapil pun turut berkonsekuensi terhadap teknis surat suara yang akan digunakan pemilih. Belum lagi teknis penggunaan hak suaranya yang mesti menunggu jam 12.00 atau jika surat suara cadangan di TPS habis mesti mencari TPS lain.

Teknis penghitungan suara juga tak kalah rumit, selain memilih capres, ada empat jenis surat suara yang mesti digunakan untuk memilih DPR, DPD, DPRD provinsi dan DPRD kabupaten/kota. Pemilu serentak dengan model penghitungan hasil pemilu presiden lebih dulu akan menambah kerawanan karena perhatian publik bisa terhenti seketika begitu hasil pemilu presiden diketahui. Padahal potensi persoalan besar dalam menjaga suara pemilih, justru baru dimulai.

"Persoalan penghitungan suara pemilu akan sangat bergantung pada integritas penyelenggaranya di TPS," kata Anggota Bawaslu Fritz Edward Siregar di Bawaslu, Thamrin, Jakarta, Senin (18/2).

Misalkan saja pada saat Pilkada Serentak 2018 lalu, pihaknya kerap menemukan pelaku pelanggaran dalam tahapan kampanye terutama politik uang menimpa penyelenggara pemilu. Maka dari itu untuk meminta anggota Panwascam dan PPL untuk selalu membekali diri dalam setiap kegiatan pengawasan dengan baku saku aturan kampanye.

Pasalnya ungkap Fritz, politik uang kerap terjadi pada masa tenang hingga hari H pemungutan suara. Selain itu dengan serentaknya Pemilu 2019, dengan sekitar 900 ribuan TPS, ditambah 16 orang saksi dari 16 partai plus dua saksi capres/cawapres yang kesemuanya menjadi tanggungjawab Bawaslu dalam melakukan pendidikan dan bimbingan teknis (bimtek) bagi seluruh Panwascam, PPL dan saksi-saksi partai.

"Makanya kami berharap penghitungan suara nanti tidak melewati waktu yang ditetapkan agar tidak meninggalkan masalah," kata Fritz.

Peneliti Sindikasi Pemilu dan Demokrasi (SPD) Erik Kurniawan menilai, banyaknya caleg di DPRD kab/kota yang kesulitan mendapat efek ekor jas walau partainya mengusung calon presiden tertentu. Hal ini berpotensi caleg tersebut akan melakukan politik uang pada saat hari pemungutan suara yang dalam hal ini integritas penyelenggara di TPS patut diperhitungkan.

Contoh, persaingan antar partai untuk saling rebutan kursi yang kerap melakukan jual beli suara di TPS. Ini jelas berbahaya, sehingga banyaknya jumlah Panwascam dan PPL diharapkan dapat mencegah hal serupa kembali terjadi.

Jual Beli Suara

Sementara itu, Ketua Konstitusi dan Demokrasi (KoDe) Inisiatif Very Junaedi berpendapat, model penetapan perolehan kursi caleg dengan suara terbanyak memang memiliki anomalinya sendiri.

Potensial memunculkan pelanggaran serius terhadap pemilu. Potensi jual beli suara antar caleg ungkap Veri, penggembosan yang berdampak penggelembungan suara caleg tertentu, hingga mengambil suara partai untuk caleg tertentu bisa terjadi sehingga menimbulkan kekacauan atas kedaulatan hasil pemilunya.

"Keterlibatan penyelenggara di lapangan tidak bisa dihindari. Sehingga muncul persoalan yang sistematis, terstruktur dan massif," terangnya. rag/AR-3

Komentar

Komentar
()

Top