Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Minim Kompetisi Amatir, Petinju Indonesia Sulit Bersaing

Foto : istimewa
A   A   A   Pengaturan Font

JAKARTA - Legenda tinju nasional, Syamsul Anwar Harahap, menyebut Indonesia di masa kini kekurangan kompetisi tinju amatir. Kondisi inilah, menurut Syamsul, menjadi alasan mengapa Indonesia sulit petinju profesional menjadi juara dunia seperti Ellyas Pical, Chris John dan Daud Yordan.

"Ellyas Pical, Chris John dan Daud Yordan bisa menjadi juara dunia karena sebelum melangkah ke profesional mereka bertanding rutin di kejuaraan tinju amatir," ujar Syamsul di Jakarta, Kamis (14/12).

Dia menyebut ketika Ellyas Pical mulai merintis karier sebagai petinju di media 1970-1980-an, di Indonesia ada sekitar 25 turnamen amatir setiap tahun yang digelar di provinsi maupun tingkat nasional. "Kalau, katakanlah, ikut saja 15 turnamen maka setiap bulan petinju selalu bertanding. Misalnya terus melaju hingga final dia bisa bertanding sedikitnya 30 kali dan ini sangat baik mengasah naluri bertinju," kata Syamsul.

Pria yang menjadi juara tinju Asia tahun 1977 ini mengatakan seorang petinju memiliki jam terbang minimal 100 pertandingan amatir untuk menjadi petinju yang profesional kompetitif. Namun, keadaan saat ini menurutnya berbeda. Jumlah kompetisi tinju amatir di Indonesia baik di tingkat provinsi maupun nasional sudah sangat sedikit, bahkan kata dia, bisa dihitung dengan jari.

"Begini, untuk menjadi juara Olimpiade sedikitnya harus melalui 200 pertandingan amatir. Sekarang, kalau petinju cuma bertanding di dua turnamen setiap tahun, atau katakanlah 10 turnamen, naluri berkelahinya jadi tidak bagus," tutur Syamsul yang dalam kariernya pernah menduduki peringkat 16 besar kejuaraan tinju amatir dunia tahun 1978 yang digelar di Yugoslavia.

Syamsul berharap pemerintah maupun federasi tinju memperhatikan frekuensi kejuaraan amatir tersebut karena dia menegaskan bahwa para petinju terbaik dunia lahir dari tinju amatir. Jika di Indonesia ada sosok layaknya penyandang super champion WBA Chris John dan juara dunia IBO Daud Yordan, di luar negeri ada nama seperti Gennady Golovkin yang melewati lebih dari 300 laga amatir sebelum menjadi juara dunia WBA, WBC, IBF, dan IBO.

"Kenapa yang terbaik dihasilkan dari tinju amatir? Karena di amatir, kalau ada kesalahan sekecil apapun seperti teknik memukul tidak benar pasti diperingatkan atau pertandingan dihentikan. Contohnya memukul dengan teknik pukul seperti menampar itu pasti diperingatkan, karena harus pukulan benar tekniknya, dengan buku-buku jari," tutur Syamsul.

Selain itu, Syamsul juga mengatakan bahwa dengan melihat persaingan tinju di Asia, Indonesia sulit meraih medali pada Asian Games 2018. "Kalau pun mendapatkan medali, perunggu saja sudah bagus sekali," ujar Syamsul.

Mantan atlet yang pernah menjadi kampiun di Kejuaraan Tinju Amatir Asia Tahun 1977 itu memprediksi negara-negara pecahan Uni Soviet akan mendominasi Asian Games 2018.

Indonesia, lanjut dia, hanya memiliki kans 10 persen untuk mengalahkan para petinju dari negara bekas Uni Soviet tersebut. "Lihat saja di kejuaraan Asia lalu di Uzbekistan, tuan rumah sangat mendominasi. Lawan-lawannya dibuat seperti mainan," ujar Syamsul.

Kejuaraan Tinju Amatir Asia digelar di Tashkent, Uzbekistan pada 30 April-7 Mei 2017. Indonesia gagal merebut medali pada turnamen tersebut, sementara tuan rumah Uzbekistan menjadi juara umum dengan merengkuh sembilan medali emas.ion/Ant/S-2


Redaktur : Sriyono
Penulis : Sriyono, Antara

Komentar

Komentar
()

Top