Menteri PUPR Minta Dua Infrastruktur Penting Dilanjutkan Pemerintahan Baru
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM), Sleman, DI Yogyakarta, Sabtu (12/10).
YOGYAKARTA - Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono, berpesan pembangunan dua infrastruktur penting yakni sumber daya air dan konektivitas bisa terus dilanjutkan pemerintahan Prabowo Subianto. "Jadi air dan konektivitas.
Itu syarat untuk bisa mencapai kemakmuran," kata Menteri Basuki di Gelanggang Inovasi dan Kreativitas (GIK) Universitas Gadjah Mada (UGM) Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (13/10). Seperti dikutip dari Antara, Basuki mengatakan ketahanan air merupakan aspek vital untuk mendukung terwujudnya ketahanan pangan dan energi nasional. Untuk itu, pemerintahan saat ini terus menggenjot pembangunan sebanyak 61 bendungan di berbagai wilayah dengan 53 di antaranya telah diresmikan.
Basuki berharap pada tahun ini hingga tahun depan seluruh pembangunan bendungan itu dapat dituntaskan. "Ini harus terus dilakukan. Walaupun sudah membangun 61 (bendungan) kelihatannya banyak, itu kita masih perlu banyak lagi. Jadi, orang kalau mau hidup baik itu harus kecukupan air," ujar Basuki. Selain sumber daya air, lanjut Basuki, konektivitas merupakan infrastruktur yang tidak kalah penting untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Karena itu, pemerintahan sekarang terus mengebut berbagai proyek pembangunan jalan tol mulai dari Tol Sumatera yang diperkirakan tuntas lima tahun ke depan, Tol Trans Jawa, dan Tol Probolinggo-Banyuwangi. "Kemudian nanti (konektivitas) yang di Ibu Kota Nusantara (IKN) dan yang di Sulawesi," ucap dia.
Patut Digencarkan
Selain jalan tol, pembangunan infrastruktur konektivitas lainnya pun turut digencarkan pemerintahan saat ini. "Jadi, konektivitas bukan hanya jalan tol. Jadi, sekarang pun dari 6.000 kilometer jalan nasional sudah kita bangun. Itu masih terus akan perlu konektivitas," tutur Basuki. Sebelumnya, akademisi Prodi Teknik Sipil Unika Soegijapranata, Djoko Setijowarno, mengatakan pembangunan Tol Trans Jawa dirintis sekitar 40 tahun silam dan resmi terhubung pada 20 Desember 2018.
Jalan tol ini membentang sepanjang 1.023 km dari Merak di Provinsi Banten hingga Probolinggo, Provinsi Jawa Timur. Menurut Djoko, penyelenggaraan jalan tol di Indonesia telah berjalan cukup lama, dimulai dengan adanya jalan Tol Jakarta-Bogor-Ciawi (Jagorawi). Tol Jagorawi dibangun pada tahun 1975 dan dibuka pada tahun 1978 (Bahfein dan Alexander, 2021). Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah Nomor 4 Tahun 1978, pemerintah mengalihkan kewenangan pengelolaan, pemeliharaan, dan pengadaan jalan tol, termasuk Tol Jagorawi, kepada PT Jasa Marga (Persero) Tbk. Hingga Mei 2024, panjang jalan tol yang beroperasi telah mencapai 2.868,3 km.
Sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), target pembangunan jalan tol pada 2019-2024 adalah 2.500 km. Guru Besar Ekonomi UGM, Wihana Kirana Jaya, menyebutkan konektivitas jalan tol Jakarta-Surabaya, dua kota terbesar di Indonesia, resmi terwujud 2018. Namun, penuntasan konektivitas jalan tol yang menghubungkan ujung barat Pulau Jawa di Cilegon dan ujung timur di Banyuwangi diperkirakan baru akan terwujud pada 2024. Diperkirakan sebanyak 13 kota baru berbasis industri bakal dibangun dalam kurun waktu 10-30 tahun mendatang di wilayah Jawa Barat, tepatnya di Kawasan Rebana (Cirebon- Patimban-Kertajati).
Kawasan ini telah didukung adanya Bandara Internasional Kertajati di Majalengka dan Pelabuhan Patimban di Subang. Sementara di Jawa Tengah terbangun PT Kawasan Industri Kendal dan Kawasan Industri Terpadu Batang. Pembangunan infrastruktur pada hakikatnya untuk menstimulasi pertumbuhan ekonomi di berbagai daerah untuk mengurangi ketimpangan ekonomi yang cukup tinggi, salah satunya melalui jalan tol. Pembangunan jalan tol akan memberikan manfaat bagi masyarakat dan multiplier effects bagi perekonomian. Sebagai tulang punggung pembangunan infrastruktur nasional, sektor konstruksi telah menyerap tenaga kerja lebih dari delapan juta atau sekitar 5,5 persen dari total angkatan kerja.
Redaktur : Marcellus Widiarto
Komentar
()Muat lainnya