Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis

Mi Instan adalah Penyebab Utama "Stunting"

Foto : Foto: Istimewa

Mie instan

A   A   A   Pengaturan Font

Bagi masyarakat kelas menengah ke bawah di Indonesia, mi instan sering menjadi makanan sehari-hari. Makanan ini banyak dikonsumsi oleh para mahasiswa, bahkan sampai dua kali sehari.

Banyak yang meninggal karena mengonsumi makanan ini, dan mi instan adalah penyebab utama stunting pada anak-anak Indonesia, yang oleh WHO dinilai sebagai yang tertinggi di dunia.

Memang mi instan harganya murah dan mudah dimasak. Namun yang tidak diketahui adalah makanan ini berpotensi membahayakan kesehatan pencernaan.

"Hal yang paling mengejutkan tentang percobaan kami ketika Anda melihat pada interval waktu, katakanlah dalam satu atau dua jam, kami melihat mi olahan (instan) kurang berhasil dicerna dibandingkan mi buatan sendiri (non instan)," kata Dr Kuo.

Dr Kuo merekam proses pencernaan itu selama 32 jam melalui kamera endoskopi. "

Apa yang kami lihat di sini adalah perut berkontraksi terus-menerus saat mencoba mencerna mi instan," terangnya.

Bahan pengawet utama dalam mi instan adalah Terriary-butyl hydroquinone (TBHQ). TBHQ adalah zat aditif yang biasa digunakan dalam makanan olahan murah, seperti berondong jagung, biskuit gandum, dan biskuit manis. Badan Pengawas Obat dan Makanan Amerika Serikat (Food and Drug Administration/ FDA) mengatakan kandungan TBHQ tidak boleh melebihi 0,02 persen dari kandungan minyak dan lemak dalam makanan. Kadar TBHQ dalam jumlah kecil mungkin tidak berbahaya atau membuat seseorang menjadi sakit, tetapi dapat memiliki efek jangka panjang pada kesehatan, seperti pelemahan organ atau menimbulkan kanker dan tumor.

Sayangnya, skala penelitian Dr Kuo terlalu kecil untuk diambil sebagai kesimpulan. Masih perlu lebih banyak penelitian lebih lanjut terhadap makanan olahan, untuk menentukan efeknya pada kesehatan jangka panjang kita. Tindakan terbaik adalah mencoba menghindari makanan olahan karena tidak ramah pada perut dan juga berdampak negatif pada organ internal lainnya.

Pencegahan "Stunting"

Sementara itu, jumlah anak penderita stunting di Indonesia sangat mengejutkan. Menurut survei pemerintah pada 2013, sebanyak 37 persen atau hampir sembilan juta anak Indonesia di bawah usia 5 tahun, terhambat pertumbuhannya.

Pada 2017, Wapres Jusuf Kalla menyerukan Strategi Nasional Percepatan Pencegahan Anak Kerdil (stunting). Gerakan yang mendapat dukungan dari Bank Dunia ini dibangun dari pengalaman Indonesia dan negara lain, khususnya keberhasilan Peru dalam memangkas laju pertumbuhan stunting menjadi separuh hanya dalam waktu tujuh tahun.

Stunting atau kegagalan seseorang untuk mencapai tingkat pertumbuhan badan pada usianya disebabkan oleh malnutrisi kronis dan penyakit yang diderita terus-menerus selama masa kanak-kanak. Kondisi ini dapat secara permanen membatasi kapasitas fisik dan kognitif anak, sehingga menyebabkan kerusakan dalam jangka panjang. Saat ini, hampir seperempat anak balita di seluruh dunia mengalami kekurangan gizi. n SB/lifehack/P-4


Redaktur : Khairil Huda
Penulis : Selocahyo Basoeki Utomo S

Komentar

Komentar
()

Top