Logo

Follow Koran Jakarta di Sosmed

  • Facebook
  • Twitter X
  • TikTok
  • Instagram
  • YouTube
  • Threads

© Copyright 2024 Koran Jakarta.
All rights reserved.

Selasa, 25 Jan 2022, 21:20 WIB

Model Kepemimpinan Ekoteologis Interreligius

Romo Budi Purnomo Pr

Foto: ISTIMEWA

Oleh: Aloys Budi Purnomo Pr

Krisis ekologi yang tak berkesudahan menimpa bumi telah menjadi perhatian serius oleh banyak kalangan, termasuk para pemimpin agama dan kepercayaan. Berbagai usulan tentang model kepemimpinan untuk mengatasi krisis ekologi telah ditawarkan oleh para akademisi. Namun demikian, kajian khusus tentang kepemimpinan ekoteologi interreligius belum ada.

Itulah sebabnya, melalui studi ini, saya bermaksud menjelaskan model kepemimpinan ekoteologi interreligius sesuai dengan Ensiklik Laudato Si' dalam konteks Komunitas Pegunungan Kendeng Utara (KPKU). Kepemimpinan tersebut melibatkan tiga elemen, yaitu ajaran Ensiklik Laudato Si' yang disampaikan Paus Fransiskus (2015) sebagai panduan dan alat analisis.

Kemudian, gagasan Wilfred (2009) dan Belser (2013) tentang ekoteologi interreligius, dan fakta empiris pergerakan KPKU. Proposisi teoretis baru tentang model kepemimpinan ekoteologis interreligius diperoleh berdasarkan saling kesesuaian antara ajaran Ensiklik Laudato Si', gagasan ekoteologi interreligius, dan fakta empiris pergerakan KPKU.

Dengan menggunakan pendekatan kualitatif, saya mengkaji kepemimpinan KPKU sebagai data empiris primer. Secara metodologis, saya menggunakan triangulasi yang melibatkan grounded theory, content analysis, dan Delphi. Sementara itu, data lapangan dikaji melalui siklus perbandingan deduktif-induktif dan interpretif-hermeneutis dengan paradigma konstruktivis post-positivistik untuk mengkonstruksi model kepemimpinan ekoteologis interreligius yang sesuai Ensiklik Laudato Si'.

Temuan riset ini mencakup empat hal. Pertama, adanya kesesuaian antara gagasan ekoteologi interreligius dan Ensiklik Laudato Si' sebagai konsep ekoteologi interreligius yang sejalan dengan Ensiklik Laudato Si' demi merawat Bumi, yaitu dengan melibatkan semua orang tanpa memandang agama dan kepercayaannya.

Kedua, identifikasi ciri-ciri kepemimpinan lingkungan dalam perspektif ekoteologi interreligius sesuai dengan Ensiklik Laudato Si'. Ketiga, konsep ekoteologi interreligius yang sesuai dengan Ensiklik Laudato Si' memiliki relevansi pada konteks KPKU sebagaimana terlihat dari empat elemen yaitu: hadirnya pemimpin interreligius yang ramah dan peduli lingkungan sesuai ajaran agama dan kepercayaan masing-masing.

Lalu adanya semangat perjuangan dan pengorbanan dari KPKU dalam merawat Bumi. Pembelaan dan penghormatan terhadap komunitas serta agama adat. Kemudian peneguhan pergerakan Gunritno dan komunitasnya demi merawat Bumi yang tereksploitasi di satu sisi. Juga pergerakan KPKU sebagai jawaban ajaran Ensiklik Laudato Si' sesuai dengan ekoteologi interreligius di sisi lain. Keempat, ciri, cara, dan strategi kepemimpinan dalam konteks KPKU untuk menjaga Kendeng Lestari telah teridentifikasi.

Rumusan Model

Secara umum, temuan-temuan tersebut telah memenuhi tujuan utama riset ini, yaitu merumuskan model kepemimpinan ekoteologis interreligius sesuai Ensiklik Laudato Si' dalam konteks KPKU. Model kepemimpinan tersebut ditandai dengan keberpihakan ekologis dan semangat inkarnatif-kenosis yang menggemakan hati nurani manusia untuk berjuang merawat Bumi tanpa kebencian dan kekerasan.

Model kepemimpinan ini mengamalkan dan mempromosikan pertobatan ekologis untuk menciptakan peradaban kasih ekologis dengan visi integral yang memprioritaskan kepentingan generasi mendatang daripada keuntungan sesaat.

Dalam konteks KPKU, model kepemimpinan tersebut ditopang landasan legal-yuridis formal berdasarkan Putusan PK Nomor 99 PK/TUN/2016 yang memenangkan perjuangan KPKU dan Surat Keputusan Kepala Staf Presiden Nomor 2 Tahun 2017 tentang Pelaksanaan KLHS.

Sesuai dengan putusan legal-yuridis formal tersebut, seharusnya pabrik semen di Rembang dan praktik penambangan di PKU dihentikan. Data tersebut sesuai LS 186, "Jika informasi objektif menunjukkan bahwa akan terjadi kerusakan serius dan permanen, meskipun tidak ada bukti yang tak terbantahkan, proyek harus dihentikan atau diubah".

Berdasarkan riset ini, saya mendorong penguasa dan pengusaha agar mengambil keputusan dan kebijakan yang lebih ekologis dengan menjadikan PKU sebagai kawasan budidaya ekologis, bukan objek eksploitasi tambang sebab PKU adalah kawasan lindung sebagai KBAK dengan CAT.

PKU dapat menjadi sarana pemenuhan pembangunan melalui peningkatan ekonomi yang lebih ekologis, pengembangan pendidikan ekologis, pelestarian ekosistem, budaya, kearifan lokal (Sedulur Sikep), dan pariwisata. Ketiga, secara sosio-politik, riset ini menginspirasi sinergi tiga pilar: penguasa, pengusaha, dan rakyat sesuai dengan fungsi masing-masing.

Yaitu untuk mewujudkan peradaban kasih ekologis dan mencegah terjadinya perselingkuhan antar pilar tersebut agar tidak menjadi sumber perusakan sosio-ekologis. Keempat, implikasi eko-pastoral, yakni pelayanan berbasis agama dan kepercayaan untuk menjaga keutuhan ciptaan dan kelestarian lingkungan.

Para pemimpin agama dalam keberagamannya dapat saling bekerjasama dan menjadi kekuatan spiritual untuk edukasi merawat Bumi, rumah bersama. (Penulis: Doktor Ilmu Lingkungan Unika Soegijapranata Semarang)

Redaktur: Aloysius Widiyatmaka

Penulis: Aloysius Widiyatmaka

Tag Terkait:

Bagikan:

Portrait mode Better experience in portrait mode.