Nasional Mondial Ekonomi Megapolitan Olahraga Rona The Alun-Alun Kupas Splash Wisata Perspektif Wawancara Edisi Weekend Foto Video Infografis
Festival Rumpun Bombonawulu

Merawat Kebudayaan untuk Jaga Keutuhan Bangsa

Foto : dok. Festival Rumpun Bombonawulu
A   A   A   Pengaturan Font

Masyarakat dari sembilan desa di Kecamatan Gu, Kabupaten Buton Tengah (Buteng), Sulawesi Tenggara (Sultra), menggelar Festival Rumpun Bombonawulu. Sebuah festival budaya yang digelar dalam rangka menghadapi musim panen di kawasan tersebut.

Festival Budaya Rumpun Bombonawulu merupakan acara yang setiap tahunnya dilaksanakan masyarakat yang terhimpun dalam rumpun bombonawulu yang sering disebut bongka tau. Kegiatan ini sedikit berbeda karena perayaannya dilaksanakan di dalam areal benteng.

Festival ini merupakan salah satu upaya nyata dalam melestarikan adat dan merawat kebangsaan sebab merawat kebangsaan tak cukup hanya menjaga keutuhan wilayah geografis tetapi perlu diikuti dengan kemampuan merawat kebudayaan yang menjadi karakter bangsa.

Kegiatan tersebut dibuka Bupati Buton Tengah (Buteng) H Samahuddin. Dalam sambutannya, Bupatimengingatkan kepada para pemangku adat untuk menjadikan warisan kebudayaan ini sebagai modal untuk menghadapi tantangan di masa mendatang dengan duduk bersama untuk membahasnya. Ia berharap kegiatan ini ke depan menjadi aset dan menjadi even tahunan yang membanggakan bagi kepariwisataan Buteng.

"Menghadiri acara seperti ini membuat saya semakin kagum dan bangga dengan serangkaian budaya yang kita miliki, karena di setiap prosesi bukan hanya memiliki keindahan estetika yang tinggi, namun terkandung pesan-pesan simbolik, filosofi yang sangat bermakna yang bisa menjadi landasan etika dalam kehidupan sehari-hari," ungkap Bupati, Kamis (28/2).

Sementara itu, Anggota DPD RI Yasin Welson La Jaha, yang menjadi salah satu tamu kehormatan dalam perayaan festival budaya tersebut, mengatakan festival Bombonawulu merupakan warisan leluhur yang harus dijaga kelestariannya untuk diwariskan ke anak cucu.

"Festival Budaya Rumpun Bombonawulu ini juga menjadi kekayaan budaya Pemkab Buteng dan pemerintah pusat. Maka itu, pemerintah harus hadir dalam setiap perayaannya sebagai bentuk dukungan riil terhadap budaya peninggalan leluhur," ungkap Yasin.

Untuk itu, Yasin berharap kepada pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengambil peran agar situs maupun ritual budaya positif yang menjadi peninggalan leluhur tidak ditinggalkan.

Sebagai penyambung lidah daerah dan pemerintah pusat, Yasin mengaku akan berupaya semaksimal mungkin dalam meyakinkan pemerintah pusat agar mengucurkan anggaran kepada pemerintah daerah dan masyarakat adat dalam pengembangan adat dan budaya di Sultra. pur/R-1

Libatkan Tujuh Polsek

Melihat antusias dan kepadatan masyarakat Kabupaten Buteng yang hendak menyaksikan Festival Budaya Rumpun Bombonawulu di puncak Benteng Bombonawulu, Polres Baubau melibatkan tujuh Polsek yang ada di Buteng untuk mengamankan.

Apalagi, jalan menuju Benteng Bombonawulu berada di puncak bukit yang melewati jalan terjal sempit dan belum diaspal. Selain itu tidak didukung dengan parkiran kendaraan yang luas, sehingga banyak kendaraan roda dua maupun roda empat diparkir sepanjang kiri kanan jalan yang sempit tersebut dan masih jauh dari benteng.

Akibatnya, pengunjung harus turun dari kendaraannya dan berjalan kaki mendaki hingga lima ratus meter.

"Pengunjungnya sangat padat dan luar biasa, sehingga sasarannya kita amankan secara perorangan maupun tempat kegiatan. Sehingga kita libatkan semua Kapolsek dan anggotanya yang ada di Buteng untuk mengamankan pengunjung dan jalannya kegiatan festival ini," ungkap AKBP Hadi Winarno, Kapolres Baubau.

Kapolres mengaku, padatnya pengunjung festival budaya Rumpun Bombonawulu tahun ini, akan dijadikan sebagai atensi untuk tahun-tahun ke depan dalam melakukan pengamanan yang lebih baik lagi.

"Kita bisa lihat infrastruktur untuk naik menuju benteng sangat sulit dan sempit. Kita coba lakukan rekayasa lalu lintas saja tidak bisa. Sehingga kita bekerja apa adanya yang penting masyarakat bisa aman dan nyaman datang menyaksikan festival budaya ini," tuturnya. pur/R-1

Mengenal Tenun Khas Buton

Pada kesempatan berbeda, selain festival yang menjadi kebanggaan warga Buteng, juga tenun khas Buton. Sama seperti batik, kain tenun pun cantik karena prosesnya tak sederhana.

Tenun merupakan teknik dalam pembuatan kain yang dibuat dengan menggabungkan benang secara memanjang dan melintang sehingga membentuk motif tertentu. Kain tenun biasanya terbuat dari serat kayu, kapas, sutra, dan lainnya. Salah satu kain tenun khas Indonesia ialah tenun Buton.

Kerajinan tenun dari Kabupaten Buton, biasanya menggambarkan objek alam yang mereka temukan di sekitarnya. Tenun Buton juga kaya akan warna-warna. Inilah yang menjadi kekhasan kerajinan tenun tersebut.

Motifnya pun bermacam-macam, ada yang bercorak ramai dan sudah mengalami penyesuaian dengan zaman, ada juga yang diambil dari corak kuno. Salah satu corak yang cukup tua ialah motif salur besar dan kecil yang berselang-seling.

Kerajinan tenun dari Kabupaten Buton, biasanya menggambarkan objek alam yang mereka temukan di sekitarnya. Tenun Buton juga kaya akan warna yang menjadi ciri khasnya.

Oleh masyarakat Buton, kerajinan tenun ini dianggap mampu menjadi perekat sosial antar sesamanya, di mana pun mereka berada. Selain itu kain tenun tersebut juga bisa menggambarkan suatu kejadian yang kerap dikenang.

Salah satunya dapat Anda lihat dalam motif Betano Walona Koncuapa, warna abu-abu halus yang melayang-layang menggambarkan hasil pembakaran semak saat membuka ladang.

Ada juga yang fungsinya sebagai penunjuk strata sosial dalam masyarakat Buton seperti motif Kasopa yang sederhana, biasa dipakai perempuan kebanyakan. Ada pula motif yang lebih rumit, Kumbaea, yang didominasi warna perak dan biasanya dipakai perempuan dari golongan bangsawan dengan gelar Wa Ode.

Kain Tenun Buton digunakan dalam setiap upacara adat dan ritual keagamaan. Menurut masyarakat Buton, jika kain tenun tersebut tidak disertakan dalam setiap upacara adat dan ritual maka hakikat dan nilai dari upacara dan ritual tersebut dinilai kurang sakral.

Selain sebagai perekat sosial, tenun Buton juga dianggap mampu menjadi identitas diri, karena bagi orang Buton, pakaian tidak hanya sebagai pelindung tubuh dari terik Matahari dan dinginnya malam. Misalnya hanya dengan melihat pakaian yang dikenakan perempuan Buton, kita bisa mengetahui status pernikahan juga strata sosialnya.

Lekatnya tenun bagi masyarakat Buton membuat mereka merasa perlu melestarikannya. Sebab itu, warga asli Buton biasanya telah diajarkan cara menenun sedini mungkin. Bahkan konon keluarga kerajaan dan para bangsawan pun mahir menenun.

Jika ingin memilikinya, Anda bisa membelinya di pusat kerajinan Tenun Buton di Kota Baubau. Membelinya di toko daring pun sah saja jika dapat memastikan produk tersebut asli. Tenun Buton biasa dijual mulai dari harga Rp150 ribu tergantung tingkat kerumitan dan kemewahannya. pur/R-1

Komentar

Komentar
()

Top